Anyelir -Langit

1077 Words
"Loh, Om! Berarti Mas Manggala kuliahnya beneran di Korsel? Trus Mas Manggala sekarang masih di Korsel Om?" tanya Anyelir berapi-api, hingga membuat Langit menoleh kearahnya. Pertanyaan Lebay! Cari muka banget. Gerutu langit sembari mencibirkan bibirnya menatap kearah Anyelir. Sontak Anyelir yang mendapat perlakuan dari pria yang lebih cocok jadi manusia salju itu membelalakkan matanya. Puih! Apa maksudnya si Salju masang tampang begitu? "Uwes, ayo makan. Ngapain mikirin Manggala! Doain aja dia insyaf. Oh, ya! Anyelir. Om dan Pak mu sudah sepakat, bulan depan adalah pernikahan kalian. Tak perlu menunggu lama, ngapain selak mubazier, ya Mah…” Andono menoleh kearah sang istri meminta persekutuan. Sang istri dengan antusias menganggukkan kepala, karena mereka menunggu moment ini sudah cukup lama. Anyelir meronta hatinya ketika pembahasan paling menarik sejagat raya ini justru berusaha di skip gitu saja oleh pria paruh baya yang memang telah akrab dengannya sejak kecil. Karena tak ingin kehilangan moment pembahasan menarik, Anyelir melepas tangan tante Sekar dan berdiri menghadang ke arah Om Andono hingga membuat wanita paruh baya terkejut dengan tingkah lucu calon mantunya itu. “Om…boleh gak, Anye minta nomor kontaknya Mas Galla? Pengen video call aja gitu…” tanya Anyelir dengan mimik wajah penuh kawatir, karena takut pria paruh baya ini semakin sensitif. Mendengar pertanyaan tak terduga Anyelir, tak hanya Andono dan Sekar yang terlihat terkejut, begitupun Langit, dia menoleh dua kali ke arah Anyelir, memastikan pertanyaan yang terlontar dari bibir gadis itu. Bocah ingusan! Kalau mau pedekate ama aku ngapain kudu ke Galla segala? Biar dapetin informasi tentang aku? Mimpi! cibir Langit lagi menatap tajam kearah Anyelir seolah ingin menguliti bocah ingusan itu. “Lah, ngopo nanyain nomor henpon Cah Ngawur? Kowe nanti jadi ketularan Edan! Gak usah, lagian mau opo?” tanya Andono sembari melanjutkan melangkah memasuki rumah megah dan berjalan menuju ruang makan. “Sebenernya, kedatengan Anye ke Jakarta pengen diskusi ke Mas Galla, tapi Mas Galla gak ada malahan…” Wajah manyun Anyelir sembari menundukkan kepalanya membuat Andono dan Sekar saling paham. Ayoo…Om. Please! Kepancing ama permintaan aku, butuh banget nih! Doa Anyelir yang terpanjat dari lubuk hatinya sembari sesekali memejamkan matanya. “Lah, mau ngomongin apa sama anak Ndablek itu? Unfaedah! Ndak usah. Nanti malah kena virus gendeng kowe, Nduk…” Mendengar jawaban dari pria di hadapannya membuat Anyelir berfikir keras, lalu spontan dia mendongak kearah Andono dan mendekat dengan otak liciknya. Aksi tak terduga Anyelir membuat Langit semakin memanas, terlebih ketika melihat bocah ingusan itu berbisik kepada ayah yang sangat dia hormati. Bocah! Mau apa sih? Kenapa ada mahluk begini di bumi yang indah ini, ni orang dari planet mana sih? Gerutu Langit sembari melangkahkan kaki menuju ke dalam kamar mandi rumahnya. “Om. Tujuan Anye buat nemuin Mas Galla buat melancarkan aksi perkenalan diri ke Mas Langit, Om. Makanya Anye minta nomor Mas Galla…” bisik Anyelir membuat Andono sontak tertawa dengan tangan bertepuk, hingga membuat sang istri tak kalah penasaran. “Kamu memang brilliant banget, Nduk. Gak salah kamu itu jadi calon istrinya Langit yang kaku, keras kepala dan sok-sokan…” jawab Andono lagi. “Kenapa nama Langit di bawa-bawa, sih Pa?” gerutu Langit masih menatap Anyelir penuh intimidasi. “Ehh keppo-kan, ada apa kok sebut nama Langit, Ayoo bagi tahu donk…mama juga pengen di bisikin, tentang apa itu?” tanya Sekar menatap sang suami lalu menatap Anyelir secara bergantian. Lalu Anyelir mengakat jari telunjuknya di bibir dan berkata “R-A-H-A-S-I-A” Melihat tingkah genit Anyelir sontak membuat Sekar merasa muda kembali. Atmosfer yang di bawa Anyelir membuatnya terasa muda kembali. “Ugh! Ngegemesin kamu emang. Mantu idaman banget siih…” jawab Sekar tak kalah menggemaskan hingga membuat Andono mencolek pinggang sang istri. Hoel! mulai kepancing. Daebak! Emang Anyelir kamu jempolan banget…” “Mah, sepertinya niatan kita buat nikahkan mereka di percepat aja, pasti ya? Bulan depan, gimana?” tanya Andono antusias. "Pah. Bulan depan malah kesuwen buanget iku. Gimana kalau minggu depan. Semua-kan bisa di bereskan, yang penting Langit dan Anye syah dulu biar terikat..." Suara Sekar Gayatri membuat Andono tersenyum mengangguk. Mereka duduk di meja makan dan memberikan beberapa menu ke calon mantu kesayangannya. Sementara Anyelir semakin lesu menekuri piring, mendengar kalimat yang terlontar dari sepasang suami-istri itu. Oettokke? Tiba-tiba keluar jalur, dan mereka semakin serius dengan perjodohan? “Anyelir, gak keberatan bukan, kalau harus menikah dulu dengan Mas-mu terlebih dahulu, baru melanjutkan kuliah lagi. Lagian kudu di sah kan dulu, biar aman dan halal…” ucap sang ibu, lalu menoleh kearah sang putra yang terlihat khusuk dengan menu yang ada di hadapannya seolah tak terjadi apapun di rumah itu. “Gimana menurut kamu, Langit? Kamu bisa kan persiapin diri secepatnya buat nikahin Anyelir?” tanya Sekar dengan mimik wajah tidak sabar. Seperti sedang janjian, keduanya terlihat terbatuk dan saling tatap. “Loh-loh…belum nikah aja sudah couple-an…” celetuk Andono yang sangat antusias. “Couple-an maksudnya gimana, Pah? Mama gak mudeng…” jawab Sekar terlihat bingung. “Lah, itu tadi mereka batuknya couple…” Sontak keduanya cekikikan. “Mah, Pah…Langit duluan, ya? Mau ketemu klien…” ucap Langit dengan tangan mengelap bibirnya menggunakan sapu tangan yang tersedia di meja makan. “Loh-loh-loh…mau kemana kowe? Gak ada klien-klienan! Pokoke kudu fokus ngurusin calon istrimu, Langit!!” gertak Andono dengan nada tinggi hingga membuat Anyelir terkejut. Terdengar Langit mendengkus kesal, sembari melirik Anyelir dengan tajam. “Baik, Pah. Langit ke kamar dulu kalau gitu…” jawab Langit dengan lesu, karena memang baginya tidak ada celah melawan perintah sang ayah. “Duduk kata Papah!!” perintah Andono tegas, hingga membuat Anyelir melirik kearah Langit dengan sedikit kawatir. Ya, Anyelir kawatir akan Langit, tapi tunggu dulu, jangan berharap berlebihan terlebih dahulu tentang Anyelir. Dia bukan kawatir karena Langit akan berkecil hati atas perlakuan orang tuanya. Dia hanya kawatir jika Langit akan mempersulit niatnya untuk menikmati konser idola KPOP kesayangannya. “Om! Anye boleh numpang istirahat, gak? Soalnya ngantuk dan badan berasa cape banget gitu, Om…” celetuk Anyelir tiba-tiba dengan memasang wajah semanis mungkin. Dia tidak ingin situasi di rumah ini menjadi kaku karena dirinya. Tentu saja hal itu akan merugikannya, bisa saja Langit akan mempersulit dirinya selama berada di Jakarta. “Paah—, udah , jangan keras-keras, Anyelir wes ngantuk loh. Lelah mau istirahat, malah sampean ngajak gelud…” gerutu Sekar dengan mata yang tak ter pindah dari putra semata wayangnya, yang telah tertunduk dengan wajah masam. “Ehh kowe ini belain anakmu terus, mereka jadi besar kepala gini, loh Mah. Anyelir dateng itu, Pastikan Anyelir gak merasa tersiksa berada di Jakarta, Mah…”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD