Lelah menangis karena Tama, Rara tertidur nyenyak. Sudah tak sanggup lagi dia memikirkan hal ini.
Pagi harinya Rara hanya mengurung diri di kamar. Ayah dan umi pun memahami hal ini. Mereka akan membiarkan anak gadisnya sendiri. Memberi ruang dan waktu untuk berpikir jernih.
Teringat kembali kejadian semalam, Tama marah dan kecewa karena Rara masih saja terus menolaknya.
"Katakan Ra, kalau menurutmu kamu hina dan kotor karena kasus itu dan kamu menolakku, jadi maksudnya aku juga harus hina sepertimu? Baru kamu mau menerimaku?" Tanya Tama sambil memandang gadis di
depannya, tajam. Dipukulnya kemudi mobilnya karena gusar.
"Maksud Mas apa?"
"Kamu tahu kan seumur hidupku aku menjaga kesucianku untukmu. Aku tak peduli apa kata orang lain akan hal ini. Tak peduli sindiran mereka. Tapi kalau hal ini menjadi penghalang hubungan kita, aku akan membuangnya malam ini. Aku akan meniduri p*****r atau melakukan one night stand dengan wanita yang mengejarku. Then, kita sama-sama hina. Sama-sama kotor. Kalau itu yang kamu maksudkan, aku akan melakukan malam ini Ra." Jerit Tama putus asa dan melarikan mobilnya dengan kencang.
"Masss!! Jangan. Kumohon jangan lakukan itu mas. Hanya istrimu yang berhak akan dirimu utuh." Tangis Rara pecah.
"Ra... kumohon katakan padaku, apa yang harus aku lakukan agar kamu menerimaku." Pinta Tama sambil memegang tangan gadis yang dicintainya dengan tulus.
Beberapa saat hening. Mobil sudah terparkir di halaman rumah Rara.
"Mas.. turuti apa kata mama Mas Tama. Mungkin kita memang tidak berjodoh di dunia ini. Tapi namamu sudah terukir begitu dalam di hatiku. Kelak kalau Allah mengijinkan, kalau kita berjodoh, kita akan bersatu, entah bagaimana caranya." Sahut Rara sambil terisak.
Tama merengkuh Rara ke pelukannya. Dibelainya rambut panjang itu perlahan. Diusapnya airmata yang meluruh turun di pipi gadis itu dengan kedua ibu jarinya. Tama pun menangis. Mereka sama-sama terluka.
Kemudian, entah kenapa Rara pasrah saja saat Tama mencium kening, lalu kedua mata, kedua pipi dan akhirnya ke bibirnya.
Ciumannya begitu lembut, lama dan penuh kasih. Ciuman pertama yang kuharap akan sangat indah, ternyata malah penuh kepedihan.
Rara bisa merasakan keputusasaan Tama dari ciumannya.
"Aku gak janji aku bisa memenuhi permintaanmu Ra." Ucap Tama lemah selesai berciuman. Mereka berpandangan dalam diam.
"Kalaupun iya, wanita itu hanya akan memiliki ragaku, tapi tidak jiwa dan cintaku."
~~~
Sebulan kemudian Rara mendengar kabar bahwa Tama akhirnya mau menerima ide perjodohan dari mamanya. Mungkin ini yang terbaik untuk kita semua mas, batinnya sambil membelai foto Tama.
Aaah aku harus fokus. Move on!
Apalagi sekarang aku sudah naik posisi. Semakin bertambah tugas dan tanggung jawabku. Aku harus membuktikan bahwa aku mampu.
Drrrt... drrrt
Rara melirik hapenya bergetar.
Agni is calling
"Assalamualaikum, Ya Nie..."
"Kamu gak lupa janji makan siang kita hari ini kan, Ra?"
"Iyaaa.. aku gak lupa. Di tempat makan biasa kan? Nanti langsung ketemuan aja di situ ya. Aku ada rapat jam 14.00 jadi bisa langsung jalan selesai maksi."
"Siip... don't be late ya!"
"Iyaaa..."
Entah kenapa Rara malas sekali mau makan siang bersama Agni hari ini. Apa karena Agni berencana untuk mengenalkan Banyu dan teman-temannya ya?
Aaah proyek jodoh lagi nih.
Saat jam makan siang Rara celingukan mencari keberadaan Agni di Pisa Kafe Menteng. Saat jam segini pasti penuh deh, mana parkir susah lagi.
"Raaa... Rara... siniii..."
Reflek Rara mencari sumber suara cempreng yang meneriakkan namanya.
Tersenyum lebar ketika melihat Agni tidak sendiri tapi sudah ada Diana dan Tarisha. Aah syukurlah ternyata ini bukan proyek perjodohanku. Batin Rara.
"Aaah Rara... lama banget kita gak ketemu... eeh bentar sejak kapan kamu berhijab? Tambah cantiiiik aja pakai hijab." Kata Tarisha sambil memelukku.
"Iyaaa alhamdulilah aku akhirnya berhijab juga. Baru beberapa hari ini kok, walau keinginan sudah lama." Sahut Rara diplomatis.
Saat tengah asik menyantap makanan, tetiba Diana berkata," Nie, mana kakakmu? Kok belum dateng juga sih. Udah penasaran banget nih gue ama dia. Gosipnya ganteng abis yaa."
"Yaaa lu liat aja adiknya aja cantik kaya gini." Kata Agni gak mau kalah.
"Aah elu mah.. ngarep banget sih dibilang cantik." Tukas Diana. Aku hanya senyum melihat tingkah konyol mereka.
Di antara kami berempat, Tarisha yang paling cantik. Berkulit putih, hidung mancung, mata besar, rambut dicat sedikit kecoklatan. Bodi bak model kelas atas. Menurutku sih Tarisha terlalu kurus untuk tinggi badannya.
Sedangkan Agni dan Diana menurutku mereka sama cantiknya. Bodi Diana tapi lebih sintal alias montok. Cup B.
Aku meringis saat mengingat ukuran cup.
Sementara aku? Hahaha... jauuuh dari itu semua. Dulu badanku sempat padat, hampir semontok Diana. Tapi semenjak kejadian itu badanku jadi lebih kurus. Tinggiku hanya 167 cm. Kulit coklat. Kata Agni sih eksotis, yang langsung saja kutoyor keningnya karena itu artinya aku disamakan dengan istri-istri bule yang tinggal di Jakarta dan sebagian besar dari mereka beristrikan yaa kalian tahulaah...
Tapi sekarang berhubung aku sudah berhijab syari, teman-temanku ini tidak tahu kalau badanku sudah lebih berisi. Mungkin karena masalahku dengan Mas Tama sudah selesai. Eeh kenapa sih jadi keingat dia?
"Eeh nih Mas Banyu wa bilang lagi nyari parkir. Bentar lagi ke sini, ama 3 orang temannya. Waaah sama Indra, Nino dan Rendra. Jadi ada 3 jomblo nih buat kalian, mas Banyu, Nino dan Indra. Kalau Rendra terlarang ya. Awas aja kalau kalian mengganggunya."
Kami tertawa bersama. Mana berani lah. Rendra kan tunangan Agni.
"Eeh aku ke toilet dulu ya, sekalian mau sholat Dhuhur." Pamit Rara. Entah kenapa jantungnya mendadak berdetak kencang.
Perasaan ini, kenapa seperti perasaan saat itu? Saat aku tersadar setelah kejadian itu. Kenapa hatiku jadi gelisah?
Tak sadar Rara menabrak seseorang. Reflek dia bergeser dan meminta maaf.
"Eeh maaf.. saya gak sengaja."
"Kalau jalan lihat depan mbak, bukan lihat bawah." Jawab pria yang ditabraknya itu ketus.
"Ah mbak, maaf ini teman saya emang lagi emosi nih karena sudah kelaparan. Susah pula cari parkir di sini." Lanjut temannya yang lain, suaranya terdengar ramah.
Rara mengangkat kepala dan melihat mata ramah itu. Dia tersenyum sedikit mengangguk, melihat ada seulas senyum pula di wajah tampan pria yang ramah itu.
Tapi hatinya mencelos melihat mata tajam pria yang tadi ditabrak. Mata itu.. aroma parfum ini.. sepertinya Rara pernah mengenali. Dia gemetar, tak sanggup lebih lama lagi melihat mata tajam pria itu. Rara menyegerakan langkah kakinya ke toilet.
"Kamu tuh ya.. sedikit manis sama cewek bisa gak sih? Kasian tuh cewek tadi sampai gemetar gitu." Kata pria bermata ramah ke pria bermata tajam di sebelahnya. Dilihatnya temannya itu sedang memperhatikan ke arah larinya gadis yang menabraknya tadi sambil mengernyitkan keningnya.
"Hei.. tuh Agni udah manggil kita." Dan segera ditariknya temannya yang bermata tajam tadi menyusul temannya yang lain ke meja yang berisi 3 gadis cantik.
Sesi perkenalan antara mereka sudah selesai. Agni melambaikan tangan di depan mata Tarisha yang melongo melihat para pria tampan di hadapannya.
"Eeh Sa.. tutup mulutlu iih. Sampai segitunya liat kakak gue. Tuh lap dulu ilernya." Tarisha yang segera menyadari kekonyolannya hanya tersenyum kikuk. Gimana gak mupeng lihat ada 4 super cogan - yang harus dikurangi 1 karena Rendra terlarang -.
Ganteng, kaya dan jomblo. Sebuah kombinasi yang sempurna. Pikir Tarisha dan Diana.
"Eh si Rara mana sih? Kok lama banget sih dia?" Gerutu Agni. Karena niatnya memang mengenalkan sahabatnya itu ke kakaknya. Eh malah dua temannya yang udah ngences duluan.
"Rara?" Akhirnya Banyu bersuara. Suaranya terdengar tertarik. Sepertinya nama itu mengingatkan dia akan sesuatu.
"Iyaa Larasati mas. Yang aku ceritain waktu itu." Bisik Agni ke kakaknya.
"Yang mau aku kenalin ke Mas Banyu."
Lanjutnya masih tetap berbisik.
"Aah itu dia Larasati. Ra buruan sini. Cepet. Aku kenalin sama Mas Banyu dan temannya." Seru Agni semangat demi melihat sahabatnya yang berjalan lunglai.
"Larasati.." Lidah Rara kelu, tercekat saat berbicara, melihat ke arah pria yang ada di hadapannya. Pria bermata tajam yang tadi ditabraknya tak sengaja.
"Banyu." Pria itu menyebutkan namanya datar tapi matanya yang setajam Elang seperti menguliti hidup-hidup gadis yang ada di hadapannya.
Sementara yang dilihat semakin mengkeret karena tetiba memori kelam 3tiga tahun lalu menyeruak. Parfum ini, aroma ini, mata ini.. mungkinkah dia? Dia yang melakukannya? Badannya bergetar ketakutan.
Dan ketika dia melihat gadis itu tersenyum takut, dia memperhatikan wajah itu. Lesung pipi ada di sebelah kanan dan t**i lalat kecil di bawah mata kiri.
Seketika itu hatinya berbisik. Aku menemukannya. Akhirnya aku menemukan gadis itu.
"I found you! Finally found you!." Dan dia menyeringai, samar. Tak mempedulikan sekitarnya, kembali duduk manis dan menikmati makan siangnya yang tertunda dengan santai.