3. Menjadi Babysitter

1110 Words
Shakila tertunduk saat lelaki di hadapannya tak juga mengalihkan pandangan darinya. Sesuai perintah pemilik akun yang membuka lowongan pekerjaan sebagai babysitter, saat ini Shakila berada di sebuah rumah bergaya minimalis yang nyaman. Duduk di ruang tamu berhadapan dengan pemilik rumah dibatasi meja berbentuk persegi. “Kau bekerja mulai sekarang.” Bariton yang tegas itu memasuki indera pendengaran Shakila, membuatnya seketika mengangkat kepala menatap lelaki di hadapan. Pria itu tampan, lebih tampan dari Arga namun membuat Shakila bergidik karena sorot matanya yang tajam. Bahkan Shakila seolah merasa ditelanjangi oleh dua manik kelam milik calon tuannya. Ah, bukan calon, melainkan memang sudah menjadi tuannya, majikannya. Pria itu mengeluarkan sebuah map dari balik punggungnya dan meletakkannya ke atas meja. “Kau boleh membacanya. Tapi, kau harus cepat menandatanganinya dan bekerja. Aku tak mau membuat anakku menunggu,” titahnya. Shakila menatap map berisi selembar surat kontrak itu dalam diam. Dengan sedikit ragu ia mengambil map itu dan mulai membaca isi kontrak. Namun, bahkan belum sempat Shakila membaca poin pertama, suara tegas pria itu kembali terdengar. “Jika terlalu lama, aku akan mencari orang lain.” Tak lagi berpikir, Shakila segera membubuhkan tanda tangannya dan meletakkannya kembali ke atas meja. Pria itu mengambil map tersebut dan kembali menyimpannya di balik punggung. “Mulai sekarang kau adalah babysitter anakku, Davin. Dan sesuai yang tertulis di kontrak, tugasmu bukan hanya menjadi babysitter anakku, tapi juga melayani setiap kebutuhanku tanpa terkecuali.” Mata Shakila melebar sempurna. “Mak– maksud anda?” Pria itu mengeluarkan kembali surat kontrak dan menunjukkan sebuah kalimat yang berisi bahwa tugas Shakila bukan hanya menjaga Davin, tapi juga menjadi pembantu Aresno Julian, menyiapkan kebutuhannya serta melaksanakan perintah apapun yang dikehendakinya. Suara Shakila seakan tertelan kembali ke tenggorokan. Itu artinya pekerjaannya double bukan? Lalu, bagaimana dirinya akan melakukannya? “Kau sudah melihatnya. Namaku Arseno Julian dan mulai detik ini aku adalah majikanmu. Gajimu lima juta perbulan sudah termasuk biaya tinggal dan makan. Kau bebas tinggal dan makan sesukamu asal semua pekerjaanmu terselesaikan,” tegas pria berusia 28 tahun tersebut yang kerap dipanggil Julian. Mata Shakila berbinar mendengar berapa gajinya sebulan serta keuntungan lainnya. Ia bisa tinggal di sana gratis dan tak perlu memikirkan biaya makan. Namun, seketika ia ditampar kenyataan bahwa pekerjaannya adalah mengurus bayi saat suara tangisan bayi terdengar. “Ooeee … oeeee!” Seketika Julian bangkit dari duduknya mendengar tangisan Davin. “Sekarang lakukan tugasmu," perintah Julian pada Shakila yang masih kebingungan. Shakila memasang wajah bodohnya. Otaknya seperti korslet, belum sempurna mencerna perintah Julian. Tentu saja sangat wajar bukan? Dirinya baru tiba dan langsung disuruh bekerja, tentu saja dirinya masih butuh penyesuaian meski sadar tugasnya mengurus anak Julian. “Apa kau tuli?! Sekarang saatnya dirimu bekerja!” sentak Julian karena Shakila tak segera bertindak. “Ah! Ya! Ba– baik!” Shakila segera bangkit berdiri dan gugup mencari sumber suara tangisan itu. “Di– di mana bayinya?” Shakila hendak menuju lantai dua namun suara Julian segera menghentikan langkahnya. “Apa kau bodoh? Dia ada di sana!" Menunjuk pintu bercat coklat tua di sebelah tangga. Shakila pun segera mengikuti arah tunjuk Julian dan memasuki kamar. “Ooee! Ooee!” Suara tangis Davin kian kencang. Bayi laki-laki berusia 4 bulan itu terus menangis hingga suara tangisnya memenuhi kamar. Shakila segera menghampiri dan menggendongnya. “Tsu … tsu, tsu. Jangan menangis, Sayang.” Ia berusaha menenangkan Davin namun tangis Davin kian kencang hingga membuat telinganya berdengung. Ini adalah kali pertama ia mengurus bayi. Shakila tak tahu apa yang harus ia lakukan. Dirinya belum pernah melahirkan, belum pernah mengurus anak, jadi, bagaimana dirinya akan mengatasinya? Sampai tiba-tiba ia teringat saat istri Arga menenteng sebuah tas berisi botol s**u. Menggendong seorang bayi membuatnya teringat istri Arga dan anak bayinya kala itu. “Tuan! Mana susunya?” tanya Shakila kala melihat sang majikan berdiri di ambang pintu. Julian menjawab dengan isyarat. Menunjuk dapur menggunakan dagu. Melihat itu Shakila bergegas menuju dapur dengan Davin yang masih berada dalam gendongan. Sementara Julian mengikuti di belakangnya. ”To– tolong,” pinta Shakila hendak menyerahkan Davin pada Julian agar dirinya bisa membuatkan s**u. Namun, Julian enggan, ia menolak. “Aku membayarmu untuk mengurusnya. Jika aku menggendongnya, untuk apa kau di sini?” kata Julian. “Ta– tapi, aku harus membuatkannya s**u,” sanggah Shakila. “Itu urusanmu. Aku menggajimu jadi kerjakan tugasmu.” Setelah mengatakan itu, Julian pergi dari dapur meninggalkan Shakila yang kebingungan. Tangisan Davin makin kencang hingga memekakkan telinga. Dengan masih menggendong Davin, Shakila menyiapkan panci untuk memasak air. Dirinya pernah melihat bagaimana cara membuat s**u saat dirinya berkunjung ke rumah temannya yang telah melahirkan beberapa bulan yang lalu. Tiba-tiba sebuah ide muncul dalam otak Shakila. Ia menarik bajunya ke atas dan meringis saat membiarkan Davin menghisap salah satu niplenya. Sepertinya Davin benar-benar lapar melihat begitu kuat menghisap. “Apa yang kau lakukan?! Kau mau menularkan penyakit pada anakku?!” sentak Julian yang kembali ke dapur. Dirinya tak benar-benar pergi, hanya berdiri di sisi pintu dapur melihat bagaimana Shakila mengatasi Davin. Shakila begitu terkejut dan segera membalikkan badan agar Julian tak melihat asetnya yang berharga. Ia kira Julian pergi entah ke mana hingga berani mengambil keputusan menyusui Davin. Selain itu, agar Davin bisa diam untuk sementara. “Ma– maaf! Anda tenang saja! Aku tidak akan menularkan apapun! Ini tidak ada ASI-nya! Belum ada susunya!" pekik Shakila dengan wajah merah hingga telinga. Ia merasa sangat malu bicara demikian dengan pria yang baru dikenalnya pula. Julian yang masih merasa cemas dan berpikir yang tidak-tidak, segera meminta Davin padanya. “Berikan Davin padaku dan cepat buatkan dia s**u!” Ia menarik bahu Shakila berniat menghadapkannya padanya untuk merebut Davin dari gendongan. “Tu– tunggu! Tunggu dulu!" cegah Shakila yang berniat melepas dulu mulut Davin agar Julian tak melihat asetnya. Namun, Julian bersikeras membuat Shakila tak bisa melawan. Julian sempat terkejut bahkan wajahnya tampak memerah melihat aset Shakila. Tak ingin membuang waktu, ia segera merampas Davin membuat Davin kembali menangis saat mulutnya terlepas dari sumber makanannya meski tak mengeluarkan ASI. “Jangan pernah melakukannya lagi! Aku tak mau anakku tertular penyakitmu!" bentak Julian kemudian segera keluar dapur denga menggendong Davin. “Cepat selesaikan susunya!” imbuhnya saat mencapai ambang pintu. Shakila hanya bisa mengangguk setelah membenahi bajunya di mana sesekali ringisannya samar terdengar menahan perih pada jejak isapan Davin. Mendengar Julian terus menggerutu, Shakila bergegas membuat s**u sebelum ia dipecat di hari pertama bekerja. Lima juta sudah sangat menggiurkan. “Dasar sinting! Bagaimana jika dia menularkan penyakit padamu?” desah Julian dengan tetap berusaha menenangkan Davin. Ia menyampirkan Davin di bahu dan mengusap punggungnya berharap Davin bisa diam. Namun, tiba-tiba bayangan perut rata Shakila serta gundukan kenyalnya yang Davin isap kembali terlintas dalam kepala dan membuatnya kian mengumpat.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD