7

1258 Words
Author POV. Hari ini Lolita mendapatkan telpon dari Dokter Diandra agar ia bisa berlibur sehari dan tak kerumah sakit, Lolita merasa sangat senang mendengar apa yang di sampaikan dokter pembimbingnya itu akhirnya ia bisa berlibur dan menghabiskan waktu sehari walaupun hanya berada di rumah. Ponselnya berderin. Telpon dari Yuna sahabatnya. Sahabatku +6289633001*** Memanggil. "Hallo?" "Kamu sudah di rumah sakit?" Tanya Yuna. "Aku di rumah, hari ini aku di berikan cuti. Ada apa?" tanya Lolita. "Aku akan ke rumahmu kalau gitu," jawab Yuna. "Baiklah," kata Lolita sembari mengakhiri telpon. Untung saja hari ini ia di berikan libur setelah beberapa minggu ini dia hanya bekerja dan mengurus anak magang tanpa mengenal istirahat, tanpa bertemu bantal. Namun, Yuna akan datang dan mengganggu waktu istirahatnya, Yuna memang selalu mengganggunya. ■■■■■ Beberapa menit kemudian Yuna sudah datang, Lolita lalu menyuruh pembantunya membukakan pintu untuk Yuna yang sedang berdiri di depan pintu. "Mbok, Lolita ada?" tanya Yuna. "Iya, Non. Non Lolita ada di dalam," jawab sang ART. "Ya udah, Mbok, saya masuk ke sana sekarang, ya." Yuna lalu menghampiri sahabatnya yang sedang menikmati jus jeruk buatan Mbok. Terlihat menikmati waktu senggang, tidak seperti biasanya Lolita terlihat santai, biasanya akan menghabiskan waktu hanya bekerja di rumah sakit. "Nyantai bener kamu, gitu donk, nikmati waktu sebentar saja, untuk merawat diri atau menyenangkan diri," kata Yuna seraya duduk di samping sahabatnya. "Ngapain kamu kemari? Tumben banget datengnya cepet banget, biasanya ‘kan lelet, pasti ada berita nih, aku yakin.” Lolita seraya menaruh majalah yang di bacanya tadi di atas meja. Lalu, meneguk jus miliknya. "Aku kemari mau mengajakmu bertemu Andri juga Gibran di cafe dekat kantor Gibran, kamu bisa, ‘kan? Sepertinya Gibran terkesan sama kamu," kata Yuna merebut gelas dari tangan Lolita dan meneguknya. "Aduh, Yun, aku ‘kan udah marah banget waktu tau kamu sedang berusaha mencomblangkan aku dengan Gibran, kamu kira aku mau apa? Aku gak mau di comblangin, aku bisa nyari sendiri kok," kata Lolita kembali merebut jus jeruknya. "Kali ini aja, Lol. Please … aku sudah terlanjur janji sama Andri, mau ya. Aku ‘kan gak pernah minta apa-apa dari kamu, masa nyempetin waktu aja gak bisa buat aku, lagian kamu ‘kan hari ini cuti jadi cuma hari ini juga kan kesempatanmu? Aku janji ini yang terakhir," kata Yuna yang berusaha merajuk kepada sahabatnya dengan menarik lengan Lolita. “Aku pengen istirahat di rumah, Yun, aku gak kepengen kemana-mana,” kata Lolita. “Kamu kok jadi temen susah banget ya di bujuknya, kok sama aku gitu amat?” Yuna menundukkan kepala, jurus terakhir Yuna yang sering di katakannya kepada Lolita, karena Lolita tidak akan tega. “Kamu janji ini yang terakhir?" tanya Lolita untuk memastikan. "Gibran ‘kan tampan banget, mapan, berkelas, sesuai tipe kamu juga dengan bentuk tubuh yang ideal dan wajah serta tubuh yang bersih, apa kamu gak tertarik?" tanya Yuna. "Aku gak butuh lelaki dari kesuksesan dan tampan yang dia punya, aku hanya butuh kenyamanan aja gak butuh apa-apa. Aku gak lagi nanyain itu, Yuna, yang aku tanyain kamu janji ini yang terakhir? Aku gak mau ada waktu yang berikutnya," kata Lolita. "Baiklah. Aku janji ini yang terakhir usahaku mencomblangkan kamu dengan lelaki lagi, aku akan menutup rapat-rapat mataku ini," kata Yuna sembari mengangkat kedua jarinya dan berjanji. Lolita pun setuju ikut Yuna untuk bertemu dengan Andri juga Gibran, meski berusaha menolak, namun Yuna selalu saja memaksanya,  jika tidak cepat mengiyakan, Yuna akan kecewa dan terus memaksa. ■■■■■ Sampai di kebun binatang, Lolita dan Yuna lalu duduk di salah satu bangku yang di siapkan untuk pengunjung yang datang, Lolita merasa sangat risih berada di kebun binatang ketika umurnya sudah begitu dewasa. Ia masih mengingat begitu jelas ketika mengunjungi kebun binatang ini di saat umurnya masih kecil. "Apaan sih, Yun, kok kita ketemunya di sini?" tanya Lolita, seraya mengedarkan pandangannya. "Aku udah tanya sama Andri katanya bener tempatnya ini, kebetulan mereka berada di sekitaran sini, kita tunggu saja, ya, kamu jangan banyak ngeluh, Lol," jawab Yuna sembari menapis wajahnya menggunakan kertas karena kepanasan. Tak lama kemudian Gibran dan juga Andri akhirnya datang menyapa mereka di suasana panas seperti ini, ketika matahari menyengat mereka. "Kita ngapain ketemu di sini? Apa gak ada tempat lain? Selera kencang lo gak sesuai sama badan lo yang gede.” Gibran menggeleng yang juga begitu risih berada di kebun binatang. Apalagi pas ketemuan seperti ini. "Kita berdua maunya di sini, kalau kalian mau ketempat lain, boleh aja, gak masalah," kata Yuna seraya merangkul kekasihnya dengan mesra dan beranjak pergi menuju kawasan gajah yang berada di pojok kiri. Lolita dan juga Gibran begitu salah tingkah ketika Yuna dan Andri meninggalkan mereka berdua. "Kita teduh di sana aja, di sini ‘kan sangat panas," kata Gibran mengajak Lolita. Lolita hanya ikut langkah kaki pria yang Yuna jodohkan dengannya. Sesekali Yuna dan Andri saling menyikut melihat Gibran yang tidak lagi segan-segan menyapa Lolita. Sampai di salah satu warung yang berada di sekitaran kebun binatang, Gibran membeli dua kaleng minuman untuk dirinya dan juga untuk Lolita yang merasa sangat kehausan sejak tadi karena harus melawan panasnya matahari. Pengungjung pun terlihat makin ramai karena hari ini adalah weekend. "Ini minum dulu," kata Gibran seraya memberikan sekaleng minuman kepada Lolita yangg sudah ia beli. "Makasih," ucap Lolita, gugup. "Kita tinggalkan mereka berdua saja dan kita ke cafe seberang jalan, bagaimana?" ajak Gibran tanpa menoleh ke arah Lolita. "Iya … boleh," jawab Lolita. Sampai di cafe seberang jalan, Lolita dan Gibran memesan minuman dingin yang bisa menghilangkan haus karena sejak tadi mereka begitu kehausan karena terik matahari yang menyengat tubuh. "Kamu mau pesan apa?" tanya Gibran. "Aku sandwich sama air putih saja," jawab Lolita. "Baiklah,” jawab Gibran. “Sandwichnya dua, air putihnya dua serta kopi satu, ya." Pesan Gibran kepada salah satu waiters. Sepeninggalan pelayan café, Gibran sesekali melihat kearah Lolita yang tak menoleh ke arahnya sama sekali. "Kamu sudah merasa gak panas, ‘kan?" tanya Gibran. "Iya. Udah mendingan, di luar mataharinya nyengat banget," kata Lolita seraya meneguk air putih yang di siapkan pelayan cafe untuk mereka berdua. "Aku mau nanya satu hal sama kamu, boleh?" tanya Gibran seraya menatap Lolita sejenak, tatapan mereka berpadu menjadi satu. "Silahkan," kata Lolita. "Apa kamu lupa sama aku?" tanya Gibran yang sepertinya akan mengatakan bahwa mereka pernah bertemu sebelumnya. "Lupa? Apa kita pernah bertemu sebelumnya?" tanya Lolita. "Aku adalah lelaki yang pernah kau mintai tolong saat mobilmu terjebak macet dan kau meminta tolong agar aku mengantarrmu ke rumah sakit karena nyawa seseorang dalam bahaya, kamu pasti masih ingat." Gibran lalu menjelaskannya. "Apa? Jadi kamu lelaki itu? Lelaki yang mengendarai motor balap itu? Kok kamu gak bilang-bilang? Aku gak tau kalau kamu adalah pria itu, karena waktu itu aku hanya melihat matamu dan sebagian wajahmu kamu tutupi dengan masker. Aku sempat mengira pria yang pernah mengantarku itu adalah anak ABG yang baru bolos sekolah," kata Lolita yang merasa agak santai dan nyaman mengobrol dengan Gibran setelah tahu Gibran siapa. Gibran tersenyum seraya meneguk air putih yang sudah ia pesan, sesekali menggelengkan kepala. “Jadi, kamu berpikir bahwa aku ini anak ABG?” “Iya. Makanya aku terkejut, aku minta maaf ya,” “Kok kamu bisa mengira aku ini anak ABG? Lihat dari mana?” tanya Gibran. “Dari motor balap kamu,” kekeh Lolita. “Haha … memangnya hanya anak ABG yang suka motor balap? Aku juga suka, malah lebih suka naik motor di bandingkan naik mobil,” kata Gibran. “Aku mengiranya begitu,” kekeh Lolita. Obrolan asyik mengalir begitu saja dari keduanya, ada rasa nyaman dan hangat ketika mereka dekat seperti ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD