Cemburu

1149 Words
"Selamat pagi Bu." "Selamat pagi Nona Starla." Sambutan hangat dari beberapa karyawan di kantor menyapa kedatangan Starla. Ia sengaja ke kantor. Menemui 'suami tercinta'. Hah! Di depan publik mungkin terdengar seperti itu. Kenyataannya Starla hanya ingin memastikan sesuatu. Kecurigaan Starla semakin menjadi setelah mengecek blackcard pribadi. Biasanya dalam sebulan akan ada pemasukan rutin, mengingat Starla masih memiliki 10% saham di FG Group. Tapi, selama enam bulan ini nihil. Sebelumnya Starla pun tidak mencurigainya karena ia jarang mengecek kartu itu. Starla punya penghasilan lain. Jika dugaannya benar. Hak kepemilikan itu sudah direnggut orang serakah tidak bertanggung jawab. Starla pun ingin menemui kuasa hukum FG Group. Perusahaan yang dulu diketuai oleh Papanya sebelum meninggal. Namun, sepertinya Starla harus melewati beberapa rintangan seperti tidak sengaja bertemu si penjilat macam Alaria. "Starlaaa!" pekik wanita itu sembari berlari dari jauh seperti anak kecil. Hap! Alarie sukses memeluk Starla. Dengan wajah cerianya itu ia mampu menipu siapa pun. Dasar muka dua! "Aku dengar dari karyawan lain kamu kemari. Kenapa tidak menghubungiku dulu?" dengus Alarie. Wajahnya cemberut kesal. "Maaf, aku tidak ingin mengganggu pekerjaanmu." Starla berkata. Bagaimana pun Alarie dipekerjakan di sini berkat kemurahan hati Starla. Sekarang Starla baru sadar. Ia merawat tumbuhan paku di perusahannya. "Huh! Kamu itu selalu aja. Memangnya aku pernah terganggu dengan kedatanganmu? Justru aku khawatir. Semenjak kamu menikah. Aku takut kita tidak bisa menghabiskan waktu bersama lagi." "Uh! Aku benci Daniel. Rasanya aku ingin memusnahkan orang yang sudah merenggut Starla ku," ucapnya berayun manja. Lihatlah topeng itu? Bukankah terlalu sempurna mengalahi artis papan atas? Wah! Jika ada penghargaan bagi pendusta. Mungkin Alarie jadi pemenangnya. "Kamu yakin ingin memusnahkan Daniel?" Menaikan satu alis. Buah busuk selamanya akan jadi busuk. "Iya! Dia seperti parasit yang merebut posisi ku." Starla terkekeh (pura-pura). Lucu sekali! Dia mengolok perannya sendiri. "Jika Daniel menghilang. Bukankah ada hati yang terluka?" Mata Starla menyorot tajam. Kemudian terkekeh kembali, "tenanglah, Daniel sangat menyayangi ku. Aku minta apapun pasti akan ia turuti. Kalau hanya keluar untuk menemanimu hangout. Dia tidak akan keberatan selama tidak membahayakan ku." Sekilas senyum Alarie mereda. Wajah ceria itu tampak mendung beberapa detik. "Oh ya, kamu ada perlu apa kemari?" "Aku hanya ingin menemui suami ku. Dia pasti sangat lelah karena semalam harus tidur larut," goda Starla. Biarkan pikiran Alarie dipenuhi banyak kemungkinan. Tidak dapat dibohongi bahwa sekarang hatinya sedang dipenuhi kemenangan. Melihat Alarie mengontrol topengnya itu adalah kepuasan tersendiri. "Kalau gitu aku ke atas dulu ya. Selamat bekerja Alarie. See you next." Akhiri Starla. Seulas senyum menghiasi wajah itu saat memasuki lift. Baru kali ini ia merasa puas menggoda seseorang. Kerumunan orang menuju suatu tempat. Ia mencegah salah satu untuk bertanya. "Kalian akan kemana?" tanya Starla to the point. "Ah, Nona Starla, maaf tidak sadar kedatangan nona." Garuk karyawan itu pada tengkuk belakangnya, "kami akan rapat internal di meeting room." "Oh, I see. Thanks. Sukses selalu." Karyawan itu melanjutkan langkahnya. Ini kesempatan bagus untuk bertemu kuasa hukum FG Group--Pak Haris. Starla jejak melangkah ke ruang konsultan Hukum. Tok Tok Tok "Silahkan masuk." "Ada perlu ap--" "N-nona Starla? Maaf Nona. Saya kira karyawan," ucap kuasa hukum itu kikuk. Itu bukan hal penting. Saat ini yang lebih penting adalah siapa laki-laki muda ini? Wajah baru yang tidak pernah Starla lihat. "Tidak apa, santai saja." "Si-silahkan duduk nona." Laki-laki itu mempersilahkan sofa. "Maaf aku tiba-tiba datang tanpa janji terlebih dahulu." "Hehe. Tidak apa Nona. Justru saya senang bisa bertatap langsung dengan istri Pak Presedir." Pak Presedir? Bukankah belum ada pembicaraan tentang pengesahan jabatan? Bagaimana bisa panggilan itu berubah dari Wapres (Wakil Presedir) ke Presedir? Ini tidak benar! Ada yang tidak beres! Selama enam bulan ayah Starla dirawat akibat stroke. Daniel menggantikannya sementara. Memang ada rencana pergantian setelah Papa Starla meninggal setengah tahun lalu. Tapi, sampai sekarang Starla tidak diberitahu apapun. Dan tanpa Starla sadari. Banyak wajah baru yang mendiami jabatan tertentu. Seolah para pendukung Papa didemisionerkan. Keinginan untuk bertanya menyangkut hak kepemilikan saham pun urung diniatkan. Bisa saja kuasa hukum yang sekarang berpihak pada Daniel dan justru menjadi bumerang. "Emh... kalau boleh tau kenapa Nona Starla kemari ya? Ada yang bisa saya bantu?" Starla melirik ke arah name tag. Tertulis nama Evan di sana. "Aku hanya ingin menyapa. Kata Daniel, kamu sangat pintar dan cekatan. Aku jadi penasaran seperti apa wajah orang jenius itu." Puji Starla yang jelas-jelas berbohong. Keadaan yang perlahan merusak jiwanya. Hingga mencetuskan kepribadian baru. "Hehe. Nona bisa aja. Saya tidak sejenius itu. Yah, saya memang pernah ikut debat internasional beberapa kali. Tapi, saya masih kalah kalau berdebat dengan wanita." "Wah, itu sangat hebat. Kalau boleh tahu kamu punya pengalaman kerja di mana saja?" pancing Starla. Ia ingin tahu kapan tepatnya laki-laki ini masuk. "Saya pernah jadi kuasa hukum di salah satu perusahaan di Perancis tahun 2019-2021. Walau sebentar saya pernah menghabiskan satu tahun sebagai pengacara swasta. Ini adalah perusahaan kedua. Tepatnya baru tiga bulan ini saya bekerja." DEG! Berarti ada kemungkinan Daniel mengubah tatanan karyawan setelah Papa Starla meninggal? Bren*sek! "Begitu ya, kamu masih muda. Aku sangat menantikan kerjasama mu di perusahaan ini." Starla mengulurkan tangan. "Iya Nona. Saya akan memberikan yang terbaik." Laki-laki itu menjabat. **** Starla berhasil keluar dari ruang konsultan hukum. Ia berjalan layu tak tentu arah. Di kantor ini tidak ada yang berubah secara fisik. Hanya saja, banyak wajah baru yang tidak Starla kenal. Ia tersenyum miris. Starla benar-benar telah menumbuhkan benalu di perusahannya. "Sayang? Kamu di sini?" Starla berbalik mendapati Daniel menatap heran. Di belakangnya ada beberapa orang. Satu pun tak Starla kenal. Sepertinya mereka baru selesai rapat. Orang-orang ini tidak boleh mendapatkan apa yang mereka inginkan! "Hum, aku ingin melihatmu." "Apa kamu kesepian di rumah?" ucap Daniel seraya merapikan anak rambut Starla. "Begitulah...." "Lakukan apa yang kamu inginkan. Aku tidak ingin istri ku bosan." "Humm...." Di ujung sana Starla melihat siluet Alarie. Menatap sinis pada interaksi mereka. Seringai licik pun diam-diam tersemat. Ia mengikis jarak dengan Daniel. Menatapnya lembut kemudian memeluknya. "Ada apa ini tiba-tiba?" ucap Daniel bingung. "Sudah kubilang aku kesepian," ujar Starla. Ia mengintip di balik tubuh Daniel. Perasaan kesal terlampiaskan berkat raut wajah Alarie. Dia marah. Pasti dia marah! Hama selamanya akan jadi hama! Jika bukan iri apalagi yang bisa dilakukan sosok hama yang menginginkan posisi bunga? "Sayang, bagaimana jika kita makan siang di Ferwell Restourant?" tawar Daniel. "Hum, boleh." Ide licik keluar dari otak brilian Starla, "aku ingin mengajak Alarie. Boleh kan?" Raut tidak senang terpatri di wajah Daniel. Starla tebak, ia khawatir gadis itu akan termakan emosi dan meledak. Justru itu yang sedang Starla incar. "Tidak usah. Aku tidak ingin ada orang asing." Lihat kan? Bagaimana muka dua-nya laki-laki ini. Di depan Alarie berkata baik dan sama halnya di depan Starla. "Ayolah, aku sudah lama tidak makan siang dengannya. Bukankah dulu kalian juga dekat?" bujuk Starla. "Sayang, aku tidak ingin ada rumor yang tidak-tidak muncul setelah ini. Lebih baik hindari saja oke? Kita nikmati waktu berdua." "Baiklah, aku merasa bersalah pada Alarie." "Hei kamu bisa makan berdua dengannya kapan saja. Jangan cemberut ya?" "Hum...."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD