Kau Menggemaskan

1145 Words
    Scott memperhatikan Hanna tanpa berkedip. Bukan karena Hanna memaku matanya tetapi karena dia belum bisa menentukan kalimat atau rangkaian kata apa yang akan dia pakai untuk disampaikan pada Hanna.     Tidak mungkin secara tiba-tiba dia mengatakan ‘Hanna kau dipanggil Scott kerumahnya’, tidak Scott harus mencari cara yang lebih halus, tapi bagaimana caranya. Kalimat apa yang harus dia pakai. Seandainya Diana masih bersama mereka tentu sangat mudah baginya untuk menyerahkan perintah Ken pada Diana. Siapa pun tahu di antara teman-temannya Diana sangat terkenal dengan caranya sebagai negosiator ulung.     “Scott…mulai lagi?” panggil Hanna mengingatkan Scott.     “Tidak. Kau tahu siapa yang baru meneleponku?” tanya Scott mulai mengikuti Hanna kembali menuju kasir.     “Aku tidak mempunyai alasan untuk mengetahui siapa pun yang sudah bicara melalui sambungan telepon. Tidak dirimu tidak juga dengan keluargaku,” jawab Hanna lugas.     Seandainya Hanna adalah wanita yang tidak diminati oleh temannya sendiri, mungkin dia akan berusaha keras untuk mengejar dan menjadikan Hanna sebagai kekasihnya. Namun, Scott sudah terlalu dekat dan mengetahui siapa Hanna mau pun Ken walaupun mereka tidak mengungkapkan perasaan mereka berdua.     “Bagaimana kalau aku katakan yang baru saja bicara denganku adalah Ken?” tanya Scott.     Hanna menoleh untuk memandang Scott dan dia tersenyum seolah-olah Scott sudah mengucapkan kata yang tidak masuk akal.     “Kau tidak percaya padaku?” tanya Scott karena Hanna kembali menatap layar mesin penghitung di meja kasir seolah-olah dia sangat khawatir kalau dicurangi.     “Kau dengar yang aku katakan?” tanya Scott memastikan karena dia belum juga mendapatkan jawaban.     “Dengar, lalu apa yang aneh. Kalian sudah berteman sangat lama dan kau juga adalah pengacaranya, jadi bukan hal aneh kalau Ken mengeleponmu.”     “Bagaimana kalau aku mengatakan kalau Ken mau kau datang ke rumahnya?” tanya Scott begitu mereka sudah keluar dari meja kasir.     “Mau ngapain?”     “Dia perlu bantuanmu dan mau kau segera datang ke rumahnya.”     “Untuk? Kalau dia mau ketemu denganku aku yakin kau dengan senang hati bisa mengundangnya kesini seperti yang sudah kau lakukan sebelumnya.”     “Maaf kalau aku sudah membuatmu kecewa. Namun, Ken memang sangat memerlukan bantuanmu dan ini berhubungan dengan anak Daniel dan Lenna,” jawab Scott.     Satu….     Dua….     Tiga….     Hanna tetap tidak bersuara. Ada apa dengan anaknya Lenna dan Daniel? Tidak mungkin Ken akan mengembalikan hak pengasuhan pada Lenna yang sampai sekarang dia sendiri tidak tahu dimana wanita itu berada. Dan tidak mungkin pula Ken tidak mampu memenuhi janjinya.     “Kau mau datang ke rumahnya, kan?”     “Kapan?” tanya Hanna pada akhirnya. Sungguh tidak tega dia melihat Scott yang menunggu keputusannya karena dia tidak bisa memaksa dirinya.     “Sekarang! Kita bisa berangkat sekarang,” jawab Scott dengan lega.     Tidak tahu harus tertawa atau membantah ucapan Scott karena dia hanya bertanya ‘kapan’ bukan kalimat persetujuan dan Scott menyadarinya karena Hanna masih diam di tempat.     “Jadi…?”     “Ayo lah!”     Entah darimana keberanian tersebut berasal, yang jelas Hanna sudah berada di dalam mobil yang membawanya ke rumah Ken.     “Aku mengenal daerah ini dan jalan menuju ke rumah ini. Tidak mungkin Ken dan keluarga Antoilter mempunyai hubungan kerabat,” batin Hanna melirik Scott yang mengemudi dengan tenang.     Mobil Scott masuk dengan mulus melalui pintu gerbang utama yang pernah di lewati oleh Hanna ketika dia pertama kali datang. Tidak ada sensor atau halangan ketika mobil tersebut melewati gerbang yang secara otomatis terbuka. Meninggalkan tumpukan pertanyaan di benak Hanna melihat kemudahan tersebut.     “Ini rumahnya Ken?” tanya Hanna begitu mereka keluar dari dalam mobil.     “Benar.”     “Aku bekerja di sini dan setahuku ini adalah rumah keluarga Antoilter. Scott kau bisa menjelaskan padaku, kan?”  desak Hanna karena Scott hanya tersenyum menunggu pintu terbuka.     Wajah terkejut Hanna yang disusul dengan tawa Scott yang tidak sopan ketika pintu terbuka adalah segala ungkapan ekspresi yang tidak pernah mereka bayangkan.     Senyum geli Hanna tidak dapat di tahan lagi begitu pintu terbuka memperlihatkan keadaan Ken yang sangat memprihatinkan.     Tidak ada lelaki yang selalu dingin ketika memandang wanita, atau sikap tenang yang selalu dia perlihatkan ketika dalam keadaan panik juga tidak ada sikap arogan yang diperlihatkan apabila dia berada di kantornya.     Di depan mereka berdiri Ken yang menggendong seorang balita yang terus bergerak sementara di tangan satunya memegang botol s**u yang tinggal separuh. Rambut coklatnya yang biasanya selalu rapi kini sangat jauh dari kata tersebut. Ken terlihat sangat berantakan sementara rahang dan dagunya diselimuti rambut-rambut halus yang menandakan dia belum bercukur.     Hanna ingin sekali tertawa geli seperti yang dilakukan Scott yang berdiri di sampingnya. Siapa yang mengira seorang Keanu Whittaker yang terkenal sangat kacau dan Hanna tidak akan mempunyai gambaran bagaimana seorang Keanu bersama dengan seorang anak apabila dia tidak melihatnya langsung.     Namun, Hanna melihat ada yang salah pada Bella. Mata balita itu terlihat merah dengan pipi, hidung yang mengeluarkan cairan sementara baju kaos yang dipakainya sudah basah, begitu juga dengan keadaan Ken.     “Apa yang terjadi dan sudah berapa lama Bela menangis?”     “Sejak aku memandikannya. Hanya setengah jam dia berhenti menangis kemudian dia lanjutkan lagi membuatku tidak tahu harus berbuat apa,” jawab Ken setelah Hanna mengambil alih Bella.     “Kau memandikannya? Kenapa kau lakukan lagi! Sebelum aku pulang, aku sudah memandikannya dan dia sudah wangi. Aku meninggalkan Hanna dengan penuh tanggung jawab.”     “Aku tidak tahu. Darla maupun mama tidak mengatakan apa pun juga, jadi aku melakukan apa yang dikatakan Carly, yaitu memandikannya.”     Jawaban tidak bertanggung jawab karena Ken tahu seorang anak tidak perlu dimandikan lagi setelah pagi dia sudah memandikannya dengan bersih.     Dengan suara sumbang yang membuat Ken merasa bersalah, Hanna mulai mengajukan pertanyaan lagi.     “Kau sudah memberinya s**u? Bagaimana dengan makannya. Kau tidak lupa, kan? Dan kemana Nyonya Rossie dan Darla? Aku tidak percaya Darla meninggalkan Bella padamu yang aku yakini tidak pernah melakukan pekerjaan rumah, terutama mengurus Bella.”     Pertanyaan dan kritikan dari Hanna bukan saja membuat telinga Ken memerah tetapi juga membuat Scott yakin rencana Ken akan berhasil. Scott yakin Hanna akan menerima tawaran Ken apalagi Hanna sangat perhatian pada Bella.     “Ibu dan Darla keluar kota. Mereka baru pulang nanti sore. Yang kau tanyakan tadi sudah aku lakukan semua. Seharusnya tidak ada alasan bagi Bella menangis terus,” jawab Ken seolah-olah dia sudah melakukan semua tindakan yang dia anggap benar. Sementara yang dia lakukan bukan tanggung jawabnya.     “Maafkan aku. Sungguh aku tidak mengira melihatmu dalam keadaan seperti ini,” katanya setelah menyadari ucapannya.     “Permintaan maafmu aku terima kalau kau mengambil alih Bella dari gendonganku sekarang. Kau tahu sejak tadi aku bahkan belum sempat istirahat. Bella sudah membuatku sangat kacau,” katanya menggumam tidak jelas di depan Hanna.     Berusaha tidak tertawa adalah perjuangan pertama yang dilakukan Hanna, tetapi perjuangan selanjutnya sangat menyesakkan d**a ketika tubuhnya mendekati Ken untuk mengambil alih Bella dari pelukan Ken karena lelaki itu semakin kewalahan dengan semua gerakan yang dilakukan Bella begitu melihat dirinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD