Sissy turun dari taksi setelah membayar ongkos transportasinya. Tepat setelah taksi melaju pergi, handphone-nya berbunyi menandakan ada panggilan yang masuk.
"Milka?"
Sissy baru ingat kalau dia belum sempat cerita mengenai kehamilannya pada Milka. Tapi apa mungkin gadis itu harus tahu? Bagaimana kalau dia mengatakannya kepada Fandy dan Desty?
Sissy menghela napas. Lalu mengangkat panggilan telepon tersebut.
"Halo, Mil?"
"Lama banget deh ngangkatnya. Lagi sibuk ya?" tanya Milka diseberang sana.
Sissy mengulas senyum meski Milka tidak melihatnya. "Enggak kok. Ini gue baru sampe rumah."
"Lho, jam segini baru pulang? Habis nugas ya?"
Sissy mengatupkan bibirnya. Tidak mungkin kalau dia mengatakan habis dari rumah Elkan, kan? Sissy berdeham. Terpaksa harus berbohong pada sahabat baiknya ini.
"Iya. By the way, kenapa nelpon? Ada berita penting atau mau sekedar ngobrol manja sama gue?" tanya Sissy disertai kekehan.
"Eh, iya! Gue lupa nanya sama lo."
"Nanya apa?" Sissy bertanya sambil melangkah masuk ke dalam rumah.
"Lo udah ketemu sama Fabian? Dia berangkat pagi tadi ke Jogja."
"Fabian ke Jogja? Ngapain?"
"Ya buat ketemu sama lo lha!"
Sissy menghentikan langkahnya. Mengecek kotak pesan barangkali Fabian mengirim pesan kepadanya untuk memberitahu tentang kedatangannya ke Jogja. Akan tetapi tidak ada satu pesan pun yang masuk dari Fabian.
"Kok dia gak bilang ya sama gue?"
"Sy...." Milka terdengar ragu untuk melanjutkan ucapannya. Dan itu membuat Sissy menaut curiga.
"Kenapa? Jangan nutupin sesuatu apapun dari gue lho, Mil," ucapnya sambil mendudukkan tubuh di meja makan.
"Mmm, Fabian udah tahu tentang yang terjadi antara lo sama Kak El."
Sissy melotot tajam. Mulutnya sudah terbuka hendak melayangkan protes. Bukankah Milka sudah janji padanya kalau yang terjadi antara Elkan dan dirinya tidak akan dibocorkan pada siapapun? Lalu apa ini?
"Sy! Jangan marah dulu. Gue gak ngasih tahu apapun tentang itu. Fabian tahu sendiri. Dia emang udah curiga sama lo dan Kak El."
"Curiga gimana?" Sissy bertanya dengan nada sewot.
Milka mengatur napasnya lebih dulu sebelum mulai menceritakan yang Fabian ketahui di belakang mereka.
Sejak hilangnya Sissy di klub saat malam perayaan kelulusan sekolah, lalu Fabian menemukan bekas kemerahan samar dibelakang telinga Sissy, dan dia menangkap basah Elkan saat laki-laki itu membisikkan sesuatu pada Sissy setelah pemakaman Galang, itu cukup membuat Fabian menaruh curiga akan keduanya. Setelah dua bulan lebih memendam curiga, akhirnya Fabian mengatakan kegundahan hatinya kepada Milka. Gadis itu mengatakan kalau dia tidak tahu apa-apa, namun wajah panik dan pucatnya tidak dapat membohongi Fabian. Dengan desakan Fabian, akhirnya Milka mengakui kalau yang dicurigai remaja laki-laki itu benar. Dan pagi tadi adalah waktu yang Fabian punya untuk bisa pergi ke Jogyakarta hanya untuk melayangkan bogeman kepada si b******k Elkan. Dia mendapatkan alamat laki-laki itu dari Milka.
Fabian tidak menyimpan rasa yang dicurigai Elkan kepada Sissy. Kepeduliannya murni sebatas sahabat. Fabian menyaksikan bagaimana pedihnya Sissy akan kekacauan yang terjadi dengan keluarganya. Dan dia merasa sangat sakit setelah tahu bahwa kecurigaannya benar kalau Sissy telah dikotori oleh laki-laki b******n yang tidak lain adalah Elkan.
"Maaf, Sy. Gue gak bisa berakting baik. Fabian gampang banget baca ekspresi wajah gue," ucap Milka setelah menceritakan semuanya kepada Sissy.
"Ya ampun, Mil. Gue malu banget," lirih Sissy seraya mengusap wajahnya.
"Gue gak ngerti kenapa lo bisa malu. Please, Sy. Lo itu korban. Lo bukan sengaja memberikan tubuh lo ke laki-laki."
"Lo gak ngerti, Mil. Lo gak ngerasain apa yang gue rasain."
Milka menghela napas pelan. "Iya. Gue emang gak tahu gimana rasanya ada di posisi lo. Gue minta maaf ya, Sy."
Sissy menggelengkan kepala meski Milka tidak dapat melihatnya. "It's okay. Lo udah jadi sahabat yang baik buat gue, Mil."
Sherina datang menghampiri Sissy setelah perempuan itu selesai bicara dengan Milka.
"Toko roti Mbak kerampokan, Dek."
Sissy tersentak kaget. "Kapan?"
"Semalam. Setelah dari rumah sakit, Mbak ke toko dan ngecek kondisi di sana. Cukup banyak kerugian yang terima," ucap Sherina sambil tersenyum.
Sissy menyentuh punggung tangan Sherina. Menatapnya dengan sendu. "Aku turut prihatin ya, Mbak."
"Iya, Dek," balasnya sambil semakin melebarkan senyum.
Sissy memeluk kakak perempuannya dengan sayang. Dalam hati Sissy menyesali perbuatannya karena lari meninggalkan Sherina saat di rumah sakit. Kalau saja dia tetap berada di samping Sherina, pastilah dia menemani Sherina ke toko roti dan memberikan ketenangan padanya. Dan juga dia tidak akan berakhir dengan perjanjian sialan yang Elkan buat.
***
Setelah menyelesaikan urusannya dengan Fabian, Elkan melanjutkan perjalanan ke restoran dan bertemu dengan tamu undangannya di sana.
"Kamu hebat, El. Bahkan diusia kamu yang masih sangat muda, sudah bisa membantu bisnis Papa kamu."
Elkan tersenyum sopan. "Terima kasih, Om."
Leo tidak datang sendiri. Dia datang bersama anak perempuannya. Elkan sudah mengenal Regina karena dia teman dekat Agnes.
Sepanjang obrolan antara dua lelaki itu, Regina tidak lepas pandang menatap Elkan. Jujur saja, Regina sangat tertarik pada Elkan sejak awal Agnes mengenalkannya pada laki-laki itu.
"Saya permisi ke belakang sebentar ya, El."
"Silahkan, Om."
Regina menggunakan kesempatan untuk bisa lebih dekat dengan Elkan setelah papanya beranjak pergi. Perempuan bergincu itu mendudukkan tubuhnya tepat di samping Elkan.
"Gimana hubungan lo sama Agnes?"
Elkan mengulas senyum saat tangan nakal Regina membelai pahanya.
"Gak lebih dari sekedar teman."
Regina menggigit bibir bawahnya, berniat menggoda Elkan. Dia bahkan menempelkan d**a berisinya pada lengan laki-laki itu.
"Gue free malam ini. Lo mau?"
Kucing dikasih ikan asin mana bisa nolak. Setelah acara makan malam selesai, Regina datang ke hotel yang Elkan janjikan.
***
"Masih lama ya, Mas?"
Aiden melirik Sissy yang sudah manyun menunggunya mengganti ban mobil yang bocor.
"Masih lha, Dek. Kenapa? Udah telat banget ya?"
"Masih ada waktu satu jam lagi sih sebelum kelas. Tapi aku masih punya tugas yang belum beres."
"Terus gimana? Mau naik taksi aja?"
Belum sempat Sissy berucap, mobil sport hitam yang Sissy kenali berhenti di dekat mereka. Lalu wajah tampan Elkan muncul dari dalam sana.
Sissy menggembungkan pipi. Ia jadi curiga, jangan-jangan Elkan selalu membuntutinya setiap saat sehingga sering berpapasan seperti ini.
"Bannya bocor, Mas?"
"Terbang! Pake nanya segala," ketus Sissy menjawab dalam hati.
"Iya nih, El. Kena paku," jawab Aiden membalas basa-basi Elkan.
Elkan mengangguk. Lalu pandangannya teralihkan pada perempuan cantik yang memasang wajah kesal.
"Sissy mau kuliah ya? Ayo berangkat sama gue aja. Sekalian lewat," ucap Elkan sambil tersenyum seakan mengatakan kalau Sissy harus mau menerima ajakannya.
Aiden menoleh menatap adik iparnya.
"Gak apa-apa, Mas, kalo aku ikut sama Kak El?"
"Gak apa-apa dong. Bagus malah. Gak perlu ngeluarin ongkos taksi, kan?" gurau Aiden yang dibalas kekehan oleh Sissy.
Akhirnya dengan keterpaksaan yang disembunyikan senyum, Sissy berangkat ke kampus di antar oleh Elkan.
Sesampainya di tempat tujuan, Sissy segera melepas sabuk pengamannya dan bersiap untuk turun, namun lebih dulu Elkan menahan pergelangan tangannya.
"Morning kiss."
Sissy sudah membuka mulut untuk menolak, sampai akhirnya ia ingat dengan perjanjian sialan itu.
Dengan hati yang tidak ikhlas, Sissy mencondongkan tubuhnya pada Elkan dan laki-laki itu menyambutnya dengan meraup bibir seksi itu.
"Balas," ucap Elkan sambil mengusap leher Sissy.
"Gimana?"
Sissy terkejut saat tubuhnya diangkat oleh Elkan dan mendudukkannya di atas paha laki-laki itu.
"K-Kak...."
Elkan kembali meraih bibir Sissy dengan bibirnya. Membimbing tangan perempuan itu ke belakang kepalanya.
"Gerakin bibir lo kayak gue gini. Ayo Sissy, ikuti naluri lo. Gue tahu lo juga menikmatinya, kan?" bisik Elkan lalu melanjutkan ciumannya.
Sissy mengumpat dalam hati. Dia memang munafik. Hatinya berkata tidak, tapi tubuhnya seperti menerima dengan baik sentuhan Elkan.
Sissy memejamkan mata saat merasakan usapan naik-turun di pinggangnya. Perlahan tapi pasti, ia menggerakkan bibirnya seperti apa yang Elkann katakan. Pergerakan dari Sissy membuat laki-laki itu tersenyum puas.
Elkan mengakhiri ciuman mereka. Lalu mengusap bibir Sissy menggunakan ibu jari tangannya. Wajah perempuan itu terlihat merah, membuat Elkan gemas ingin berada di atas tubuhnya.
"Cukup untuk pagi ini. Sekarang lo boleh turun."