Part 1 Mimpi Buruk
"Aaah tidak.. Jangaaaan... toloooong... ayah... umii... Tidaaaaaak... Kumohon jangan lakukan ini padaku. Lepaskan aku.. Kumohon lepaskan!!"
"Raa.. raa.. nduk.. bangun nduk. Kamu mimpi buruk lagi?"
Rara merasa tubuhnya digoncang keras. Seketika dia terbangun dan melihat sekeliling dengan bingung.
Aaah alhamdulilah, ternyata aku ada di kamarku. Batin Rara.
Rara menghela nafas kasar. Melirik jam di dinding. Jam 02.30.
Rara merasa air mata menetes hangat di pipinya, dia menangis.
Mimpi itu terasa nyata. Seperti benar-benar terjadi lagi. Ya lagi. Sepertinya kejadian tiga tahun lalu itu baru saja dia alami kemarin. Kejadian p*********n itu, yang membuat jalan hidup Rara berubah total. Dari gadis yang ceria menjadi pendiam dan tertutup. Menjadi penakut.
Rara terisak di pelukan uminya. Sejenak dia merasakan belaian lembut tangan uminya di punggung, mencoba menentramkannya.
"Kenapa nduk? Mimpi itu lagi?"
Rara mengangguk lemah. Sesaat kemudian dia mendengar pintu kamar diketuk. Umi beranjak membuka pintu. Ternyata ayahnya dan Dion, sepupu Rara, ada di depan pintu. Wajah si ayah sungguh sedih. Seperti ikut merasakan apa yang Rara rasakan saat ini.
Ayah duduk di sebelah kanan Rara, memeluk anak satu-satunya itu dengan lembut. Semakin terisak Rara menangis tanpa suara di pelukan ayahnya.
"Akhir-akhir ini kamu sering mimpi itu lagi, Ra. Apa obatmu masih ada? Sudah diminum? Kapan jadwal kunjungan ke dr Is? Ayah dan ibu temani ya nduk."
Tanya ayahnya lembut.
"Obat dari dr Is sudah habis yah. Sudah lama. Jadwal kunjungan lusa. Kemarin Rara baru telpon asisten dr Is." Jawab Rara lemah.
"Ya sudah. Sekarang kembali tidur ya nduk. Ambil wudhu terus sholat tahajud. Insya Allah tidurmu bisa lebih tenang lagi."
"Umi temani Rara dulu ya beberapa malam ini. Sampai Rara tenang." Lanjut ayahnya.
---
"Ra.. gimana? Bisa tidur lagi?" Tanya si ayah saat sarapan.
Rara mengangguk pelan. Matanya masih agak bengkak karena menangis dan kurang tidur beberapa hari ini.
"Yah.. nanti malam tolong jemput Rara jam 19.30 ya yah. Rara baru ada rapat jam 17.00." Pintanya pada ayah.
"Iya nduk. Insya Allah ayah jemput jam segitu ya. Nanti ayah pulang kantor langsung menuju ke kantormu saja."
"Tapi nanti ayah kelamaan nunggu." Sela Rara.
"Gak papa. Ayah nanti nunggu di masjid di dekat kantormu itu. Lumayan bisa sambil istirahat dan sholat dulu." Tegas ayah.
"Apa Dion aja yang jemput mbak Rara, yah?" Dion, sepupu Rara memanggil ayah dan umi sama sepertinya karena diasuh dari semenjak kecil.
"Pulang kuliah Dion dari kampus langsung ke kantor mbak Rara."
"Ayah saja yang menjemput. Kamu kan lagi banyak tugas dan ujian semester."
"Raaaa... dipanggil Mbak Gri tuh. Katanya mau bahas persiapan rapat ntar sore." Seru Hesti dari kubikelnya.
Rara memberi tanda ok dengan menyatukan jempol dan telunjuknya. Kebiasaan di kantor ini memang suka teriak sekena hati deh. Walau ada tamu juga kadang mereka tetap teriak.
"Pagi mbak.. kata Hesti ada perlu sama saya?" Sapa Rara ke mbak Gri di ruangannya. Mbak Gri adalah atasannya. Posisinya adalah Direktur Marketing. Tapi orangnya sederhana dan pengertian. Hanya mbak Gri di kantor ini yang tahu kasus yang menimpa Rara beberapa tahun lalu.
Saat itu statusnya sebagai karyawan magang.
"Duduk dulu Ra. Bentar aku selesaikan budget ini dulu ya." Katanya.
Rara mengangguk.
Sekira lima menit kemudian mbak Gri melihat ke arah Rara.
"Gimana materi buat rapat nanti sudah beres? Ada sedikit koreksi ya. Tadi aku sudah corat-coret." Tanya mbak Gri.
"Sudah beres mbak. Tinggal koreksi redaksional lagi aja. Mungkin masih ada typo." Sahut Rara.
"Baguslah.. Memang gak salah kamu aku percayakan proyek ini."
"Mmm gini Ra, kemarin aku ditelpon Pak Bambang HRD. Beliau bilang akan ada assessmen untuk kenaikan jabatan. Posisi Manager Marcomm kan lagi kosong karena Diana pindah bagian. Aku sendiri sudah pusing dengan kerjaan yang berjibun ini. Aku mengajukan kamu dan Zaky untuk ikut assessmen ini ya." Terang mbak Gri
panjang lebar.
Rara terpana. Haaa? Manajer Marcomm? Dengan posisinya sekarang sebagai Superintendent saja sudah sering mengharuskannya pulang habis magrib. Sementara Rara masih takut keluar malam hari.
Masih takut kegelapan.
Masih takut kesendirian.
Masih teringat akan lelaki itu.
"Mmm mbak Gri kan tahu kondisiku. Kalau aku menjadi manajer pasti membuatku lebih sering pulang malam kan mbak? Apalagi kalau sudah persiapan event. Kadang jam sebelas malam atau dua belas malam baru bisa keluar dari kantor. Aku belum bisa mbak Gri." Sahut Rara pelan, berusaha menolak.
"Ra.. aku tahu itu. Makanya kamu harus belajar menghadapi ketakutanmu itu. Buktikan bahwa kamu mampu. Kamu termasuk yang senior di seksi Marcomm ini walau usiamu baru 25 tahun. Kamu kerja di sini sudah 5 tahun lebih Ra. Dari semenjak kamu masih magang pas kuliah."
"Prestasimu bagus. Kerjamu bagus dan tepat. Efektif. Kamu karyawan potensial. Jadi jangan hambat karirmu hanya dengan ketakutanmu itu. Setidaknya mumpung kamu belum menikah Ra. Kebiasaan anak-anak cewek di seksi Marcomm kan kalau sudah menikah langsung minta pindah bagian. Tinggal aku yang semakin pusing." Kata mbak Gri lagi.
"Beri aku waktu sehari ya mbak. Aku konsultasi dulu ke ayah dan umi." Pinta Rara.
"Okee Ra. Aku tunggu jawabannya besok siang ya. Paling lambat besok sore aku sudah harus submit nama ke Pak Bambang."
"Kalau gitu aku ke ruanganku dulu ya mbak. Persiapan buat rapat nanti sore."
Rara berdiri, beranjak dari kursi di depan meja mbak Gri menuju pintu.
"Eh Ra.."
Rara membalikkam badan demi melihat mbak Gri.
"Ya mbak? Ada apa lagi?"
"Itu.. kamu mau ya aku kenalin ke keponakanku. Dia baeek banget loh Ra. Sudah mapan pula. Dan masih single." Kerling mbak Gri.
"Aduuh mbak Gri jangan kaya Agni deh. Pada buka lowongan nyari jodoh buatku. Enggak aah mbak Gri. Makasih. Aku nyaman begini." Lanjut Rara.
Bagaimana mau menjalin hubungan dengan seorang laki-laki? Jika dekat saja dengan lelaki asing tubuh Rara otomatis menolak, gemetar, takut. Lagipula, apakah masih ada lelaki yang mau menerima gadis macam dia ini?
Gadis yang sudah ternoda, bahkan sempat hamil tanpa tahu siapa yang menghamili.
Aaah... andaikan tiga tahun lalu aku menolak tugas itu dan tetap ada di sini, mungkinkah kehidupanku akan tentram? Bersama orang yang kucintai?
Tapi bagaimanapun juga, hal itu sudah terjadi. Aku tidak punya mesin waktu untuk kembali ke masa lalu. Jadi yang bisa kulakukan hanyalah menata masa depan sebaik mungkin. Berharap Allah akan tetap memberikan jodoh terbaik untukku, yang bisa menerimaku apa adanya. Terutama dengan kenyataan yang terjadi tiga tahun lalu.
Sampai sekarang pun, aku tak tahu siapa pelakunya. Hanya saja aku masih bisa mengingat aroma parfum tubuh laki-laki itu. Saat dia menindihku untuk melampiaskan nafsu bejatnya. Bahkan hanya dengan mengingatnya, tubuhku sudah bergetar sendiri, menyampaikan penolakan untuk merewind kenangan itu.
Lelaki itu sepertinya berbadan tegap dan tinggi. Sorot matanya tajam. Suara yang sedikit berat, khas lelaki. Masih terngiang, dia yang menyuruhku untuk diam saja. Aku ingat dia sempat menggagahiku beberapa kali, sebelum aku jatuh pingsan. Yang kemudian aku tersadar san berada di sebuah klinik. Kenapa aku masih bisa mengingat itu, ya Tuhan?
Sementara itu di suatu tempat, ada seorang lelaki tampan bermata tajam sedang menunggu pesawat yang akan membawanya kembali ke Jakarta. Kota kelahirannya. Kota yang dia tinggalkan sejak tiga tahun lalu. Sejak kejadian yang dia sendiri pun tak mau mengingatnya. Dia m*****i seorang gadis, yang hanya dia ingat mempunyai lesung pipi dan t**i lalat di bawah mata.
Tiga tahun lamanya membawa rasa penyesalan, akhirnya lelaki tampan itu berjanji untuk mencoba mencari gadis itu, dan akan menebus semua kesalahannya. Dia hanya bisa berharap semoga Tuhan mempermudah jalannya.
Kadang di malam hari dia sering bermimpi buruk. Mimpi yang sama, terus berulang. Suara tangisan dan rintihan gadis itu, yang memohon padanya untuk menghentikan perbuatan bejatnya. Tapi dia tak peduli. Otaknya saat itu dikendalikan alkohol dan emosi. Sampai akhirnya gadis itu pingsan dan dia tersadar beberapa jam kemudian. Kaget, mendapati dirinya tanpa busana dan ada seorang gadis yang tergeletak tak sadarkan diri di sebelahnya, juga tanpa busana.
Kabur!!! Ya... dia lantas kabur setelah mengantarkan gadis itu ke sebuah klinik. Dia takut! Dia memang lelaki b******n! Bahkan gadis itu masih suci. Dan dia yang mengambil kesuciannya secara paksa.
Berharap, sungguh berharap bisa memutar kembali waktu sehingga hal ini tidak perlu terjadi. Kembali ke Jakarta dengan membawa penyesalan, berdoa dan berharap semoga bisa bertemu kembali dengan gadis itu dan mempertanggungjawabkan perbuatan bejatnya tiga tahun lalu.
Semoga......
~~~
Sebuah cerita cinta sederhana antara Banyu, Rara dan Indra. Perjuangan seorang gadis dengan segala masa lalunya untuk mencari kebahagiaan bersama lelaki yang dicintainya.
Tapi, saat cinta itu datang, dia ditinggal pergi.
Banyu meninggalkannya demi cinta pertamanya. Indra meninggalkannya untuk selamanya. Merasa masih berhak untuk mendapatkan kebahagiaan, Rara kembali menerima cinta Banyu. Lelaki yang sudah menodainya dan melanggar janji. Akankah cerita cinta mereka berjalan dengan mudah?
Ada beberapa lelaki dan perempuan yang hadir dalam hidup mereka. Semoga... ya semoga mereka berjodoh.