Sesuai dengan jadwal kerja yang sudah diatur oleh kantornya, Hanna kini sudah berada di Bandara Heathrow. Dia akan kembali ke Indonesia untuk memberikan laporan atas kegagalan yang dia lakukan saat membela kliennya. Hanna tahu bahwa kegagalan tersebut tidak murni berasal darinya, tetapi ia tetap merasa bahwa dia tidak dapat memanfaatkan kesempatan pertama yang diberikan kantor advocate tempat dia bekerja.
Hanna berusaha untuk tetap tegar, dia bukan lagi gadis remaja yang menangis karena gagal maju ke babak selanjutnya saat kejuaran menembak, tetapi yang namanya kegagalan akan selalu menyakitkan bagi siapa pun.
Hanna menarik napas, sendirian berada di bandara menanti panggilan penumpang dari maskapai penerbangan yang dia pilih. Harusnya Hanna tidak sendirian karena beberapa temannya sudah bersedia menemaninya ke bandara, tetapi sekali lagi Hanna menolaknya karena ia memerlukan waktu untuk sendiri.
“Menyesal karena gagal?” suara yang baru kemarin dia dengar kembali terdengar di telinganya sehingga ia berpaling dan melihat seorang pria gagah memakai jas hasil rancangan designer terkenal tidak mampu menarik perhatian Hanna.
“Kalau kau menyapaku hanya untuk mengejek, lupakan. Aku sedang tidak bersemangat menimpalimu,” jawab Hanna dingin.
“Benarkah? Lalu kenapa aku melihatmu bersedih?” tanya Ken ingin tahu sehingga senyuman lebar tiba-tiba muncul di bibir Hanna membuat Ken mengerutkan alisnya.
“Sudah berapa lama kau mengamatiku? Apa kau tertarik padaku hingga kau bisa tahu kalah aku sedang bersedih?” goda Hanna tiba-tiba.
“Tidak perlu mengamati untuk mengetahui bahwa kau sedang bersedih. Kau sudah gagal membela klien mu sudah pasti kau bersedih,” jawab Ken ketus.
Hanna yang mendengar jawaban Ken menghembuskan napas jengkel. Apa sih maunya orang ini. Dulu mereka bertemu dan sikap Ken sangat baik padanya. Tetapi sejak dia tahu kalau ia membela Lenna dalam hak asuh keponakannya kenapa menjadi berbeda.
Hanna beruntung tidak terlibat lebih jauh dengan manusia es yang memiliki kecurigaan sangat besar. Apa ada wanita yang bisa tahan dengan perangainya yang suka meledak-ledak? Hanna tersenyum membayangkan wanita yang menjadi kekasih Ken harus menderita tekanan batin.
“Senyuman di bibirmu membuatku curiga. Apa yang sedang kau pikirkan?” usik Ken setelah melihat Hanna hanya diam dengan bibir dan matanya yang tersenyum.
Ia ingin tahu apa yang sedang dipikirkan oleh wanita yang baginya terlihat biasa-biasa saja walaupun Diana dan Scott selalu memancingnya. Ken tidak memerlukan kail atau pun umpan bila ia memang tertarik pada wanita yang sedang duduk di sampingnya.
Ia tidak akan berkelit atau mengelak bahwa Hanna menempati tempat yang istimewa di hatinya, tetapi bukan sebagai wanita yang pantas dijadikan kekasih melainkan seorang adik perempuan yang kadang membuat seorang kakak sakit kepala.
“Kau sungguh ingin tahu apa yang sedang aku pikirkan? Tapi kalau aku katakan, sepertinya waktunya kurang pas dan ceritanya pasti tidak menarik. Aku yakin sebentar lagi akan terdengar panggilan untukku,” jawab Hanna tertawa.
“Masih cukup waktu kalau kau memang mau mengatakannya,” sahut Ken.
“Baiklah kalau kau memaksa. Aku sedang berpikir mengapa aku melihatmu sebagai pria yang memiliki rasa curiga yang sangat besar? Aku tidak tahu apa yang terjadi padamu dan Jeane serta yang lainnya. Tapi aku tidak suka dengan caramu berbicara pada setiap wanita.”
Suara tawa terdengar dari mulut Ken. Ia tidak menduga wanita yang terlihat tidak peduli ternyata memperhatikan dirinya dengan begitu cermat. “Lalu kenapa kau tersenyum. Aku lihat senyuman tersebut bukan hal yang baik.”
“Tentu saja bukan hal yang baik. Aku sedang membayangkan bagaimana nasib wanita yang bersama denganmu. Menderita dengan sikapmu tetapi juga selalu mendambakan dirimu sebagai seorang lelaki,” jawab Hanna lugas sehingga Ken harus mengeluarkan suara tawanya lagi.
“Bagaimana denganmu sendiri? Seperti apa lelaki yang menjadi idola mu. Maksudku yang akan menjadi suamimu. Aku yakin kau sudah cukup matang untuk menikah.”
Tawa menyeruak keluar dari mulut Hanna. Sejujurnya ia sama sekali belum memiliki idola pria yang akan menjadi pendampingnya. Sedikit banyak ia berharap yang akan menjadi suaminya kelak adalah seorang pria yang bisa membuatnya merasa aman, mencintainya dan tidak pernah menyakitinya.
“Apa kau bermaksud mengatakan kalau aku sudah perawan tua?” tanya Hanna setelah tawanya reda.
“Kau tahu dengan jelas apa maksudku,” sahut Ken kesal.
Hanna baru akan menjawab pertanyaan Ken ketika mereka mendengar panggilan untuk penumpang yang akan bepergian ke Indonesia sehingga Hanna memutuskan tidak menjawab pertanyaan Ken. Menurutnya tidak penting dan yakin Ken melakukannya hanya sekedar basa-basi saja.
“Aku sudah harus pergi. Semoga kita bisa bertemu lagi pada waktu dan kesempatan yang berbeda,” kata Hanna sembari merapikan tas tangannya.
“Semoga. Aku berharap saat kita bertemu kembali suasananya tidak seperti ini. Aku minta maaf kalau sudah membuatmu berpikir macam-macam. Terutama tentang ucapanku yang membuatmu tidak nyaman.”
“Jangan khawatir. Stock sabarku masih cukup banyak kok,” jawab Hanna dengan senyum lebarnya.
Keanu melepaskan kepergian Hanna untuk kembali ke tanah air. Berbicara dengan Hanna membuat Ken merasakan sensasi yang berbeda. Hanna tidak seperti wanita lain yang selalu berusaha menarik perhatiannya. Dia berbicara dan bersikap seperti seorang teman yang tidak memiliki perasaan yang berbeda. Tidak ada sikap pura-pura di setiap ucapannya.
Ken tidak tahu kalau Hanna tidak mengerti dengan sikap yang ditunjukkan Ken terhadapnya. Mereka bukanlah teman karib yang saling mengerti dengan pribadi masing-masing. Pertemuannya dengan Ken dan bercakap-cakap denganya secara akrab masih dibawah satu telapak tangan berbeda dengan Scott yang selalu ada pada setiap kejuaraan menembak yang pernah mereka ikuti. Bagi Hanna, Ken adalah seorang kakak yang akan melindunginya. Karena Ken kini menjadi salah satu teman dekat Angga.
Di tempat yang berbeda, Diana sedang menanti kedatangan Ken yang akan menjadi saksi pernikahannya. Diana berharap Ken datang tepat waktu setelah meneleponnya bahwa ia harus menemui seseorang. Diana tidak tahu siapa yang akan ditemui oleh sepupunya itu, tetapi dari dugaan sementaranya Ken bermaksud menemui Hanna.
Senyum manis Diana terlihat di bibirnya yang berwarna merah lembut sehingga menarik perhatian Brenda.
“Boleh aku tahu arti senyummu itu?” selidiknya ingin tahu.
“Hanya rahasia kecil yang ingin aku nikmati sendiri,” jawabnya penuh rahasia.
Diana kembali teringat dengan perdebatannya semalam melalui telepon dengan Ken setelah semua temannya pulang. Ia tahu ada yang tidak beres dengan ucapan Ken terhadap Hanna sehingga wajah gadis itu sedikit berubah meskipun Hanna dengan cepat menutupinya.
Jawaban yang diberikan oleh Ken setelah ia mendesaknya secara terus menerus membuatnya mengeluarkan komentar yang membuat telinga Ken panas. Diana kembali tertawa saat ia teringat jawaban yang diberikan oleh Ken setelah dia setuju untuk menemui Hanna dan meminta maaf padanya.
Sebuah pertanyaan di dalam hati Diana membuatnya ingin segera mengetahui jawabannya. Dan ketidak sabarannya untuk bertemu dengan Ken adalah untuk mendengar cerita tentang pertemuannya dengan Hanna.