Dunia Seluas Kuaci

1416 Words
Dua bulan kemudian... Sissy berlari menyusuri koridor kampus. Sesekali dia mengangkat tangan kirinya untuk melihat jam yang melingkar di sana. Dua menit lagi adalah waktu yang tersisa agar dia bisa sampai di kelas tepat waktu. Saking terburu-burunya Sissy bahkan tidak sempat mandi, hanya menggosok gigi dan mencuci wajah, lalu menyemprotkan banyak parfum dibeberapa titik bagian tubuhnya. Sesampainya di depan kelas, Sissy langsung mendorong pintu berwarna cokelat itu dan menerobos masuk tanpa permisi. Kedatangannya yang mengejutkan menarik semua perhatian seisi kelas. "Saya gak telat kan, Pak?" Sissy melempar cengiran lebar pada dosennya sambil mengatur napasnya yang memburu. "Keluar." Satu kata yang terucap dari mulut dosen bernama Abidzar ini langsung membuat cengiran dibibir Sissy hilang seketika. "Ha?" Sissy mengerjapkan matanya beberapakali. "Kok? Kenapa? Bahkan saya masih punya waktu satu menit lagi sebelum jam 9 lho, Pak. Nih lihat sendiri kalo gak percaya," ucapnya seraya menunjukkan jam di tangan kirinya. "Oh ya? Jam saya sudah menunjukkan 9 lewat 1 menit. Berarti kamu terlambat dan gak bisa ikut kelas saya. Silahkan keluar. Pintunya masih berada tepat dibelakang kamu," ucap Abidzar dengan wajah tanpa ekspresi yang membuat Sissy ingin menamparnya bolak-balik. "Dasar dosen kurang ajar! Jam lo tuh yang korupsi! Jelas-jelas gue datang tepat waktu masih aja diusir. Dasar sinting!" Sissy berseru memaki Abidzar tepat di depan wajahnya. Aksi Sissy tentu saja membuat pucat wajah teman-teman di kelasnya. Bagaimana bisa Sissy memaki langsung di depan wajah dosennya seperti ini? Dia sudah gila! Ditengah jantung teman-temannya yang dugem menunggu reaksi dosen tampan itu, lain halnya dengan Sissy yang bahkan terlihat semakin menantang Abidzar dengan sorot mata tajamnya. Abidzar memiringkan kepalanya menatap Sissy. Ini kali pertamanya mendapat makian langsung dari mahasiswi. Terlebih lagi dari mahasiswi baru. "Sylvia Raline, kamu sadar dengan apa yang baru saja kamu lakukan?" "Sadar! Bahkan saya sangat sadar!" Abidzar tersenyum smirk. Suasana kelas semakin mencekam saat Abidzar melangkah lebih dekat dengan Sissy hingga menangkis jarak di antara mereka. Abidzar sudah besar kepala saat melihat Sissy tiba-tiba memutus kontak mata. Teman-teman sekelasnya pun menyoraki dalam hati kalau Sissy tidak mungkin mempunyai nyali besar untuk melawan dosen. Akan tetapi, dugaan-dugaan mereka dipatahkan dengan aksi baru perempuan itu. "Stop, Pak! Stop!" Sissy menahan d**a bidang Abidzar menggunakan satu tangannya, sementara tangan yang lainnya ia gunakan untuk menutup hidung. "Parfum Pak Abi bau! Pake parfum apaan sih?" Abidzar melotot tidak terima. Sementara jantung para mahasiswa di kelas kembali berdebar kencang. Mereka menyumpahi Sissy kalau sampai Abidzar murka dan tidak mau mengajar di kelas mereka lagi. "Kamu," geram Abidzar. "Ikut ke ruangan saya sekarang." Abidzar mencekal pergelangan tangan Sissy, hendak membawanya keluar dari kelas, namun tiba-tiba saja Sissy memuntahkan cairan bening mengenai jas Abidzar. OH MY GOD! *** Sissy memijat pelipisnya yang berdenyut pusing. Kejadian saat di kelas terus terputar di kepalanya. Sissy yang baru menyadari kelakuan gilanya pun ketar-ketir takut Abidzar mem-blacklist namanya di kelasnya. "Aaaah!" Senja mendengus kesal. "Kenapa lo?" "Kalo sampe Pak Abi ngeblacklist nama gue gimana ya, Ja? Gue takut banget nih," ucap Sissy terlihat cemas. "Ya makanya kalo mau bertingkah mikir dulu. Lo gak liat apa, tadi muka Pak Ayang merah banget waktu lo muntahin dia. Kalo gue jadi elo, sekarang juga gue cabut ke dukun." Sissy menautkan alisnya. "Mau ngapain pergi ke dukun?" Senja mencondongkan tubuhnya kepada Sissy. "Gue pelet pake jurus jaran goyang. Biar sekalian doi jatuh ke pelukan gue. Jadi judulnya bisa love by accident," ucapnya dengan wajah serius. "Cih! Tai banget lo sumpah." Sissy menghela napas. Menyembunyikan wajahnya dilipatan tangan. Kalau ada yang bertanya kenapa Sissy bisa seberani itu memaki-maki Abidzar di kelas, bahkan sampai memuntahinya, dia sendiri tidak tahu apa yang membuatnya bertingkah seberani itu. Sissy sampai berpikir kalau dia ketempelan wewegombel saat melewati pemakaman umum waktu berangkat tadi. "Tapi serius deh, Ja, gue gak boong soal parfum Pak Abi. Itu baunya gak enak banget. Makanya gue sampe kelepasan muntahin dia." "Mana mungkinlah tai. Orang parfum Pak Ayang wangi masa depan cerah begitu kok. Gue aja nagih pengen deket-deketan terus sama doi." Sissy memutar bola mata malas. Menurutnya parfum Abidzar sangat tidak enak di hidung. "Lo kayak kakak sepupu gue waktu hamil dulu. Dia juga gitu tuh, mual-mual kalo nyium aroma parfum suaminya, padahal wanginya nampol banget," ujar Senja sambil bermain handphone. Ucapan santai Senja membuat tubuh Sissy menegang seketika. Hamil? Apa mungkin ia sedang hamil? Tidak! Sissy langsung menepis pikiran gila itu. Dia tidak mungkin hamil. "Sy? Kenapa deh? Tegang banget kayak orang nahan berak." Sissy menggelengkan kepalanya. "Enggak. Gak papa. Gue cabut duluan ya, Ja. Kelupaan mau service mobil," ucapnya seraya bersiap untuk pergi. Zico yang baru sampai pun bertanya-tanya. "Lo mau kemana, Sy? Gue baru datang ini. Udah maen cabut aja." Sissy menatap teman laki-lakinya dengan serius. Lalu alisnya menaut. "Gue baru sadar kalo muka lo kayak monyet. Sumpah, Co, lo jelek banget," ucapnya dengan santai lantas pergi begitu saja. Zico menjatuhkan rahangnya. Ucapan Sissy terasa langsung menusuk ke ulu hati. Padahal ketampanan Zico tidak harus dipertanyakan lagi. Bahkan dia menjadi salah satu primadona yang mencuri perhatian para kakak tingkat perempuan di kampus ini. Senja tertawa keras sampai beberapa orang di kantin menoleh ke arahnya. "Gue gak salah denger tuh, Co? Sissy ngatain lo kayak monyet! Anjir puas banget gue dengernya." Zico memejamkan matanya sambil tersenyum. Satu tangannya berada di atas d**a. "Sabar, senyumin aja, gak boleh ngatain. Tahan.... Mesti kalem, gue pasti bisa." Sissy berjalan cepat menuju parkiran. Meski ia terus meyakinkan dalam hati kalau dirinya tidak sedang mengandung, tapi rasa takut terus berkecamuk dalam pikiran. Bagaimana kalau ternyata dia hamil? Elkan sudah menyetubuhinya dua kali. Sissy tidak tahu laki-laki itu memakai pengaman atau tidak. Sissy masuk ke dalam mobil. Menutup wajahnya menggunakan kedua telapak tangan. Debaran di jantungnya semakin kencang. "Enggak. Gue gak mungkin hamil. Pasti Kak El juga gak ngeluarin di dalem. Dia gak seceroboh itu, kan?" Sissy mengeluarkan handphone-nya dari dalam tas. Ia mencari informasi terkait ciri-ciri kehamilan di google. Selama ini Sissy tidak pernah mengalami morning sickness, baru tadi saja saat mencium aroma parfum tak sedap milik Abidzar. "Haid!" Sissy terlihat tegang. "Mampus! Kapan terakhir kali gue haid? Gue lupa!" Suara dering panggilan masuk mengalihkan perhatian Sissy. Ia menghela napas saat tahu kalau Niken yang menghubunginya. Semenjak pindah ke sini, Sissy mengabaikan telepon dan pesan yang dikirim oleh orang tuanya. Apalagi Tama yang hanya mengirim pesan untuk memaksa Sissy agar menerima perjodohannya dengan Bryan. Sissy terpejam sejenak sambil mengatur napasnya. Setelah merasa agak tenang, kemudian ia menyalakan mesin mobil dan membawanya melaju ke jalanan. Untuk menjawab kegundahan hatinya, ia menghentikan mobilnya di sebuah minimarket untuk membeli alat tes kehamilan. Berbagai merek, bentuk, serta warna alat tes kehamilan berada di depan matanya. Sissy tampak ragu-ragu untuk mengambilnya. Pikirannya berkecamuk, antara membeli alat itu atau tidak. Setelah cukup lama berdiam diri, akhirnya Sissy memutuskan untuk membeli tiga alat tes kehamilan dengan merek yang berbeda. "Sy!" Sissy yang sedang melamun keluar dari minimarket, tiba-tiba terdengar suara familiar yang memanggil namanya. Itu suara Milka. Suara yang sangat Sissy rindukan. "Ahhh! Gue kangen banget sama lo, Sy!" Milka menghambur ke pelukan Sissy. Perempuan itu membalasnya tak kalah erat. "Gue juga kangen berat sama lo! Ternyata virtual sesulit itu ya," ucap Sissy seraya melepaskan pelukannya. Milka tertawa. "Kok lo gak bilang-bilang sih mau ke Jogja? Sengaja ya mau ngasih kejutan sama gue?" tanya Sissy dengan nada menggoda. "By the way lo ke sini bareng siapa? Fabian sama Gerald ya? Dimana mereka?" Sebelum Milka menjawab pertanyaan bergerombol itu, lebih dulu Sissy dikejutkan oleh kemunculan Elkan yang kini berdiri dibelakang tubuh Milka. Laki-laki berparas tampan itu mengulas senyum yang membuat tubuh Sissy panas dingin seketika. "Hai. Long time no see." Sissy segera memutus kontak mata dengan Elkan. Ia menarik tangan Milka menjauhi laki-laki itu. "Kenapa lo bisa datang sama orang itu? Lo gak lupa kan, Mil, elo sendiri yang minta gue buat cepet-cepet cabut dari Jakarta biar jauh dari dia? Terus kenapa sekarang lo bawa dia ke hadapan gue?" Milka menyentuh kedua lengan Sissy. "Lo tenang dulu. Gue bisa jelasin. Sebenernya gue juga baru tahu kemarin kalo restoran Papa buka cabang baru di Jogja. Dan Papa menyerahkan tanggung jawabnya sama Kak El." Sissy terpejam. Kakinya lemas seketika. Bagaimana bisa ini terjadi? Siapa yang mengatakan kalau dunia ini luas? Bahkan tidak lebih luas dari hanya sebiji kuaci. Baru dua bulan Sissy merasa nyaman karena jauh dari orang yang sudah memperkosanya dan sekarang semesta kembali mengirim Elkan dalam hidup Sissy. "Sorry," keluh Milka menatap sendu sahabatnya. Pandangan Sissy kembali bertemu dengan Elkan. Tiba-tiba saja senyum yang terpancar dari wajah Elkan terlihat menakutkan di mata Sissy. "Gue muak banget sumpah. Plot twist dalam hidup gue banyak bener."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD