Ada saat sulit

1206 Words
    Suara tawa Scott saat menghindari lemparan bantal membuatnya lebih memilih duduk di tempat yang terlindung.     “Bagiku kehadiran Hanna di rumah ini tidak perlu dikhawatirkan. Hanna komposisinya sebagai pengasuh dan dia akan mendapatkan penilaian dari beberapa pihak telah bermain curang kalau dia memakai penemuannya selama berada di rumahmu sebagai bukti.”     “Benarkah, kau yakin tidak mempunyai pengaruh?”     Scott mengangguk, tetapi terlihat jelas kalau pikirannya sudah mulai memikirkan hal yang lain.     “Batalkan kegiatan-kegiatan sosialmu,” katanya tegas. “Aku ingin kau mulai mengurangi pesta hura-hura, minum sampai mabuk, sementara jangan pergi dulu ke klub atau bar.” Beritahu Scott.     “Ada lagi?” tanya Ken sinis.     “Tentu. Yang utama jangan dulu bermalam di tempat lain, apalagi untuk melakukan kencan semalam. Aku minta maaf kalau dengan ini kehidupan s3x mu akan terganggu” ujar Scott dengan nada penuh permintaan maaf.     Ken mengernyit, “Kau tidak perlu khwatir, untuk sementara aku bisa kok hidup tanpa s3x,” sahut Ken membuat Scott menaikkan kedua alisnya.     “Kenapa aku yang mendengarnya tidak yakain ya,” katanya mencoba mencari keseriusan di dalam suara Ken.     “Tentu saja. Pekerjaanku saat ini sangat menyita waktuku. Kau tahu Hanna sudah bekerja di sini selama seminggu dan aku baru yakin kalau dia memang benar bekerja di sini.”     “Hebat. Dan satu hal yang membuatmu berada di atas angin, keadaan keuanganmu sangat terjamin dengan kehidupan social keluarga yang terhormat serta kau seorang yang bisa menjadi panutan bagi karyawan. Secara status social pokoknya kau berada pada urutan teratas.”     “Terima kasih. Aku yakin kalau berkaitan dengan keadaan ekonomi tidak perlu khawatir.” Jawab Ken.     “Dan aku ucapkan selamat karena perusahaanmu terpilih sebagai patner pemerintah.”     “Terima kasih, Dan untuk hal ini aku sampai melupakan bahwa aku seorang lelaki yang membutuhkan hiburan,” jawab Ken dengan wajah membrenut.     “Omong-omong aku ingin bertanya, apa kau sudah memikirkan rencana tentang Bella?” tanya Scott lagi.     Seperti biasa, Scott adalah computer berjalan ketika bersama dengan Ken, sangat berbeda saat ia bersama dengan teman yang lainnya. Dengan yang lain Scott seperti tidak bersemangat untuk bekerja kecuali menghabiskan uang keluarga.     “Rencana tengtang Bella? Apa maksudmu. Mengapa kau tidak mengatakan langsung apa saja yang kau pikirkan secara jelas. Aku kadang bingung dan tidak bisa mengikuti jalan pikiranmu,” jawab Ken setengah mengeluh.     “Kau tahu, walaupun kau memiliki deretan pengasuh dan pelayan yang bisa menjaga Bella, tetapi pengadilan akan melihat dirimu sebagai lelaki lajang yang sangat bersemangat.”     “Dan dengan ini aku bisa kehilangan Bella?”     “Benar sekali. Jadi di sela-sela waktu kerjamu sebaiknya kau mulai berpikir mencari seorang istri. Lebih cepat lebih baik,” jawab Scott.     “Apa mencari istri? Kau menyarankan aku untuk menikah?” tanya Ken seperti mendengar dirinya harus minum racun yang mematikan.     “Hanya sebuah saran. Aku tidak akan memaksamu. Lagipula aku yakin daftar nama wanita di buku telepon milikmu lebih lengkap daripada buku telepon milik kota. Sayangnya, nama yang ada di daftarmu tidak ada satu pun yang bisa membuatmu mengambil salah satunya sebagai wanita yang pantas mendapat tawaranmu. Benar tidak.”     “Benar sekali,” gumam Ken. Dalam hatinya Ken terbesit sebuah pertanyaan yang tidak ingin dia jawab apakah dia tidak akan menikah walaupun demi Bella? Atau dia akan melakukannya meski dia harus mengakhiri petualangannya sebagai lajang paling diminati?     Mengapa tidak? Ken akan melakukan apa pun agar bisa mendapatkan Bella dalam pengasuhannya. Ia sudah melihat bagaimana gaya hidup Lenna. Dia sudah berjanji tidak akan mengecewakan adiknya karena dia sudah berjanji untuk merawat putrinya dan tidak akan menyia-nyiakan anak yang sudah dipercayakan padanya.     Bila memang pernikahan dapat menyebabkan dia tetap memiliki Bella, Ken akan melakukannya, ia tidak akan membiarkan Bella berada di dalam pengasuhan Lenna walaupun dia adalah ibu kandungnya.     Tanpa sadar, Ken menutup wajah dengan kedua tangannya. Ya ampun, menikah mengapa harus terjadi padanya sekarang. Ken tidak mampu membayangkan dirinya duduk manis setelah pulang kerja dan menghadapi wanita cerewet dengan segala macam aturan yang membuatnya sakit kepala.     Ia memang bisa melakukannya demi Bella, tetapi mengapa sangat sulit bayangan pernikahan menyatu di dalam otak dan pikirannya. Siapa wanita yang pantas untuk dia jadikan istri dan menerima kepercayaan darinya.     Ken memejamkan mata dan senyumnya tiba-tiba tersungging di bibirnya ketika sebuah bayangan wajah seorang wanita yang membuatnya tersenyum. Wajah yang dia yakini bisa memberikan jalan keluar terbaik bukan saja untuk Bella tetapi juga untuk dirinya.     “Kenapa aku tiba-tiba tidak enak melihat senyummu ya, kau tidak bermaksud melakukan padanya, kan?” suara Scott membuat Ken membuka matanya dengan senyum yang semakin lebar.     “Aku tidak yakin, tapi kenapa tidak kalau memang itu yang terbaik,” sahut Ken tersenyum puas.     Tiba-tiba semangat Ken kembali lagi. Ia akan meminta Hanna untuk menjadi istrinya. Dia yakin Hanna adalah wanita yang sangat tepat untuknya. Bukan saja karena dia sudah mengenalnya tetapi juga karena sekarang Hanna adalah yang mengasuh Bella. Profesi yang dimiliki Hanna sangat tepat untuk memberikan perlindungan pada balitanya.     Hanna bukan wanita yang selama ini tergila-gila pada pesonanya dan berusaha menarik perhatiannya. Seperti pengakuannya pada Rossie, Hanna justru menganggap dia sebagai pria yang berbahaya.     Ken memandang Scott dan bertanya-tanya apakah temannya mempunyai perasaan yang sama terhadap Hanna? Ataukah Scott lebih memilih menunggu Hanna? Ken memang sudah lama tertarik pada Hanna, tetapi setiap kali ia melihat bagaimana seriusnya Scott mendekati Hanna setiap kali wanita itu ada bersama mereka, Ken harus menahan diri.     “Apakah kau pernah menyatakan rasa suka dan tertarikmu padanya?” tanya Ken pada Scott yang tiba-tiba menjadi gelisah.     “Tidak. Aku tidak pernah mencoba mengatakan apa pun padanya. Karena dia hanya menganggapku sebagai kakak  saja dan tidak ada perasaan lain, dan aku tidak akan memaksanya,” jawab Scott.     “Kau serius? Kau tidak bermaksud mengalah kalau aku mendekatinya?” tanya Ken memastikan.     “Tidak, tapi kalau kau membuatnya kecewa, aku adalah orang pertama yang akan membuatmu merasakan sakit hatinya selain keluarganya. Lalu kapan kau akan mengatakannya pada Hanna?”     “Aku belum tahu. Aku perlu penyesuaian terhadap hidupku karena bekerja sebagai patner pemerintah terlalu besar tekanannya,” jawab Ken.     “Semangat. Aku akan mendukungmu.”     “Terima kasih. Aku memerlukan dukungan darimu.”     Mereka masih terus berbincang untuk membuat pendekatan Ken pada Hanna berjalan dengan normal tanpa wanita itu tahu ada sebuah rekayasa dan juga rencana agar Hanna menerima lamarannya nanti bila waktunya sudah tiba.     “Halo Scott, apa kau sudah lama di sini?” terdengar sapaan Rossie yang baru masuk dari pintu utama membuat Ken mengrenyit.  “Mom tidak jadi berkunjung ke rumah aunty?”     “Tidak jadi. Mom pikir untuk apa mom ke sana bersama dengan Bella. Kalau dia mau melihat Bella, dia harus datang sendiri,” jawab Rossie membuat Ken dan Scott tertawa.     “Betul Aunty. Yang pengen ketemu siapa yang harus datang siapa,” komentar Scott yang dibalas dengan acungan jempol dari Rossie.     “Omong-omong apakah Ken sudah mengatakan kalau Hanna bekerja di sini?”     “Sudah Aunty. Ken mengatakannya padaku. Tapi dia tetap tidak tahu keberadaan Ken bukan?”     “Aunty yakin belum.”     “Menurut Aunty bagaimana kalau suatu saat nanti Ken mengajukan lamaran pada Hanna?” tanya Scott membuat dirinya kembali merasakan timpukan bantal dari Ken.     “Aunty sangat senang dan bahagia. Tapi ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan utama. Apakah Hanna akan menjadi ibu yang baik atau sebaliknya,” jawab Ken tidak yakin.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD