"Dibebaskan?!"
Sissy menatap tidak percaya pada Adi yang memberitahu kalau pelaku pengeroyokan terhadap Galang sudah dibebaskan.
"Tapi kenapa, Om? Mereka gak berhak untuk dibebaskan! Mereka harus dihukum! Aku gak tega waktu lihat Galang di siksa sama mereka."
Adi menghela napas panjang. Tidak butuh waktu lama bagi polisi untuk bisa menangkap pelaku tabrak lari yang sudah menewaskan Galang. Tidak ada unsur kesengajaan yang dilakukan pelaku kepada Galang, malam itu murni kecelakaan, dan karena takut sang pelaku lari begitu saja. Polisi juga berhasil mengamankan Rey, Vino, dan Fajar setelah menemukan sidik jari mereka di tubuh Galang. Namun, tiba-tiba saja Adi menyampaikan pada Sissy kalau dia membebaskan ketiga pelaku pengeroyokan itu.
"Om! Jawab, Om! Kenapa diem aja?"
Adi mengusap-usap wajahnya mengunakan kedua telapak tangan. "Om gak bisa memenjarakan mereka. Om gak punya kuasa, Sy."
"Gak punya kuasa gimana, Om? Jelas-jelas kita punya bukti nyata kalau mereka memang bersalah. Terus kenapa sekarang Om malah diem?"
Sissy sungguh geram kepada omnya ini. Bagaimana bisa dia membebaskan pelaku yang sudah menghajar anaknya habis-habisan?
"Papanya Rey itu pemilik perusahaan di tempat Om kamu kerja, Sy. Dan Papanya Fajar adalah seorang pengacara," jawab Diana yang baru duduk bergabung.
Sissy terdiam sejenak. "Om membebaskan mereka karena takut dipecat sama Papanya si Rey?"
Adi menggeleng pelan. Wajahnya terlihat lelah. "Om punya hutang sama Pak William. Dan itu bukan hutang uang, melainkan hutang nyawa. Kamu ingat kalau Om pernah mengalami kecelakaan pesawat tujuh tahun yang lalu? Karena bantuan dari Pak William akhirnya Om bisa selamat, Sy. Dan Om gak bisa melupakan kejadian itu."
Sissy terpejam. Menutup wajahnya menggunakan kedua telapak tangan. Kenapa harus kebetulan seperti ini Walau memang pelaku tabrak lari terkurung dibalik jeruji besi, tapi Galang tidak mendapat keadilan dari pelaku kekerasan kepadanya.
Sissy kembali ke rumah dengan rasa kecewa mendalam. Tapi ia tidak bisa melakukan apa-apa, keputusan ada penuh di tangan Adi dan Diana sebagai orang tua Galang.
Kedua alis Sissy menaut saat ada dua mobil yang terparkir di halaman rumah. Mobil hitam itu milik Tama, tapi yang berwarna putih Sissy tidak tahu.
Langkah Sissy terhenti di ambang pintu begitu melihat Tama, Kinanti, dan tiga orang yang tak ia kenal duduk di ruang tamu.
"Sissy! Akhirnya kamu sampai juga. Sini duduk, Sayang," ucap Kinanti dengan antusias begitu melihat kedatangan anak tirinya.
Sissy menatap jijik pada wanita perebut laki orang itu. Sungguh Sissy sangat muak melihat wajah sok ramah Kinanti kepadanya.
"Jadi ini anak kamu, Tam? Wah cantik banget ya. Pasti Bryan gak nolak ini," ucap pria di sana sambil menepuk bahu pemuda di sampingnya.
Tama tertawa. "Iya dong, Ko. Lihat dulu siapa papanya," ucapnya dengan bangga.
"Ayo sini, Sy, duduk. Papa kenalkan kamu sama Om Marko dan keluarganya. Mereka baru sampai dari Mexico dua hari yang lalu. Ini Tante Sella dan Bryan. Dulu, Papa sama Om Marko temenan baik waktu kami kuliah dulu. Tapi karena sibuk dengan urusan masing-masing jadi hilang kabar."
Sissy sungguh tidak peduli dengan penjelasan Tama. Ia sangat risih saat menangkap basah pemuda bernama Bryan yang menatapnya secara terang-terangan sambil mengulum senyum seperti orang gila.
"Agar silaturahmi tetap terjaga, Papa sama Om Marko sudah sepakat untuk menjodohkan kamu sama Bryan. Kamu mau kan, Sy?"
"Gak! Jelas enggak." Sissy menolaknya secara mentah-mentah. "Jangan gila deh, Pa. Aku gak mau dijodohin kayak gini. Aku bebas menentukan pasangan hidup aku sendiri."
"Sissy! Yang sopan kamu kalo ngomong. Lagipula Papa sama Om Marko gak maksa kamu sama Bryan untuk menikah cepat-cepat. Kalian bisa pacaran dulu," ucap Tama lalu menoleh menatap Bryan. "Kamu mau kan menerima perjodohan ini?"
Tanpa berpikir lagi Bryan mengangguk dengan antusias. "Mau, Om. Bahkan buat nikahin Sissy besok pun saya siap."
"Gila lo!"
"Sissy!" tegur Tama.
"Pokoknya aku gak mau. Titik!"
Tama bangun dari posisi duduknya. Lalu ia mencekal tangan Sissy dan membawanya menjauh dari ruang tamu.
"Pa! Apa-apaan sih?"
"Diam kamu. Papa menjodohkan kamu sama Bryan itu demi masa depan kamu. Papa khawatir sama pergaulan kamu yang gak kekontrol itu. Dan Papa akan merasa tenang kalo kamu sama Bryan."
Sissy menggeleng tegas. "Enggak. Aku gak mau terima perjodohan gila ini. Dan Papa gak berhak buat paksa aku untuk menerimanya."
Tama diam sejenak sambil menatap putrinya dengan wajah marah. Begitupun dengan Sissy yang berani membalas tatapan papanya.
"Nanti kita bicarakan lagi," putus Tama lantas berbalik arah kembali ke ruang tamu.
Sissy mendengus kasar. Setelah begitu lama mengabaikan hidupnya, sekarang dengan sesuka hati Tama menjodohkannya. Lucu sekali bukan?
"Non." Asri datang menghampiri majikannya. "Ini ada paket buat Non Sissy."
"Makasih ya, Bi. Aku ke kamar dulu."
Asri tersenyum sopan setelah Sissy mengambil paket tersebut. Dua puluh tahun mengabdi dengan keluarga ini, Asri menyaksikan bagaimana setiap momen yang terjadi di sini. Dan efek dari konflik Tama dan Niken sangat mengguncang mental Sissy.
Di dalam kamar bernuansa biru muda, Sissy menjatuhkan tubuhnya ke atas tempat tidur. Sejenak ia terpejam untuk menenangkan pikiran.
"Oh iya, ini paket dari siapa ya?"
Sissy terduduk sambil mencoba mencari nama pengirim paket tersebut. Tapi ia tidak menemukannya.
"Dari siapa sih? Sok misterius banget deh," gumamnya seraya merobek bungkus kertas berwarna cokelat itu. Setelah berhasil membukanya, Sissy dikejutkan dengan isi di dalam paket tersebut. Kedua mata Sissy membulat sempurna. Jantungnya berdetak amat cepat. Air mata lolos begitu saja dari pelupuk mata.
Tangan Sissy bergetar saat menyentuh foto dirinya dan Elkan yang berada di dalam paket tersebut. Bagian atas tubuh Sissy tak tertutup sehelai benang pun dengan Elkan yang tidur di bahunya.
"b******k. Dasar orang gila," cicitnya sembari merobek foto menjijikan itu. Kemudian Sissy mengambil lipatan kertas yang juga berada di paket tersebut.
=Gimana? Suka gak sama fotonya? Tapi gue tebak lo pasti lebih suka sama videonya. Datang ke apartemen gue malam ini, kita nonton sama-sama video bercinta kita.=
"ARGH!"
Sissy menjerit frustasi. Ia terduduk di lantai sambil menjambak rambutnya sendiri. Elkan benar-benar seorang yang b******n. Ternyata yang terjadi malam itu bukan hanya sebatas menyetubuhi Sissy, tapi Elkan juga memanfaatkan kesempatan dengan mengabadikan setiap hal yang dia lakukan kepada Sissy.
"BRENGSEEEEEK!!!"
***
Sissy menginjak pedal gas lebih dalam lagi. Matanya terus meneteskan air yang tak bisa ia tahan. Rasa takut menghantui Sissy. Aibnya berada di tangan Elkan. Sissy takut Elkan akan menyebarluaskan video itu ke sosial media. Meski dalam catatan itu Elkan tidak mengancam akan menyebar luaskan videonya, tetap saja Sissy was-was. Sissy tidak akan sanggup hidup lagi kalau sampai Elkan melakukannya.
Siang ini juga Sissy berangkat menuju apartemen Elkan. Bahkan ia mengabaikan teriakan Tama yang bertanya-tanya kenapa Sissy sampai berlari terburu-buru keluar rumah sambil menangis. Sissy pernah datang sekali ke apartemen Elkan bersama Milka untuk mengantarkan makanan saat laki-laki itu sakit.
Dalam hati Sissy terus mengumpati kebrengsekan Elkan. Tadinya Sissy pikir Elkan laki-laki baik. Dalam beberapakali kesempatan bertemu dengan Elkan, dia sangat ramah kepada Sissy, tidak sangka ternyata Elkan bisa bersikap seperti ini kepadanya.
"Dasar orang gila! Harusnya spesies orang sinting kayak elo gak ada di bumi ini, Kak! Argh! Bajingaaan!!!"
Setelah memarkirkan mobilnya, Sissy setengah berlari menuju apartemen Elkan. Tidak ada hal lain yang ada dipikiran Sissy selain ingin cepat-cepat bertemu dengan Elkan dan meminta video tersebut. Sissy harus memastikan kalau tidak ada lagi aib tubuhnya yang tersimpan di handphone Elkan.
Sissy berhenti di depan pintu apartemen. Sambil mengatur napasnya yang memburu, ia menekan beberapakali bel di sana, berharap si pemilik segera membukakan pintu.
"Ayo dong buka bajingaaan!!!"
Begitu pintu dibuka ternyata bukan Elkan yang muncul dari dalam sana, melainkan seorang perempuan yang hanya mengenakan bralette dan hotpants.
"Siapa ya?"
Tanpa sadar Sissy mengepalkan kedua tangannya. Ia semakin merasa hina dan jijik karena telah disentuh oleh laki-laki seperti Elkan.
"Ada siapa, Nes?"
Elkan muncul sambil membawa segelas minuman berwarna merah. Dia tidak mengenakan atasan apapun hingga membuat tatto disepanjang lengan kanannya terlihat jelas, sementara tubuh bagian bawahnya mengenakan celana jeans hitam panjang yang agak melorot.
Melihat Sissy berdiri di depan pintu dengan amarah di wajahnya, menghadirkan senyuman di bibir Elkan.
"Gak tahu. Gue tanya juga diem aja. Lo kenal sama dia?"
Elkan masih menatap Sissy dengan senyuman. "Ya. Dia temennya Milka."
Agnes mengangguk. Menatap Sissy dari ujung kaki dengan pandangan menilai. Jika dilihat dari ekspresi wajahnya, Sissy pastikan kalau Agnes tidak suka padanya.
"Ngapain dia ke sini?"
Elkan mengusap-usap lengan Agnes dari belakang. "Ada urusan. Udah sekarang lo siap-siap sana. Nanti kalo telat bisa dimarahin sama bos lo."
Agnes menghela napas. Kembali menatap Sissy sejenak sebelum akhirnya berbalik badan untuk bersiap pergi. Sementara itu Elkan melangkah maju lebih dekat dengan Sissy.
"Gue bilang kan nanti malem. Sekarang baru jam dua siang. Udah gak sabar ya?"
"Jangan makin kurang ajar lo, Kak. Maksudnya apa ngirim paket kayak gitu? Ada berapa banyak foto gue di hape lo?"
Elkan terdiam sejenak. Tampak sedang berpikir dan itu membuat Sissy semakin geram. "Ada berapa ya? Gue gak hitung sih."
Sissy menggeram kesal. Apa ini maksudnya ada banyak sekali foto Sissy di handphone Elkan? Keterlaluan!
Obrolan mereka terhenti saat Agnes kembali muncul dengan pakaian yang lebih sopan.
"Lagi ngobrolin apa sih? Ajak masuk deh, El. Kayak apa aja ngobrol di tengah pintu gini."
Elkan berdeham. Lantas Agnes berlalu pergi melewati Sissy. Lalu tiba-tiba saja Elkan menarik pinggang Sissy masuk ke dalam apartemen. Perempuan itu memekik terkejut, apalagi tubuhnya sekarang dalam dekapan Elkan.
"Ih! Ngapain sih lo, Kak?! Jangan macem-macem lagi sama gue!" Sissy mendorong kuat d**a bidang Elkan hingga terlepas dari dekapan laki-laki itu.
Elkan menyeringai. Lalu ia menutup pintu apartemen mengunakan kakinya. Sissy yang tahu kalau pintu tersebut mengunci otomatis pun langsung pucat. Tanpa sadar Sissy telah membahayakan dirinya karena berani datang ke apartemen Elkan sendirian.
Napas Sissy tercekat saat Elkan melangkah lebih dekat kepadanya. Refleks ia memundurkan langkah mencoba membentang jarak dengan Elkan.
"Stop! Gue bilang stop!"
Tentu saja Elkan tidak peduli dengan perintah Sissy. Dia tetap melangkah maju dan Sissy yang terus memundurkan langkah. Lalu Elkan mengambil remote di dekatnya dan menekan tombol play. Seketika suara jeritan, tangisan, dan desahan terdengar memenuhi ruangan.
Sissy sontak memutar tubuhnya menatap televisi yang menyala. Air mata menetes begitu saja. Jantungnya berdetak semakin cepat saat menyadari siapa yang ada di video tersebut. Itu adalah dirinya! Elkan tidak berbohong kalau dia merekam kejadian pada malam itu bersama Sissy.
Sissy terpejam sambil menutup kedua telinganya rapat-rapat. Ini sangat memalukan!
Sissy kembali tersentak saat Elkan memeluknya dari belakang. Memaksa Sissy agar menurunkan kedua tangannya yang menutupi telinganya.
"Lo denger suara itu? Suara kenikmatan," bisik Elkan tepat ditelinga Sissy.
Tidak! Itu suara jeritan kesakitan seorang gadis yang direnggut paksa kesuciannya oleh laki-laki b******k!
Sissy menangis tersedu-sedu. Ia merasa sangat hina. Matanya semakin terpejam rapat. Tidak ingin melihat sesuatu yang menjijikan itu.
"Lo bisa bayangin gak, gimana reaksi orang tua lo dan temen-temen lo kalo mereka lihat video kita?"
"GAAAK! ENGGAAAAAK!" Sissy menjerit sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Tidak boleh ada satu orangpun yang mengetahui tentang apa yang terjadi malam itu pada Sissy.
"Shuuuut, tenang. Gue gak bakal sebarin videonya. Asal sekarang...." Elkan menggantungkan ucapannya, lalu memutar tubuh Sissy hingga berhadapan dengannya. "Kita ulangi malam itu dengan lebih romantis."
Sissy langsung melayangkan tamparan di pipi Elkan. "b******k! Hati lo terbuat apa sih, Kak?! Kenapa lo bisa setega ini sama gue?! Kenapaaaaa?!"
Elkan menyeringai jahat. "Gue gak butuh pertanyaan dari lo. Yang gue butuhin itu tubuh lo."
Sissy menggeleng tak percaya. Hatinya seakan dicubit dengan kuat hingga memberikan sakit yang luar biasa.
"Kita ulangi apa yang terjadi pada malam itu sekarang. Dan gue bakal biarin lo hapus semua foto dan video lo yang ada di handphone gue. Atau...." Elkan mendekatkan wajahnya dengan telinga Sissy, kemudian berbisik, "gue pastiin semua temen-temen dan keluarga lo lihat video kita."
Elkan mengulas senyum sambil mengusap lembut pipi Sissy. "Gimana, Sayang? Mau, kan?"
Sissy menatap Elkan penuh dendam.
Tidak lama lagi waktunya di Jakarta, minggu depan ia akan berangkat ke Yogyakarta dan menetap lama di sana. Itu artinya ini bisa menjadi pertemuan terakhir dengan laki-laki sialan ini. Rasa takut akan ancaman Elkan membuatnya tidak bisa berpikir jernih. Hingga sebuah anggukan kecil menjadi jawaban yang memuaskan bagi Elkan.
"Good girl."