Sissy menatap Elkan dalam diam. Matanya berkaca-kaca menahan perih di hati. Penawaran dari Elkan sangat merugikan Sissy. Dia bukan jalang yang wajib memenuhi kebutuhan biologisnya. Harga diri Sissy semakin hilang ketika bersama Elkan.
"Diam artinya iya, hmm?"
Sissy menepis kasar tangan Elkan yang hendak menyentuh dagunya. "Gue benci banget sama lo, Kak. Benci sebenci-bencinya. Seandainya gue bisa memutar waktu kebelakang, gue gak akan pernah mau kenal sama lo."
"Sayangnya itu cuma perandaian yang sia-sia. Sekarang lo gak bisa lari dari gue," ucap Elkan tersenyum puas.
"Gue lebih ikhlas kehilangan setengah memori gue, daripada terus dihantui rasa takut sama lo, Kak."
Elkan tertawa meremehkan ucapan tidak jelas perempuan dihadapannya. "Udah-udah, jangan makin ngawur ngomongnya. Jadi gimana? Lo terima penawaran dari gue?"
"Apa gue bisa nolak?"
Elkan mengulas senyum. Menyisir rambut hitamnya ke belakang. "Bisa. Tentu bisa. Tapi seperti apa yang gue bilang tadi, penolakan dari lo berarti tersebarnya video bercinta kita."
Sissy terpejam rapat, membuat air matanya semakin deras menetes. Hidupnya seakan bergantung pada Elkan sekarang. Sissy seperti tidak mempunyai hak pada hidupnya sendiri.
"Gue gak suka berlama-lama, Sayang."
"Apa yang bisa gue percaya dari lo, Kak? Sementara kemaren aja lo jebak gue."
Elkan maju lebih dekat lagi dengan Sissy. Kedua telapak tangan besarnya mendekap pipi perempuan itu.
"Lo dapet bagian warisan gue. Itu akan tertulis di surat perjanjian kita."
"Gue bukan cewek yang gila harta."
"Gue tahu. Tapi seenggaknya lo bisa buat gue hidup sengsara, kan?"
Sissy kembali diam. Jujur saja dia lebih ingin membuat Elkan diam, tidak mengancamnya, apalagi merendahkannya daripada memiliki harta warisan laki-laki itu. Tapi sekarang pilihannya hanya dua. Menjadi pemuas nafsu Elkan selama satu bulan atau membiarkan video serta foto aib tubuhnya tersebar di sosial media. Itu benar-benar pilihan yang menyakitkan.
Elkan yang gemas dengan keterdiaman Sissy pun langsung mengambil keputusan sepihak.
"Diem lo gue anggep setuju. Waktu satu bulan kita mulai dari sekarang."
Belum sempat Sissy bicara, lebih dulu Elkan membungkam mulutnya dengan ciuman brutal. Saking terkejutnya, botol air mineral ditangannya sampai jatuh ke tanah. Sissy tidak diberi kesempatan oleh Elkan untuk membalas ciumannya.
Tanpa mereka ketahui, seseorang menatapnya tajam dengan tangan terkepal kuat. Emosinya membuat dia ingin melayangkan hantaman yang kuat pada lelaki b******n itu, namun ada sesuatu yang menahannya agar tetap memantau di sini.
***
"Hamil?"
Niken menggeleng tidak percaya dengan ucapan Tama. Begitu sampai di Jakarta, Tama langsung menemui Niken dan memberitahu kehamilan putri bungsu mereka.
"Jangan ngawur kamu, Mas. Sissy gak mungkin berani melakukan hubungan diluar pernikahan."
"Ini semua salah kamu! Gak becus jadi Ibu. Kalo aja kamu gak pergi dari rumah dan menjaga Sissy, mungkin semua ini gak akan terjadi!" ucap Tama menyalahkan mantan istrinya.
Niken bangun dari posisi duduknya. Tidak terima disalahkan seperti ini. "Kamu pikir kamu sudah becus jadi Papa buat anak-anak? Ngaca kamu, Mas! Keluarga kita hancur karena pengkhianatan kamu!"
"Ah, sudah! Jangan membahas masa lalu. Sekarang pikirkan masa depan Sissy."
Niken berdecih sambil bersidekap. Dalam beberapa menit, tidak ada obrolan yang terdengar. Keduanya sama-sama sedang menenangkan emosi. Sampai akhirnya Niken membuka suara lebih dulu.
"Siapa orang yang sudah menghamili Sissy? Aku gak akan biarkan dia lari dari tanggung jawabnya."
Tama menggelengkan kepala. "Sissy gak tahu siapa orangnya."
"Apa?!" pekik Niken semakin dibuat terkejut. Kalau Sissy saja tidak tahu orang yang sudah menghamilinya siapa, lalu bagaimana dia bisa mendapatkan pertanggungjawaban?
"Saya bersedia untuk menikahi Sissy, Om."
Suara Bryan yang menyahut dari ambang pintu membuat perhatian Tama dan Niken teralihkan. Pemuda berusia dua puluh lima tahun itu memang ikut bersama Tama ke sini.
Tama menghampiri Bryan dengan wajah tak percaya. "Kamu serius? Tapi kamu tahu sendiri kalau Sissy sedang hamil."
Bryan mengulas senyum. "Saya gak masalah sama itu, Om. Saya mencintai Sissy apa adanya. Saya ingin melindungi Sissy dan juga janin dalam kandungannya."
Tama tersenyum senang. "Kamu memang laki-laki yang baik untuk Sissy. Sissy beruntung dicintai sama kamu."
"Terima kasih, Om."
***
Matahari sudah berganti tugas dengan bulan. Suara jam yang berdetik memecahkan keheningan di dalam kamar luas bernuansa putih. Dibalik selimut tebal, Sissy masih terlelap setelah lima jam tidur.
Elkan keluar dari walk-in closed dengan pakaian yang sudah rapi. Ia menyisir rambutnya di depan cermin, lalu menyemprotkan parfum ke beberapa titik bagian tubuhnya. Malam ini, ia mengundang partner bisnisnya dari Inggris untuk makan malam di restorannya.
Kemudian Elkan meletakkan pulpen di atas kertas yang tertulis perjanjian kontraknya dengan Sissy. Sudah ada tanda tangannya juga di atas materai.
"Cantik tapi bego itu percuma, Sissy. Harusnya lo berterima kasih sama gue. Seenggaknya bukan om botak perut buncit yang tidurin lo."
Setelah cukup lama menatap Sissy, lantas Elkan berlalu pergi keluar kamar. Di sini Elkan tidak tinggal di apartemen, melainkan membeli rumah minimalis mewah yang tidak terlalu jauh jaraknya dari restoran.
Beberapa menit setelah Elkan pergi dengan mobil sport-nya, Sissy menggeliat dalam tidurnya. Perlahan matanya terbuka, mengerjap beberapa kali, menyesuaikan bias cahaya lampu yang masuk ke kornea matanya.
Sissy hampir berteriak kalau saja tidak ingat apa yang sudah dia lalui bersama Elkan siang tadi. Ia berdecak kesal. Lagi-lagi tubuhnya digauli Elkan. Tapi apa boleh buat, ia pun sudah setuju dengan apa yang ditawarkan oleh laki-laki itu.
"Berapa jam gue tidur?" gumamnya sambil memijat pelipisnya yang berdenyut.
Sissy mengambil handphone-nya yang berada di samping tempat tidur. Jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam.
Sissy bangun dari posisi tidurnya. Pandangannya menangkap sebuah kertas di atas meja. Sissy ingat, setelah Elkan selesai menggaulinya, laki-laki itu berpesan untuk menandatangani surat perjanjian yang akan dia buat.
Setelah melilitkan selimut di tubuhnya, Sissy berjalan ke arah meja dan melihat tanda tangan Elkan sudah ada di atas materai. Sissy menghela napas berat. Dengan perasaan tidak ikhlas, ia meraih pulpen di sana lalu ikut menggores tanda tangannya di sana.
"Satu bulan. Semoga kali ini Kak El menepati janjinya."
***
Elkan bersenandung sambil mengemudikan mobilnya. Lalu tiba-tiba sebuah motor sport berwarna hijau mengganggunya.
"Ini ngapain sih bangsat."
Elkan menginjak pedal gasnya lebih dalam lagi. Ternyata sang pengendara motor itu ikut menambah kecepatannya.
Elkan mendesis geram. Kesabarannya yang setipis tisu sudah habis. Ia menghentikan laju mobilnya lalu keluar menghampiri si pengendara motor tersebut.
Elkan tertawa remeh saat pengendara motor itu melepas helm full face-nya. Elkan tahu siapa dia. Laki-laki bergaya rambut undercut itu adalah salah satu sahabat adik tirinya, dia adalah Fabian.
"Harusnya dari awal gue gak berhenti buat curiga sama lo, Bang. Dari pertama kali gue lihat gimana cara lo mandang Sissy, gue bisa nangkep sinyal busuk dari lo. Gue pikir lo gak mungkin ngelakuin sesuatu yang jahat sama sahabat dari adik lo sendiri. Tapi ternyata gue salah!"
Elkan mengulas senyum sambil bersidekap. Sungguh ia tertarik dengan ucapan remaja di hadapannya ini.
Fabian melangkah lebih dekat dengan Elkan, lalu ia mencengkeram kerah kemejanya dengan emosi menggebu. Sementara Elkan yang diperlakukan seperti itu hanya tersenyum santai.
"Gue udah tahu tentang apa yang terjadi di malam saat Galang dikeroyok sama temen-temen lo." Fabian bicara sampai gemetar saking emosinya. "Lo b******n gila yang udah rusak sahabat gue, kan? Ngaku lo, Bang!"
Elkan tertawa. Lalu Fabian membalasnya dengan pukulan yang kuat di pipi laki-laki itu.
"Anjing lo, Bang! Gue gak nyangka kalo ternyata lo sebangsat itu!"
"Kenapa? Lo iri sama gue karena gak bisa pake Sissy?" tanya Elkan dengan nada mengejek.
Fabian menggeleng tak percaya dengan apa yang didengarnya tadi. Iri karena tidak bisa menyentuh Sissy? Yang benar saja!
"Jangan gila lo, Bang. Gue peduli sama Sissy karena dia sahabat gue! Gak terima gue liat sahabat gue direndahin sama b******n sialan kayak elo gini!"
Elkan mengangguk-anggukkan kepalanya, seakan percaya dengan yang Fabian ucapkan.
"Okay. Terus mau lo gimana?"
"Jelas gue mau lo jauhin Sissy. Jangan ganggu dia."
"Atau?"
Fabian menatap penuh dendam kedua mata Elkan. "Atau gue habisin lo."
Elkan kembali tertawa. Entah dimana letak kelucuannya. "Habisin gue? Sebelum lo sempet buat habisin gue, lebih dulu lo yang gue habisin."
Fabian sudah akan melayangkan pukulan ke wajah Elkan, namun pergerakan Elkan jauh lebih cepat. Pemuda dua puluh tiga tahun itu menahan lengan Fabian, lalu memutarnya ke belakang punggung remaja itu hingga terdengar suara pekikan kesakitan dari Fabian.
"Ah, anjing!"
Tenaga besar yang dimiliki Elkan tak mampu membuat Fabian berkutik.
"Yakin lo bisa ngabisin gue?"