35. Pahlawan kelas F

1020 Words
Pada akhirnya Hana tidak bisa menghalangi Tobias untuk mendaftar seleksi pemilihan duta sekolah. Cewek itu menggigit kukunya sambil menunggu Tobias yang tengah mengisi formulir di ruang kesiswaan. Beberapa siswa dari kelas lain ikut memenuhi ruang kesiswaan saat ini. Hana tidak bisa ikut masuk hanya bisa mengintip lewat jendela. Cewek itu berdiri di atas kursi dikarenakan tubuhnya tidak bisa meraih jendela yang terletak lebih tinggi. Matanya menyipit melihat Tobias tampak mengobrol dengan salah satu siswi yang tidak asing. Ah, iya, anak kelas A. Tidak hanya itu. Beberapa siswi sudah ikut mendekati Tobias. Bahkan ada yang mengulurkan tangan mengajak berkenalan. "Kok lama salamannya. Woy lu mau ijab kabul apa kenalan. Lepas ish gatel." Hana mendumel sambil mengintip. Mereka sekarang entah melemparkan jokes apa sehingga Tobias terlihat memaksakan tawanya. "Pasti garing tuh, kasian banget temen gue tertekan di deket mereka," komentar Hana. Selesai Tobias mengisi formulir, ia menyerahkannya kepada salah satu staf di sana. Lalu ia terlihat seperti pamit kepada teman-teman barunya untuk keluar lebih dulu. Cowok itu sedikit terlonjak saat melihat Hana tengah berdiri di atas kursi sambil melipat kedua tangannya dan bersender di tembok samping pintu. "Lo ngapain di situ?" "Nungguin lo." Hana turun dari kursi itu. "Lo bukannya paling nggak suka sama yang begini. Kenapa sekarang ikut?" Tobias tidak menjawab, memilih untuk berlalu melewati tubuh mungil cewek itu. Membuat Hana harus mengejarnya dari belakang. Dengan susah payah cewek itu menyejajarkan langkah mereka. "Lo kalau nggak bisa nggak usah maksa deh, Bi." "Gue bisa." "Gue nggak yakin," celetuk Hana. Ayunan kaki Tobias berhenti mendadak. Hana pun ikut berhenti. Kepalanya mendongak untuk melihat wajah cowok itu. "Semua orang bisa berubah. Kalau lo lupa. Gue saat ini bisa melakukan yang nggak bisa gue lakuin sebelumnya." Cowok itu menyentuh bahu Hana. "Jadi mulai sekarang, berhenti ngatur-ngatur gue lagi." Kelopak mata Hana bergerak. Tubuhnya mendadak kaku karena perkataan Tobias. Kemudian cowok itu menarik tangannya dan menaruhnya ke dalam saku celana. Kembali berjalan santai tak memedulikan perubahan Hana akibat perkataannya. Melihat punggung Tobias yang makin mengecil membuat Hana tak lagi mengejar ketertinggalannya. Ia berjalan biasa sesuai dengan kemampuan ayunan kakinya. *** Hari ini adalah hari di mana seleksi itu di mulai. Para temannya sudah mengerubungi meja Tobias. Memberikan petuah, motivasi, dan strategi agar Tobias berhasil terpilih. Bagaimana pun juga kalau perwakilan dari kelas F yang terpilih, nama sebelas IPA F juga yang bagus. "Nanti lo jangan tatap mata jurinya, Yas, kalau lo gugup mata lo lurus ke depan." Jojo memeragakan apa yang ia sarankan. "Vidio main voli lo udah siap kan? Nanti pake laptop gue nih buat muterinnya. Gue nanti duduk di pinggir oke." Gani menepuk laptop yang ia bawa. Intan yang habis berlari dari kantin, memecah perkumpulan itu. "Minggir woy, gue mau ngasih minum ini ... Yas, nih minum dulu biar rileks." Tangannya menyodorkan botol minum kepada Tobias. "Yas, lo bawa pomade?" tanya Vino. Tobias mengernyit. "Buat apa?" "Buat ganteng lah." Cowok itu mengurut pangkal hidungnya. Ternyata seberat ini beban menjadi perwakilan kelas. Melihat Tobias seperti itu teman-temannya sontak tambah heboh. "Lo pusing, Yas." Gani langsung memijat bahu Tobias. "Eh pengap kali dia. Kasih luang kasih luang," kata Sonia sambil mengibaskan tangannya kepada teman-temannya. "Tau lo pada jangan ngumpul gini pusing nih pahlawan kelas kita." Jojo ikut menimpali. Ada tiga tahap penyeleksian dalam pemilihan duta SMA Galena. Pertama, pertunjukan bakat yang dimiliki. Kedua, penampilan dari peserta. Terakhir, sesi tanya jawab. Pertanyaan yang diberikan juri harus peserta jawab berdasarkan pendapat peserta itu. Hana tidak ikut nimbrung di bangku Tobias. Walaupun Tobias sudah mengatakan dengan tegas bahwa ia sudah tidak mau diatur-atur tetap saja Hana tidak menerima keputusan cowok itu. Cewek itu jadi membayangkan adegan yang ada di drama yang ia tonton. Bagaimana cowok populer jadi banyak yang mendekati dan menaksir. Sebenarnya ia tak masalah kalau Tobias punya banyak teman atau banyak fans. Permasalahannya terletak pada bagaimana Tobias nantinya. Ia tak mau kalau hubungannya dengan cowok itu nanti makin renggang. Ia sudah cukup sulit menahan diri tidak menuntut macam-macam kepada lelaki itu seperti dulu demi menjaga hubungan pertemanan mereka. "Lo nggak ke sana tuh." Rabian menyenggol bahu Hana. "Kasih semangat kek gitu." Hana memutar malas matanya. Ia menutup buku dan tempat pensilnya lalu berdiri. "Lo nggak mau ke kantin?" "Ha?" Rabian melongo. "Lo ngajak gue?" tanya Rabian memastikan sambil menunjuk wajahnya sendiri. "Kalau nggak mau ya udah." Cewek itu berbalik. Mengibaskan rambutnya hingga menampar wajah Rabian. Namun, bukannya marah, Rabian justru tertawa kegirangan. *** Hana berjalan keluar kelas diikuti Rabian dari belakang. Tobias sudah tahu kalau cewek itu tidak akan ikut memberikan semangat seperti teman-temannya yang lain. Tobias tidak penasaran dengan alasan cewek itu melarangnya. Ia sudah menebak kalau cewek itu hanya ingin mengaturnya saja. Namun, fakta bahwa Hana lebih memilih Rabian untuk menjadi perwakilan kelasnya membuat Tobias sedikit kesal. Bukannya seharusnya teman yang lebih dulu disupport kenapa cewek itu malah mendukung orang yang baru ia kenal beberapa hari? Semenjak kejadian itu desas-desus kalau Hana menyukai Rabian makin terdengar di telinga Tobias. Tobias jelas tidak terima. Bukan, bukan karena cemburu. Hanya saja rumor itu tidak benar. Dan Tobias tidak suka saja kalau mendengar gosip yang salah. Bahkan saat Hana dan Rabian sedang berdebat pun teman-temannya yang lain selalu meledek. "Eh lo mau ke mana?" tanya Jojo saat Tobias berdiri. "Ke kantin. Acaranya kan masih nanti. Gue ngisi perut dulu." "Biar kita aja yang bawain. Tuan muda Tobias duduk yang anteng aja di sini." Gani mendorong bahu Tobias kembali duduk. Tobias menghela napas kecil, ia mulai risih jadinya. "Enggak usah. Gue sendiri aja." "Nggak apa-apa, Yas. Lo duduk aja biar Sonia yang bawain. Son, sana Son." Intan mendorong Sonia menjauh. Sonia yang ujug-ujung namanya disebut itu memberikan ekspresi protesan. "Enggak plis. Gue jadi nggak nyaman kalo diginiin. Malah nggak fokus nantinya." Tobias berdiri. Memberikan tatapan serius. "O-oh okey. Tobias mau sendiri. Dia butuh waktu. Oke. Silakan Bapak Tobias hati-hati di jalan, Pak." Jojo tertawa garing. Prinsip anak kelas F saat ini, apapun akan mereka lakukan asal pahlawan kelas mereka nyaman dan tetap mengikuti seleksi itu. Bukan apa-apa, masalahnya kalau bukan Tobias, tidak ada lagi kriteria yang cocok untuk jadi perwakilan kelas mereka. Maka dari itu saat Tobias meminta untuk tidak ada yang mengikutinya ke kantin. Semua temannya patuh.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD