“Iya, Pah. Papah tenang aja, selama Anyelir ada di Jakarta, nanti Langit yang akan kawal dia kemana-mana…” jawab Langit tegas membuat Anyelir mendongakkan kepala dan menoleh kearah Langit penuh khawatir.
Hoel! Kenapa mahluk salju jadi gini?
“Nah—, gitu dong! Baru anak kebanggan Papah…yowes ajak Anyelir istirahat sono, Papah mau ngobrol sama Mamah dulu…” jawab Andono terkekeh senang
“Langit…bawa Anyelir ke kamarmu sekarang…” celetuk Sekar tiba-tiba menghentikan langkah Langit.
“Kenapa ke kamar Om Langit, Tante?” tanya Anyelir spontan, bahkan dia lupa bahwa baru saja memanggil langit dengan sebutan Om, hingga membuat si pemilik nama menoleh dan membelalakkan matanya.
“Ehh, kok manggil Om, Anye? Sama calon suami itu manggil Mas…” ucap Sekar membuat Anyelir menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
“Anye jadi blank karena kecapek-an kayaknya, Tante…” kilah Anyelir membuat Andono yang sejak tadi diam, tiba-tiba menyahut.
“Langit, buruan bawa Anyelir ke kamar kamu. Biar istirahat, kamu jagain Anyelir selama dia istirahat jangan keluar kamar!” tegas Andono membuat sang istri spontan mencolek tangan sang suami.
“Nah, bener banget. Biar Anye bisa makin nyaman…” sambung Sekar dengan tenang, meski dalam keadaan kesal tapi Langit tak sedikitpun memperlihatkan diri bahwa dia tidak menerima keputusan ibunya, Langit memilih meninggalkan meja makan dan berjalan menuju kamarnya berada dengan wajah tegang.
“Ta-tapi, Tan?” Anyelir menggaruk kepalanya.
“Hush! Ikutin aja, ojo ngeyel…” sahut Sekar.
Tampak Sekar mengantar Anyelir menuju kamar Langit.
"Tante. Apa ndak pa-pa, kalau Anye istirahat di kamar Om ehh Mas Langit? Kan Anye bisa tidur di kamar tamu, tante..." Elak Anyelir karena enggan berhubungan dengan manusia salju ciptaan Tuhan di hadapannya.
" Hust! Jangan ngebantah omongan Tante. Pokoke kowe kudu semakin deket dengan Langit. Sebagai prempuan kowe tau apa yang harus di lakukan. Ingat pernikahanmu ndak lama lagi, jadi kalian harus semakin akrab..." tegas Sekar sembari membuka kamar sang putra yang terletak di lantai dua.
Langit menoleh ketika pintu terbuka. Dan sesuai dugaan, yang datang adalah sang ibu, dan bocah ingusan yang ingin dia benamkan ke dasar lautan, tapi dia adalah Langit, pria yang selelu berhasil menyembunyikan perasaan sesungguhnya, hingga dia memilih tersenyum ketika melihat sang ibu datang.
"Mamah, tumben sampai kesini segala?”sapa Langit ramah ketika sang ibu membuka pintu dan hanya menongolkan wajahnya.
Setelah mendapat sambutan ramah dari sang anak, Sekar Gayatri memberanikan diri membuka pintu lebar, dab terlihat Anyelir berdiri mematung di sisinya.
"Biarkan Anyelir istirahat disini,ya Nak? Sesuai perintah papamu, tugasmu adalah menjaga Anye selagi dia istirahat! Ingat Jangan meninggalkan Anyelir sampai maksimal jarak tiga meter..." ucap tegas sang ibu sembari mendorong Anyelir ke dalam lalu menutup pintu dengan sigap.
Sekar Gayatri berdiri di balik pintu sembari tersenyum geli, lalu melanjutkan berjalan menuju ruang kerja dimana suaminya berada.
"Bagaimana Ma?" tanya Andono penasaran.
Sang istri menyuguhkan jempolnya ke depan menandakan kesuksesan misi mereka.
"Seperti usul papa tadi, Mama dorong Anyelir ke dalam dan tutup pintu, sambil kasih peringatan ke Langit..." sontak keduanya terkekeh geli
“Nah! Mantep itu, biar tau rasa si Langit. Lagian jadi laki-laki kok kaku banget, gayanya sok jual mahal sama Anye, padahal dia juga dalam hati pasti ngarep sama Anye…” cibir Andono sedikit kesal melihat tingkah sok jual mahal sang putra.
“Lah! Serius Pa? Kalau anak kita sebenernya suka sama Anye? Seneng banget kalau iya, tapi sepertinya Langit juga ada deket sama wanita lain, bener gak, Pah?” tanya Sekar menatap suaminya dengan mimik wajah penasaran.
“Lah! Buktinya dia nurut, gak ada aksi tolak-menolak seperti yang Galla lakuin, atau Tarra, bener gak Mam? Langit itu kalaupun iseng di luaran, pasti dia lebih mementingkan masa depannya bersama Anyelir dong. Ingat, Mah…sejauh-jauhnya burung terbang, dia akan kembali ke sangkar…” jawab Andono tegas, hingga membuat sang istri manggut-manggut.
“Bener juga, sich Pah. Selama ini Langit nunggu Anyelir, tapi modus jual mahal…”
Kembali keduanya terkekeh sembari memegangi perutnya.
Sementara di dalam kamar itu, wajah Langit terlihat kesal. Dimana dirinya tak mendapat kebebasan lagi. Haknya sebagai warga negara yang di lindungi undang-undang hilang sudah, karena kehadiran bocah ingusan yang sangat ingin dia musnahkan dari muka bumi ini.
"Jadi apa mau berdiri di situ terus? Bukannya mau istirahat dan tidur di sini? Haruskah aku menina-boboin? " Sindir Langit, tanpa menoleh kearah Anyelir dan justru memunggungi bocah ingusan itu.
Yang benar saja mama. Memeintahkan aku untuk tidak meninggalkan bocah ini dalam radius tiga meter. Hidup macam apa ini!
“Hah?! Nina bobo in? Gak perlu gitu juga kali, Om!” jawab Anyelir santai.
Mendengar bocah ingusan itu memanggilnya dengan panggilan Om, membuat Langit secepat kilat bereaksi, dia menatap tajam Anyelir yang masih berdiri mematung, sembari berfikir keras.
Eotteokhae! Situasi makin rumit. Putar otak Anye. Jebal! Jangan sampai otakku kaga efektif, Anyelir, pasti bisa! Fighting!!
Bisik hati Anyelir dengan kata sok gaul terselip bahasa korea yang sering muncul di drama Korea yang memang menggemari artis-Astrid ya.
"Kenapa kau diam saja, setiap kali berhadapan denganku? Atau kau mendadak bisu ketika di dekatku? Buktinya kau tadi berbincang ama mama-papa dengan santai…” ucap Langit menatap tajam kearah Anyelir.
Tentu saja kalimat seperti itu membuat Anyelir terkejut.
"Heh.Katakan tujuanmu kesini? Sebegitu inginkah kau menikah denganku? Waktu kecil, aku membiarkanmu berkata seperti itu karena kau memang anak kecil. Tapi, sekarang kau sudah memiliki otak bukan untuk berfikir!"
Langit terus memberikan serangan kepada Anyelir. Kalimat terakhir membuat Anyelir menolak untuk diam.
" Ommo-ommo. Om Langit yang terhormat! Kejadian masa kecil itu murni kebegoan Anye! Tapi sekarang? Apa tadi Om katakan? Sebegitu ingin? Puihh! Jangan mimpi. Lagian situ gak pantes juga jadi suami Anye. Gak ngaca apa? Situ sudah tua!"
Langit mendadak bangkit berdiri mendengar orang menghina dirinya. Seumur hidup yang pernah di jalaninya, belum pernah sekalipun orang menghina dirinya.
Sementara di kamar pribadi miliknya, ada seorang bocah SMA yang menghinanya sedemikian rupa, Tentu saja membuatnya kesal yang tak terobati.
Sementara Langit yang semula berdiri sedikit jauh kini sudah semakin mendekat kearah Anyelir dengan wajah merah padam bak kepiting saos tiram. Kalau udah begitu paling enak di makan apalagi pas laper. Sayangnya saat ini Anyelir dalam posisi kenyang sehingga menatap wajah pria di hadapannya membuatnya ketar-ketir dan menundukkan kepala dengan cepat demi menyelamatkan diri