Pingsan Ditengah Permainan

1100 Words
Sissy menatap wajahnya melalui pantulan cermin. Dress simpel berwarna dark grey membalut indah tubuh proporsionalnya. Malam ini Fandy dan Desty mengundang keluarga Sissy untuk makan malam di restoran mereka. Sekalipun ada Elkan yang membuatnya berat datang ke sana, tapi kebaikan pasangan suami istri itu membuat Sissy sungkan untuk menolaknya. Ketukan pintu terdengar dari luar kamar. Lalu suara kakak perempuan Sissy terdengar memanggil. "Udah siap belum, Dek?" "Udah, Mbak!" Sissy menghela napas sejenak sebelum akhirnya keluar dari kamar. Senyuman Sherina menyambutnya begitu membuka pintu. Perempuan yang sudah berperan sebagai istri sejak tiga tahun yang lalu ini adalah seorang pejuang garis dua. Sissy bersyukur karena Sherina mendapatkan suami yang tepat. Aiden selalu mendukung Sherina saat perempuan itu down mendengarkan cibiran orang-orang karena dia belum mengandung juga. "Cakep banget ini mahasiswinya Pak Abidzar," puji Sherina sekaligus menggoda adiknya. Sissy tertawa. Karena keseringan mengeluh tentang sikap Abidzar yang otoriter saat mengajar, membuat Sherina senang menggoda Sissy dengan dosen idola itu. Aiden sudah menunggu di depan rumah. Langsung saja mereka berangkat ke restoran dengan mobil Honda Jazz hitam yang Aiden kemudikan. Setelah menempuh perjalanan kurang lebih dua puluh menit akhirnya mereka tiba di tempat tujuan. Dengan jantung yang berdebar kencang, Sissy menggandeng lengan Sherina memasuki restoran mewah bergaya klasik modern itu. Kedatangan mereka langsung disambut ramah oleh Fandy dan Desty. Pandangan Sissy mengedar ke sekeliling, ia tidak menemukan keberadaan Elkan. Apa mungkin laki-laki itu tidak ikut makan malam bersama? Jika memang tidak, maka Sissy akan sangat bersyukur. "Selamat ya, Om, Tante. Semoga sukses dan semakin maju!" Aiden berucap mewakilkan sambil berjabatan dengan kedua pasangan suami-istri itu. "Aamiin. Terima kasih karena sudah menyempatkan waktunya untuk memenuhi undangan kami. Mari duduk!" Sissy melempar ekspresi wajah kepada Milka yang duduk bersebrangan dengannya. Gadis itu yang langsung tahu apa maksud Sissy pun segera menjawabnya dengan gelengan kepala. Milka tidak berbohong, dia juga tidak tahu dimana keberadaan Elkan sekarang. Makan malam di iringi dengan obrolan santai serta canda tawa hingga membuat kecemasan Sissy akan Elkan hilang. Terlebih laki-laki itu tidak menampakkan batang hidungnya sampai acara selesai. "Mbak, aku ke toilet sebentar," ucap Sissy berbisik kepada Sherina. Lalu perempuan itu membalasnya dengan anggukan. Sissy mencuci tangannya di wastafel, lalu ia memperhatikan make up wajahnya pada cermin besar di hadapannya barangkali ada yang rusak. Setelah memastikan semuanya baik-baik saja, Sissy pun bergegas untuk kembali ke meja makan dan mengajak keluarganya untuk pulang. Akan tetapi, tiba-tiba saja Sissy dikejutkan dengan keberadaan sosok lelaki yang sejak tadi ia cemaskan berada di ambang pintu. "K-Kak El...." Sissy berjalan mundur saat Elkan melangkah maju kepadanya. "Kenapa pergi?" "H-Ha?" Sissy tersentak kaget saat Elkan mendorongnya masuk ke salah satu bilik kosong di toilet lalu menguncinya. "Lo gak akan macem-macemin gue lagi kan, Kak?" Sissy bertanya dengan suara lirih. Terlihat jelas bagaimana ketakutan perempuan itu saat ini. Elkan menarik pinggang Sissy hingga membuat tubuh depan mereka saling menempel. Satu tangannya terangkat, menyelipkan helaian rambut ke belakang telinga Sissy. Lalu Elkan menyentuh dagu perempuan itu dengan pandangan berkabut akan gairah. "K-Kak...." Sissy terpejam seiring meneteskan air mata. Ia mencengkeram kuat kemeja Elkan. Berharap laki-laki itu tidak akan kembali menodainya. "Lo takut sama gue, hmm?" Elkan berbisik sensual di telinga Sissy. "Please, Kak. Lepasin gue...." Elkan menyeringai jahat menatap Sissy yang masih memejamkan mata. "Lo tahu, gue gak pernah berpikir kalo ternyata tubuh lo bisa secandu itu. Gue gak bisa hapus bayangan lo dari pikiran gue, sekalipun ada cewek lain yang dengan sedang hati menyerahkan tubuhnya buat gue." Ucapan Elkan semakin membuat hati Sissy tercubit. Bagaimana bisa ada orang seperti Elkan di dunia ini? "Sebenci apa sih lo sama gue? Lo udah pake gue dua kali. Apa itu masih belum cukup buat lo nyakitin fisik dan hati gue?" "Benci? Gue gak pernah benci sama lo." "Bohong! Kalo emang lo gak benci sama gue, terus kenapa lo sakitin gue, Kak? Seandainya emang banyak perempuan yang dengan senang hati ngasih tubuhnya buat elo, kenapa harus gue yang lo jadiin korban?" Elkan mengulas senyum manis. Tapi semanis apapun senyum yang laki-laki itu pancarkan, tetap saja membuat Sissy merinding takut. "Karena gue maunya elo." "Miris banget sih hidup gue harus ketemu sama orang kayak gini," ucap Sissy yang membuat Elkan tertawa. "Hampir setiap malam lo datang ke klub dengan pakaian seksi lo itu. Dan lo berpikir gak ada satu orang pun yang natap lo dengan lapar? Jangan gila, Sissy. Kalo lo mau hidup aman, jauh dari orang-orang kayak gue gini, lo diem di rumah, jangan kenal dunia malam." Sissy menautkan alis menatap Elkan. Dia tidak mengerti dengan apa yang laki-laki itu katakan. Selama dia bermain di klub, tidak pernah sekalipun dia mendapat tindak pelecehan dari para lelaki di sana. Sampai akhirnya Elkan lah yang mengotorinya dengan paksa. "Hidup gue selalu aman sebelum akhirnya lo datang dan-," Belum sempat Sissy menyelesaikan ucapannya, lebih dulu Elkan membungkam bibir itu dengan cara melumatnya. Sissy terkesiap menerima ciuman yang kesekian kalinya dari Elkan. Sissy berusaha mendorong tubuh Elkan, tapi tidak menghasilkan apa-apa. Elkan justru semakin memperdalam ciumannya dengan tangan yang sudah merambat menyentuh titik-titik sensitif di tubuh Sissy. Tepat setelah Elkan menurunkan resleting di bagian belakang dress Sissy, tiba-tiba saja pandangan Sissy buram lalu menjadi gelap. Tubuhnya terurai lemas dalam dekapan Elkan, hingga laki-laki itu menyadari kalau Sissy pingsan. Elkan menatap tak percaya. Bagaimana bisa Sissy pingsan saat hasrat dirinya sedang menggebu? "Ah, s**t!" *** Kemunculan Elkan dengan Sissy yang berada di gendongannya berhasil mengejutkan kelima orang yang masih berkumpul di meja. "Sissy!" Sherina menghampiri adiknya dengan wajah panik. "Ada apa ini, El? Kenapa Sissy bisa sama kamu dan dia pingsan?" Fandy bertanya. Elkan membaringkan Sissy pada sofa yang berada di dekat sana. "Aku gak tahu. Tadi ketemu udah pingsan kayak gini. Mungkin kecapean," jawab Elkan, sementara Desty sedang mengoleskan minyak kayu putih di kedua pelipis Sissy. Semua orang percaya dengan kebohongan Elkan. Kecuali Milka yang menatapnya curiga. "Ikut gue, Kak," ucap Milka sambil menarik tangan Elkan saat semua orang sedang fokus dengan Sissy. Milka membawa kakak tirinya ke tempat yang lebih sepi. Tatapan intimidasi Milka dibalas santai oleh Elkan. "Lo apain sahabat gue, Kak?" "Mana gue tahu." Milka berdecak kesal. "Kalo sampe terjadi sesuatu sama Sissy. Gue gak akan segan-segan buat laporin tingkah kurang ajar lo sama Papa." Elkan tertawa meremehkan. "Laporin aja. Paling gue suruh kawinin temen lo itu." "Gila lo! Enteng banget kalo ngomong. Gak nyangka gue kalo lo bisa sejahat ini." Milka mendorong Elkan lalu berjalan melewatinya. Elkan mendengus kesal. Kepalanya menjadi pusing karena tidak jadi menyalurkan hasratnya. Elkan berpikir apa mungkin Sissy hanya pura-pura pingsan untuk menghentikan aksi bejatnya? Elkan mengeluarkan benda pipih canggih dari dalam saku celananya. Lalu menghubungi salah satu nomor di kontaknya. "Gue butuh satu jalang sekarang. Di hotel biasa."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD