Jalanan lumayan macet pagi itu, hiruk pikuk jalanan membuat kekesalan Langit bertambah. Hingga dia menggerutu sepanjang jalan dengan diiringi tangan lincahnya membunyikan klakson mobil. Beberapa kali dia hampir saja mengalami kecelakaan, untung saja tangannya lincah.
Sementara, Anyelir yang sudah menyiapkan rencana, untuk menghindar agar menginap di keluarga Om Andono, perlahan bangkit dari kursi dan berjalan menuju keluar bandara dengan wajah tersenyum menang.
Maaf ya, Pak. Om Andono dan Om Salju! Aku tak bermaksud ngerjain kalian semua, cuma aku harus mencari cara agar bisa menikmati konser dengan lancar tanpa gangguan. Karna kalau aku menginap di rumah Om Andono, aku kemana-mana pasti harus di kawal manusia Salju. Tapi kalau gini kan ada alasan. Tinggal bilang ke Bapak, kalau aku sudah lama nunggu tapi jemputan tidak datang, Bapak pasti membelaku dan percaya padaku, apalagi barusan aku video call dengan Bapak. Syukur-syukur Bapak batalin perjodohan sesat ini. Ahh emang dasar cerdas kamu Anye!
Gumam Anyelir dalam hati sembari berdiri tegak menunggu taxi yang lewat, beberapa taxi tampak sudah berpenumpang. Anyelir sengaja memesan taxi komersil bukan online untuk menghindari penilaian sang ayah bahwa dia sengaja.
Senyum selalu mengembang di wajah Anyelir dengan sesekali cekikikan karena geli telah berhasil mengerjai orang tuanya.
Anyelir tak memperdulikan orang lain yang menatapnya dengan sorot mata penuh tanda tanya. Baginya bertemu dengan idol kesayangan adalah yang utama.
Dari kejauhan tampak taxi mendekat, segera Anyelir mengayunkan tangannya untuk menyetop taxi.
" Kok nyetop taxi, kamu? Pengen saya kena marah lagi karena ulah kamu, hah?! "
Jantung Anyelir mendadak berdetak lebih kencang dari biasanya. Senyum menghilang dengan seketika dengan sedikit keraguan dia menoleh kearah belakang dimana suara itu berkata.
" Ehh. Om Langit! " Teriak Anyelir sembari melonjak mengagetkan beberapa orang yang melintas di sekitar mereka. Tentu saja itu hal yang di sengaja Anyelir untuk membuat pria yang di hadapannya ini jengkel.
Sontak wajah Langit memerah karena malu dirinya menjadi pusat perhatian orang, lalu dengan sigap dia menarik tangan Anyelir dengan satu tangan menarik koper berjalan menjauh dari kerumunan menuju mobilnya terparkir.
Langit menghempaskan Anyelir dengan kasar ke dalam mobil dan menutup pintu dengan keras. Lalu dia mengangkat koper ke dalam bagasi sembari menendang koper tersebut sambil menggerutu.
Anyelir tertunduk kesal melihat situasi yang tak sesuai dengan rencananya sembari memainkan kaki.
Sementara Langit telah melajukan mobilnya dengan kencang hingga membuat Anyelir mencibir sembari menoleh ke jendela.
Mahluk beginian yang bakal jadi suamiku? Huh. Jangan mimpi! Gak ada manis-manisny bersikap dengan wanita secakep aku! Awas saja dia nyakitin aku dan mengadu yang gak-gak ama Bapak.
Lamunannya terhenti manakala ponsel pria di sampingnya berdering.
Melihat siapa yang menghubungi, Langit langsung menjawab panggilannya.
" Halo Pah. Langit sudah perjalanan mau kerumah..."
Jawab Langit dengan wajah tanpa ekspresi.
" Sudah bareng Anyelir kamu kan? Yasudah ajakin Anyelir istirahat. Ingat selama Anyelir di Jakarta, limpahkan semua pekerjaan kamu ke asistenmu. Tidak usah urus pekerjaan. Nanti biar papa yang back up. Yang terpenting adalah kamu menemani calon istrimu, jangan mengecewakan kedatangannya menemuimu, Langit. Ingat! Jaga sikapmu Nak.." Ucap sang ayah di seberang dengan penuh harap.
" Iya, Pah. Jangan kawatir, dia juga gak mungkin hilang di Jakarta. Papa nikmati saja dulu perjalanan, jangan pikirkan kami, oke Pah. Langit sedang nyetir nih. Sudah dulu ya..." Jawab Langit segera mematikan ponselnya dan menyimpannya di saku kemejanya.
Lalu dengan tatapan tajam dia menoleh kearah Anyelir yang tengah menikmati pemandangan sepanjang jalan.
" Heh. Denger kamu kan? Kemanapun tujuan kamu sebenarnya, aku harus ikut. Dan satu lagi. Tidak ada tujuan lain selain rumah. Aku lelah!"
Sontak Anyelir menoleh kearah Langit dengan bola mata membulat sempurna menatap Langit yang tampak menahan kemarahannya.
Anyelir langsung memutar otaknya guna meluluhkan pria berhati es di sisinya ini.
" Denger gak telinga kamu?" Tanya Langit lagi.
Anyelir hanya mengangguk lesu. Dia mengerutkan wajahnya lalu menggigit kukunya sembari menaikkan kaki keatas kursi mobil.
Langit sesekali melirik kearah wanita yang telah membuatnya kesal. Wanita yang mampu membuatnya menganggur tanpa aktivitas sama sekali hanya untuk melayaninya selama di Jakarta.
Memangnya siapa dia? Aku harus melayani bocah ingusan layaknya putri raja! Aku adalah Langit Segara. Siapapun yang mendengar namaku akan paham siapa aku, kecuali bocah laknat di sisiku ini. Ini yang akan ku nikahi? Lebih baik aku lajang seumur hidup. Puih!
Perjalanan itu hening, hanya terdengar suara merdu penyanyi dari balik tape mobil yang mengiringi perjalanan mereka menunu rumah mewah milik keluarga Andono.
Mobil terhenti di halaman luas, tampak dua orang tergopoh-gopoh menyambut kedatangannya. Yang mengejutkan dua orang itu adalah ayah dan ibunya.
Langit mengerutkan dahi menatap pemandangan di hadapannya, rasa-rasa tak percaya bahwa ayah dan ibunya yang seminggu terakhir meminta izin keluar kota, tiba-tiba sudah berada di rumah.
Sementara Anyelir merubah raut wajahnya dari murung menjadi sumringah melihat Om Andono dan tante Sekar menyambutnya.
" Tanteee..." Anyelir berlari menuju tante Sekar yang berlari menyambutnya.
Langit hanya mencibir melihat pemandangan di hadapannya.
" Anyelir, mantuku... wajahmu kuyu banget nduk, kamu pasti kecapean ya, lama nunggu calon suamimu di bandara sendirian? " Tanya Sekar sembari melotot kearah Langit yang tertunduk kesal.
Sekar Gayatri membelai rambut Anyelir dengan penuh kasih sayang.
" Langit bawa koper Anyelir ke kamar. Biarkan Anyelir istirahat setelah sarapan..." Perintah Andono tegas kearah Langit dan berjalan mengiringi Anyelir menuju meja makan.
" Tante Sekar sama Om Andono sehat kan? Seger banget wajahnya, bukannya lagi keluar kota om, tante? " Tanya Sekar menoleh kearah keduanya yang menggapitnya kanan kiri.
Om Andono mengerlingkan matanya. "Sebenarnya Om dan Tantemu tidak keluar kota, kami hanya berlibur di hotel, sepi banget di rumah apalagi sejak Tarra, Mas-mu itu memilih terjun langsung mengelola tambang yang di kalimantan, trus pusing dengan tingkah bandel Manggala yang sering bolak-balek Korsel - Indonesia. Dia kira duit kayak daon tinggal mutes opo piye?"
Signal Anyelir terkoneksi begitu Om Andono menyebut nama Kora Selatan.
" Om. Jadi Mas Manggala kuliah di Seoul? Korea Selatan? Negeri Gingseng? " Tanya Anyelir berapi-api.
Siapa yang tak langsung bangkit semangatnya manakala mendengar sefrekuensi di telinganya.
" Laiyo. Alesan saja kuliah disana. Pasti itu niatnya mau nonton nyanyi-nyanyi! Mas mu yang satu itu kan punya kelainan, mosok prempuan koyok gitu di tonton. Cah edian! "
Anyelir sontak melotot mendengar girl group di katain "Koyok gitu" ambigu banget kan? Di tambah kalimat Cah edian! membuat hatinya mleyot.
Cerita ini sabar, ya? Tapi pasti terbit disini, kok.