Satu persatu pelayat mulai meninggalkan tempat pemakaman umum. Sissy berjongkok, mengusap nisan kuburan Galang. Dibalik kacamata hitamnya, Sissy tidak bisa menghentikan air mata yang terus mengalir. Dadanya sangat sesak. Ujian datang bertubi-tubi padanya.
Milka mengusap-usap bahu Sissy, mencoba memberi ketenangan pada sahabatnya ini.
"Lang...."
Sissy tidak bisa berkata-kata lagi. Mereka baru saja bertemu semalam, meski memang dalam keadaan yang sangat memilukan.
Niken menyentuh pundak Milka, memintanya untuk bertukar posisi. Milka mengangguk, mempersilahkan Niken berjongkok di samping putrinya.
Sementara itu, Zaiden menatap Mario penuh tanya karena pemuda itu selalu berada di dekat Niken sejak tadi. Zaiden berpikir, apa mungkin Mario sedang kembali melakukan pendekatan dengan Sissy melalui Niken?
"Sabar, Sayang. Ikhlaskan Galang supaya dia tenang," ucap Niken sambil mengusap bahu Sissy. Alisnya menaut saat menyadari kalau tangan Sissy diperban. "Tangan kamu kenapa?"
Sissy menarik tangannya saat Niken hendak menyentuhnya, lalu ia bangun dari posisi jongkok.
"Kita ke rumah Om Adi sekarang. Polisi bakal jelasin kronologi kematian Galang," ucap Zaidan yang langsung dibalas anggukan oleh Sissy dan yang lain.
Niken hanya bisa menghela napas melihat langkah pergi Sissy. Hubungannya dengan Sissy menjadi renggang semenjak berakhirnya rumah tangga bersama Tama. Niken jadi berpikir, seandainya ia tidak meninggalkan Sissy setelah surat perceraian keluar, mungkin mereka tetap dekat sampai sekarang.
"Ayo, Tante," ajak Mario sambil mengulurkan tangannya.
Niken mengangguk, menerima uluran tangan kekasih mudanya, lantas berlalu meninggalkan pemakaman.
***
"Saudara Galang menjadi korban tabrak lari dijalan Z. Lalu dua orang pria yang hendak memancing menemukan Galang yang sudah tidak bernyawa," jelas sang polisi. "Kami bawakan rekaman CCTV yang berada di toko bangunan didekat tempat kejadian. Silahkan dilihat," lanjutnya kemudian memutarkan rekaman CCTV yang mereka bawa di laptop.
Dalam rekaman tersebut Galang terlihat sempoyongan menyebrangi jalan, lalu dengan kecepatan tinggi sebuah mobil menabrak Galang hingga terpental jatuh ke jurang.
Dania - Ibu Galang menjerit saat melihat putranya mengalami kejadian tragis seperti itu. "Galaaaang!"
Sissy mengepalkan kedua tangannya. Jelas ini tidak akan terjadi kalau ketiga teman Elkan tidak menghajar Galang habis-habisan semalam.
"Tapi kenapa di wajah almarhum putra saya terdapat banyak luka lebam, Pak? Seperti sudah dihajar orang," ucap Adi.
Sebelum polisi membuka mulut untuk bicara, lebih dulu Sissy menyahutinya.
"Karena Galang menjadi korban kekerasan di klub! Aku menyaksikannya sendiri, Om!"
"Sayang, kamu bicara apa?" Niken bertanya.
Sissy mengabaikan pertanyaan mamanya. Lalu menatap serius pada kedua polisi itu. Kemudian ia menjelaskan kejadian saat Galang disiksa oleh teman-teman Elkan di klub malam.
"Bapak bisa minta langsung rekaman CCTV-nya di klub malam B."
Polisi berbadan gemuk mengangguk. "Terima kasih atas informasinya, Dek. Kami akan segera menghubungi rekan kami untuk mengecek rekaman CCTV disana. Kami juga sudah melakukan penyelidikan melalui sidik jari atas lebam di wajah saudara Galang. Hanya tinggal menunggu hasilnya saja."
Adi mengangguk-anggukkan kepalanya. Bersyukur karena polisi sudah sigap melakukan penyelidikan melalui sidik jari. "Lalu bagaimana dengan pelaku yang sudah menabrak almarhum putra saya, Pak? Apa sudah ditemukan?"
"Belum, Pak Adi. Kami akan segera mengabari Pak Adi dan keluarga secepatnya kalau pelaku sudah tertangkap."
Adi mengangguk pelan. Ia berdoa dan berharap semoga secepatnya Galang mendapatkan keadilan.
***
Di dalam mobil, Milka menghela napas panjang. Saat ini mereka sedang dalam perjalanan pulang ke rumah Sissy.
"Sumpah deh, gue gak nyangka banget kalo Galang bisa mengalami kejadian yang tragis kayak gini."
Fabian berdeham sambil mengangguk. "Oh iya ngomong-ngomong lo tahu gak siapa orang yang udah ngehajar Galang?" tanyanya melirik sekilas pada Sissy melalui kaca mobil.
"Temen-temennya Kak Elkan. Gue juga gak tahu kenapa mereka bisa tega ngehajar Galang habis-habisan kemaren."
Milka tersentak kaget. "Lo serius, Sy?"
Sissy mengangguk. Mereka benar-benar kejam. Begitu juga dengan Elkan. Tidak ada bedanya. Seandainya Elkan tidak membawa Sissy pergi dan menghentikan aksi kekerasan teman-temannya terhadap Galang, Sissy bisa langsung membawa Galang ke rumah sakit, dan mungkin Galang juga masih hidup sampai sekarang.
"Apa Bang Elkan juga ikut terlibat dalam pengeroyokan itu?" Sekarang Fabian yang bertanya.
Sissy terdiam sejenak sebelum akhirnya ia menggeleng pelan. "Gue gak tahu. Tapi gue yakin kalo Kak El juga terlibat."
"Sorry, Sy. Tapi kalo emang lo tahu Galang di keroyok di klub, kenapa lo gak minta bantuan sama kita? Dan seandainya lo pergi karena bantu Galang, tapi kenapa Galang bisa jalan sendiri sampe akhirnya ketabrak mobil? Sebenernya semalam lo pergi kemana?" Fabian sungguh sangat mencurigai bekas merah di bawah telinga Sissy. Ia takut yang ada dipikirannya benar-benar kejadian pada Sissy semalam.
Sissy tidak membalasnya dengan ucapan, melainkan dengan air mata yang menetes.
"Udah-udah nanyain Sissy-nya nanti lagi. Sissy masih syok sama apa yang terjadi hari ini," ucap Milka sambil mengusap-usap bahu Sissy.
Fabian mengangguk. Ia akan bertanya lagi saat kondisi Sissy sudah stabil.
"Sebenernya tadi pagi Kak El ada di rumah. Lo mau ketemu sama dia? Kalo pun udah gak di rumah gue, kita bisa pergi langsung ke apartemen dia atau tanya sama Papa dimana Kak El berada," ucap Milka.
Sissy terdiam. Bertemu dengan Elkan? Setelah apa yang laki-laki itu lakukan padanya semalam, apa mungkin Sissy masih bisa menatap wajah Elkan? Tapi bagaimana dengan yang terjadi pada Galang?
***
Angin sepoi-sepoi menerpa lembut kulit wajah pemuda tampan yang sedang bersantai di gazebo. Elkan mengepulkan asap rokoknya ke udara. Dia masih dikediaman rumah ibu sambungnya. Lalu tiga orang pemuda datang menghampiri Elkan, mereka adalah Rey, Vino, dan Fajar.
"Gimana-gimana? Lo udah denger kabar terbarunya si Galang?" Vino bertanya disertai seringai di wajahnya.
Elkan tersenyum licik sambil mengangkat kedua alisnya.
"Sebenernya gue agak kecewa denger berita ini. Karena harusnya si Galang mati ditangan kita, kan?" Rey mengeluarkan suaranya.
Fajar tertawa. "Itu bakal kejadian kalo seandainya El gak minta kita buat berhenti ngehajar si Galang."
"Kan judulnya bukan nyawa dibalas dengan nyawa." Elkan menyahut lalu menghisap dalam-dalam rokoknya.
Obrolan mereka terhenti saat asisten rumah tangga datang menghampiri keempat pemuda itu.
"Maaf, Den Elkan. Di depan ada Non Milka sama temen-temennya. Mereka minta Den Elkan buat ke depan."
Elkan mengangguk seraya beranjak dari tempat duduknya. Ia melempar rokoknya yang masih setengah ke tempat sampah yang dia lewati. Elkan menyeringai saat melihat adanya Sissy diantara kelima teman-temannya.
Melihat kedatangan Elkan membuat tubuh Sissy seketika memegang. Perbuatan laki-laki itu padanya masih sangat membekas dalam ingatan. Rasa sesak di d**a membuat Sissy tanpa sadar meneteskan air mata.
"Untung Kak El masih di sini," ucap Milka sambil menatap kakak tirinya.
Elkan berdeham seraya duduk di single sofa, bersebrangan dengan Sissy. Melihat perban di tangan gadis itu, ia menyeringai geli. Elkan tahu apa yang sudah Sissy lakukan terhadap dirinya sendiri.
"Kenapa?" Elkan bertanya santai.
"Galang meninggal." Milka menjawab.
Elkan menautkan alisnya. Seakan tidak pernah mendengar nama itu dan dia tidak tahu apa-apa. "Galang? Siapa tuh?"
"Gak usah pura-pura pikun lo, Kak! Galang meninggal setelah dikeroyok sama temen-temen lo. Dan gue yakin lo juga ikut andil dalam masalah ini. Sekarang panggil mereka ke sini dan kalian jelasin sama gue, kesalahan apa yang udah Galang lakuin sama kalian sampe kalian tega ngeroyok Galang habis-habisan!" Sissy hilang kendali. Amarahnya meluap-luap sampai dia bicara dengan posisi berdiri.
Elkan tersenyum mengejek melihat Sissy yang begitu emosional. "Temen lo ini kenapa sih, Mil? Dia sehat gak sih? Anter berobat sana. Sakit tuh dia."
"Dasar bego! Sekalipun lo gak mau jelasin sama gue alasannya, gue udah laporin tindak kekerasan kalian sama Galang ke polisi. Dan polisi juga udah melakukan penyelidikan sidik jari di tubuh Galang. Jadi elo sama sama temen-temen lo gak bakal bisa lari!"
"Kalo udah dilaporin terus ngapain lo ke sini? Ribet banget hidup lo." Tiba-tiba saja Rey menyahut. Dia datang bersama Vino dan Fajar. Gayanya sangat angkuh.
Sissy mengepalkan kedua tangannya. Ia begitu murka kepada mereka bertiga, terlebih lagi pada Rey yang begitu sombong. "Bisa-bisanya kalian tetep bersikap santai kayak gini! Bahkan untuk merasa bersalah pun kalian gak bisa. Sebenernya kalian ini manusia apa iblis sih?"
Ketiga pemuda itu tertawa mengejek.
Elkan bangun lalu mengangkat satu tangannya, mengisyaratkan agar ketiga temannya diam.
"Heh Milka, mending lo bawa keluar semua temen-temen lo ini. Berisik tahu gak. Bener juga tuh kata si Rey, kalo udah dilaporin ke polisi ya udah, gak usah ngeribetin diri."
Milka mendengus pelan lalu bangun dari posisi duduknya. "Sumpah dek, Kak. Kalo sampe Papa tahu, habis lo."
Elkan mengangkat bahunya acuh.
"Udah ayo kita balik," ajak Zaidan. "Biar polisi langsung yang urus masalah ini. Percuma juga kita ngomong sama orang yang gak punya hati kayak mereka gini."
Ucapan Zaidan dibalas tawa mengejek oleh Rey, Vino, dan Fajar.
Milka mengangguk. Ia merangkul pundak Sissy sambil mengusapnya. "Lo tenang aja. Gue pastiin Papa juga bakal turun tangan kalo Kak El terbukti ikut andil atas pengeroyokan Galang," ucapnya dengan yakin.
Elkan yang mendengar suara itu pun hanya bisa berdecih.
Sissy mengangguk. Walau sebenarnya ia sangat ingin tahu motif kekerasan mereka terhadap Galang.
Belum ada tiga langkah Sissy mengayunkan kakinya, tiba-tiba saja Elkan menahan lengannya.
"Jangan bunuh diri. Gue masih mau rasain tubuh lo," bisik Elkan lalu menekan luka ditangan Sissy.