Part 10 Menikahlah Denganku, Ra!

1697 Words
Rara sedang memegang ponsel, tampak meragu. Sudah beberapa kali dia mengetik pesan w******p ke nomor seseorang. Tapi tiap kali tinggal menekan send, tiap kali itu pula keraguan menyelimuti. Teringat beberapa hari lalu, saat Rara tersadar akibat insiden lift macet, ketika membuka mata, dia merasa asing. Hingga terdengar suara cempreng yang begitu familier di telinganya. "Ra.. kamu sudah sadar? Alhamdulilah..!" Rara menoleh ke sumber suara itu. Agni duduk di sebelahnya. Wajahnya tampak cemas. Dia memang sahabat terbaik! "Ini... di mana Nie?" Tanya Rara perlahan, mengedarkan pandangan ke sekeliling yang tampak asing. Agni menyodorkan gelas berisi air putih, diteguknya sedikit deni menghilangkan dahaga di tenggorokan. "Ini di ruangan Mas Banyu. Kamu tadi pingsan Ra. Eeh karena ada Mas Banyu pas lagi lewat, ya kamu dibopong deh ke ruangannya." Rara melotot ke arah Agni. Eeeh dibopong?? "Tahu gak, Bu Tantri tadi cerita itu cewek-cewek yang ngariung di depan lift langsung pada mendelik liat Mas Banyu mbopong kamu. Selama ini kan si mas terkenal cuek. Hehehe.. kebayang deh tuh muka-muka Banyu Lover's yang patah hati. Pada berharap kalau mereka yang dibopong." Terang Agni. "Bu Tantri?" Tanyaku gagal fokus dengan cerita Agni. "Iya.. Sekretaris direksi. Tadi Bu Tantri juga bilang kalau Mas Banyu sampai mendelegasikan tugas hari ini ke yang lain, demi bisa nungguin kamu, Ra! Uuuh co cweeet banget kakakku itu." "Eeeh aku ditungguin Mas Banyu? Selama aku pingsan?" "Yapz. Selama 2 jam. Masku gak ngapa-ngapain, cuma liatin kamu aja. Pas aku sampai, Mas Banyu juga lagi duduk di sebelahmu. Sambil menggumankan kata maaf berkali-kali. Entah alasannya kenapa." Kemudian terdengar suara pintu dibuka. Rara yang sudah duduk menyender di punggung sofa menoleh ke arah pintu dan terlihat Banyu memasuki ruangan. Dianggukan kepala perlahan kepadanya, karena masih pusing, dan sepertinya Banyu paham karena membalas anggukan dengan senyumnya yang tidak lebar. Hufft.. lempeng banget sih nih orang. "Hai.. gimana? Feel better?" Tanyanya lembut tapi tetap berada di tempatnya berdiri. Rara melirik Agni yang menyengir lebar. Aduuh itu awas ntar giginya kering Nie. "Alhamdulilah. Terima kasih mas sudah nolongin saya." Dan dia hanya mengangguk tanpa membalas lagi kemudian berjalan menuju ke meja kerjanya. "Nie.. tolong anterin pulang ya." Pinta Rara ke Agni. "Siyaap bos." Kata Agni sambil bergestur hormat. Rara tersenyum saja melihatnya. "Mas Banyu, pinjem mobilnya ya. Buat anterin Rara pulang." Pinta Agni manja. "Aku anterin aja ya. Jadi kamu bisa nemenin Rara. Lagian mumpung belum jam pulang kantor jadi gak gitu macet. Sekarang aja ya pulangnya?" Nadanya terdengar lembut tapi agak memaksa. "Asiiik... gitu doong. Baek banget deh masku ini. Makasih mas." Heboh Agni semangat sambil memeluk Banyu. Segera setelah beberes, kami turun. Berhubung kepala Rara masih keliyengan, dia jalan sedikit tertatih dipapah Agni. Banyu tampak bingung antara mau ikut membantu atau tidak. "Tunggu di lobi ya, aku ambil mobil dulu." Kami mengangguk kompak. Saat mobil datang, Banyu membukakan pintu penumpang depan, entah untuk Rara atau Agni. Karena tidak ada tawaran, Rara memilih untuk duduk di kursi penumpang belakang. Tentu saja Agni marah. Dia langsung ngomel. "Ra.., Mas Banyu kan bukan supir taksi. Masa kita berdua duduk di belakang. Kamu nih ya... Udah kamu duduk depan sana temenin Mas Banyu. Aku mau tiduran di belakang." Menyerah. Akhirnya Rara duduk depan, di sebelah Mas Banyu. Dia tersenyum manis pada Rara. Beberapa kali menanyakan arah jalan dan hal-hal tak penting sekedar basa basi. "Aaah.. " Jeritku kaget. "Kenapa Ra?" Agni dan Mas Banyu juga teriak bersamaan. "Eeh itu aku lupa kasih tahu ke Mbak Gri. Ini ponselku kan mati. Takut Mbak Gri nyariin." "Telpon aja pakai hapeku." Kata Banyu sembari menyodorkan smartphone-nya. "Mmm masih ngelock mas." Kata Rara sambil memberikan kembali smartphonenya. "2401" "Eeh.. " "Itu passcodenya." Katanya kalem sambil tetap fokus nyetir. Agni melongo dengan suksesnya, mendengar ucapan Banyu. "Ish aku kalau nanya gak pernah dikasih tahu." Gerutunya kesal pada si kakak. Sementara Rara berpikir, kalau passcode 2401 itu adalah tanggal, itu seperti tanggal lahir dan meninggalnya Melati. Tapi aah mungkin hanya kebetulan saja. "Makasih ya Mas atas bantuannya hari ini. Mampir dulu yuk, sekalian nunggu magrib terus makan malam sekalian." Tawar Rara, tulus. "Mauuu Ra. Udah lama banget gak makan masakan umi. Asiik.. ayuk mas mampir dulu, masakan uminya Rara uenak-uenak loh mas. Makanya Rara juga jago masak. Uuh kapan-kapan kamu juga harus masakin Mas Banyu ya Ra!" Agni segera menarik kakaknya untuk masuk ke rumah yang sudah dianggapnya rumah sendiri. Dan selanjutnya Agni bercerita dengan hebohnya ke ayah dan umi tentang kejadian hari ini. Sementara Banyu lebih banyak tersenyum canggung, tapi sesekali menimpali perkataan Agni. Malam itu berakhir dengan pamitnya mereka. ~~~ Akhirnya Rara memberanikan diri untuk mengirim pesan melalui w******p. Me: Assalamualaikum. Mas, maaf sabtu besok apakah ada acara? Klo lg senggang main ke rumah ya. Ayah dan umi mengundang makan siang, Agni jg diundang kok. Banyu Samudra: Ok. Heeee? Itu doang jawabannya? Dia bahkan tidak menjawab salam. Me: Klo gitu ditunggu bada dhuhur ya mas. Tmksh Rara jadi malas membalas lagi. Lagipula kenapa jadi terkesan formil banget? Seperti percakapan antara bawahan yang mengundang atasannya untuk makan siang. Hufft! Sebel! Sabtu siang "Nie.. aku kan udah bilang bada dhuhur. Ini kamu jam segini udh dateng aja sih." Keluh Rara sambil melirik jam. Jam 11.15. Bahkan waktu sholat dhuhur juga belum datang! Alhasil dia jadi grubak grubuk memasak. Tidak masak yang spesial sih. Menu hari ini nasi bakar isi ayam bumbu rica dan tempe tahu goreng, tak lupa kerupuk. Kata Agni, Mas Banyu suka masakan yang agak pedas. Makanya aku dan umi memutuskan untuk akhirnya masak nasi bakar saja. Pakai ayam fillet dimasak bumbu rica Manado, tak lupa diberi daun kemangi dan daun singkong yang agak banyak, terakhir disiram sambal bawang pedas. Waah, Agni pasti ngences-ngences deh. Sekarang aja dia malah membuat Rara tambah riweh karena bukannya bantuin bungkusin nasi bakar, tapi dia heboh makan kerupuk. Rara mendelik ke arahnya ketika dia lagi-lagi mengambil bakwan jagung untuk dicemil. "Agniiiii... itu bakwan jagung buat lauk makan bukan untuk cemilan....!" Rara menjerit. Dan Agni hanya tertawa sambil lari ke depan untuk duduk bersama ayahnya Rara dan Banyu. "Sudah.. sudah.." Kata umi. "Ini sudah ada sepiring yang jadi, bawa ke depan ya buat cemilan ayah dan Nak Banyu dulu, Ra. Biar umi yang lanjutin goreng bakwan jagung, kamu fokus manggang nasi bakarnya saja." Lanjut umi. Ketika sampai di ruang tamu, Rara mendengar Agni sedang bercerita dengan semangatnya. "Rara itu jago masak loh mas, terutama masakan Indonesia. Andalannya ayam atau ikan bumbu rica, nasi bakar, nasi liwet Sunda pakai ikan asin, lontong opor dan sambal goreng hati, banyak lagi deh masakan lainnya, iih aku langsung tambah lapar." Kerling Agni genit pada Rara. "Ra.. udah mateng belum nasi bakarnya? Aku laparrrr nih." "Belum Nie. Kan lama manggangnya, mana pakainya oven listrik aja ya karena cuma bikin dikit." Jawab Rara sambil konsen menata meja makan. "Insya Allah habis sholat dhuhur ya Nie, kan aku udah bilang kemarin datangnya habis sholat dhuhur aja. Kamu sih datang kecepetan." "Iyaaa Ra... Ya udah aku sholat dulu ya, udah adzan juga. Tuh Mas Banyu juga mau berangkat ke masjid bareng ama ayah dan Dion. Aku sholat di kamarmu aja ya." Rara hanya mengangguk. Setelah nasi bakar dan teman-temannya beres, Rara kemudian sholat dan sekedar berdandan. Sekalian Rara juga membuat es kopyor untuk menemani makan siang di hari yang panas ini. "Semua ini masakanmu, Ra?" Tanya Banyu, sepertinya heran. Hari gini masih ada gadis yang jago masak. Agni mah boro-boro, mending beli deh daripada dia yang masak. Yang ada dapur berantakan, hasil masakan gak jelas! "Iya mas, tapi tadi dibantuin umi juga kok." "Semuanya? Enak Ra. Pinter masak ya kamu." Pipi Rara memerah dengan suksesnya mendengar pujian tulus Banyu. "Iiish Mas Banyu gimana sih, kan Agni udah bilang dari kemarin kalau Rara pinter masak. Pokoknya udah cocok banget deh mas jadi istri. Pinter masak, bikin kue juga jago, beberes rumah, cantik, sholeha pula. Coba kurang apa tuh mas? " Kata Agni heboh sambil tetap mengunyah. "Eeh ada yang kurang ding satu, lamaran dari Mas Banyu xixixi." Lanjut Agni. "Nie kalau mau bicara jangan sambil mengunyah iih." Kata Rara, mencoba mengalihkan pembicaraan dari tema istri. Diliriknya Banyu sekilas, ingin melihat reaksinya atas perkataan Agni. Dan ternyata dia juga sedang meliri Rara. "Nie.. omonganmu itu loh, kesannya kok Rara cocoknya jadi ART sih bukan jadi istri?" "Lagian kalau soal lamaran, mas mah tinggal nunggu aja kapan Rara mau dilamarnya." Lanjut Banyu kalem. Membuat Rara terbatuk dengan tiba-tiba dan melotot ke arah Banyu. Ayah yang juga kaget dan umi yang tidak sengaja menjatuhkan sendok. Hanya Agni yang merespon dengan tertawa dan bertepuk tangan - tetap sambil mengunyah. "Raaa... kode keras tuuuh. Asiiik akhirnya kamu akan jadi kakak iparku." Agni sepertinya gembira sekali. Rara semakin tertunduk malu. ~~~ "Yon, tolong anterin mbak ke makam Melati ya. Mumpung cuaca lagi gak panas banget. Pakai motor aja ya." Pinta Rara pada Dion yang sedang asik nonton tivi. "Jam berapa mbak?" "Ba'da ashar ya Yon, biar gak panas banget." "Siip mbak.." Sebenarnya Rara hanya ingin mengkonfirmasi, ingin tahu siapa yang sudah datang ke makam Melati. Beberapa kali dia datang untuk nyekar, dan beberapa kali juga dia melihat ada taburan bunga. Ada buket bunga mawar putih dan beberapa tamgkai bunga melati di atas makam. Hanya Agni dan orang rumah yang tahu bunga kesukaannya. Sore hari ketika sampai di makam Melati, Rara melihat siluet seorang lelaki yang sedang jongkok di samping makam. Sepertinya Rara kenal siluet itu. "Mmm Mas Banyu?" Lelaki itu mendongakkan kepalanya, dan menatap Rara tepat di manik matanya, membuatnya menunduk malu, tak tahu apa yang seharusnya dilakukan. Rara berjalan ke sisi makam Melati yang masih kosong, tidak mau bersebelahan dengan Banyu. Sejenak Rara menangkupkan tangannya dan berdoa, membaca Al Fathiha dalam hati. Kemudian Rara membuang rumput-rumput liar yang mulai tumbuh di beberapa tempat. "Mas, jadi selama ini Mas Banyu yang nyekar ke makam Melati? Terima kasih." Katanya pelan. Banyu mengangguk, matanya terlihat sendu. Diam. Hening. Hanya tampak Banyu melihat Rara intens, yang membuat gadis itu semakin menunduk malu. "Ra..." "Mmm.. yaa?" Rara mendungakkan kepala. "Menikahlah denganku, Ra!" "Eeeh..?" "Menikahlah denganku!" Tegas tapi lembut suaranya. "Mmm Mas Banyu melamarku? Di sini? Di makam?" Dia mengangguk. "Mas, aku memang tidak pernah bermimpi untuk dilamar ala-ala princess, tapi ya gak juga mimpi dilamar di makam. Kalau memang Mas Banyu serius, datanglah ke rumah. Lamar aku ke ayah." Jawabku. Dia mengangguk mantap.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD