"Selamat datang. " Sapa Luna dengan muram saat melihat Davin baru saja masuk ke dalam rumah selepas bekerja, pria itu tidak menyahut, hanya berbicara sendiri dalam hati, cukup salut dengan istrinya ini, walaupun tengah kesal karena perbuatannya siang tadi sekaligus kecewa karena tidak mendapatkan pekerjaan yang dia impikan, Luna tetap saja menyambut kepulangannya bekerja. Tak hanya itu, Gadis manis tersebut juga merapikan sepatu yang baru saja ia lepas dan saat ia melihat meja makan, semuanya sudah penuh dengan menu makan malam mereka.
Davin menoleh ke arah Luna yang masih berdiri di belakangnya, ia sudah siap mendapatkan omelan namun gadis itu justru bungkam.
"Apa liat-liat? Mau gue colok mata lo. " Sinis Luna sebelum akhirnya ia meninggalkan Davin yang masih mematung di tempat.
"Cepetan mandi, gue udah laper. Nanti juga keburu makanannya dingin, ini gue masak sendiri. " Titah Luna bersuara kembali, tidak ada sahutan dari Davin, pria itu hanya diam dan melakukan apa yang baru saja di perintah oleh sang istri. Membersihkan diri lalu bersiap untuk makan malam bersama.
Suasana ruang makan juga sama seperti sebelum-sebelumnya, hening dan hanya ada suara dentingan alat makan yang beradu. Usai menyelesaikan acara makan, dengan cepat Luna langsung membereskannya, mencuci dan meletakkan kembali alat makan pada tempatnya, tidak sendirian, Davin juga membantu walau hanya sedikit.
"Mau kemana lo? " Seru Luna dengan garang saat Davin hendak pergi meninggalkan ruang makan.
"Nonton tivi. "
"Urusan kita belum selesai, ya? " Ancam Luna sembari berkacak pinggang ke arah sang suami, di sini Davin mulai mengerti, istrinya ini akan membahas soal yang tadi siang. Kenapa tidak sejak tadi?
"Lo sengaja kan nerima gue jadi office girl? Dan lo juga seneng kan ketemu gue siang tadi, huh?! " Amuk Luna menggebu, ia sudah menahannya seharian dan ini adalah waktunya untuk melampiaskan semuanya.
"Aku takut kamu sedih karena gak jadi dapat pekerjaan, ya sudah, aku Terima saja. Salah? "
"Salah! " Teriak Luna dengan cukup keras.
"Ya habisnya, ngapain kamu malah dateng ke perusahaan? Pakai acara ikutan daftar petugas kebersihan. "
"Itu salah paham, gue keliru. "
"Bukan aku dong yang salah. " Bela Davin pada dirinya sendiri.
"Tetap aja salah. "
"Salahnya di mana lagi? Jangan bilang selama ini kamu juga gak tahu nama perusahaan aku? Sebab itu kamu datang ke sana. "
"Iya emang. " Jawab Luna dengan jujur. "Gue gak tahu kalau perusahaan lo itu, apa namanya, young food. Nama aneh. " Ejek Luna dengan kesal.
"Ya udah, gak usah di pikirin berat-berat, jangan datang untuk bekerja kalau bukan itu yang kamu mau." Ujar Davin mengakhiri perbincangan mereka yang cukup singkat lalu enyah dari sana untuk bersantai.
"Ouh ya, mau tanya. " Ungkap Davin sembari menoleh, ada sesuatu yang masih ingin ia tanyakan. "Kenapa gak baru ngomel sekarang? Kenapa gak dari tadi aja pas aku baru pulang? "
"Kata Mama kalau ada yang pulang kerja jangan di omelin, tapi di sambut walaupun hati berkabut. Kita gak tahu apa aja yang udah terjadi sama seseorang di tempat kerja, mungkin lelah atau yang lainnya. Jadi, hargai seseorang yang telah bekerja untukmu. " Jawab Luna yang langsung mengundang senyuman manis Davin, perlu di acungi jempol istrinya ini. Tidak cerdas, namun setidaknya ia bisa belajar dari orang lain, serta menerima masukan.
"Uang bulanan udah aku transfer, pakai buat apa saja yang kamu mau. " Ucap Davin sebelum akhirnya benar-benar pergi meninggalkan Luna yang masih sibuk di dapur. Ada perasaan bahagia saat mendengar kata transfer, namun di sisi lain ia harus belajar mengendalikan diri untuk tidak sering-sering menghabiskan uang.
Suara nada dering ponselnya berbunyi dengan nyaring, membuat Luna langsung mengangkat panggilan telpon yang ternyata dari Angela.
"Hm, ada apa? " sapa Luna dengan santai sembari duduk di kursi menikmati sepiring buah-buahan sebagai camilan setelah makan malam.
"Besok, lo kerja kan? "
"Enggak, ngapain kerja. Walaupun gue udah di Terima, tetep gue gak bakalan mau masuk kerja. Gue gak mau jadi office girl, sayang sama gelar sarjana yang gue dapet. " Jawab Luna dengan acuh.
"Lo harus kerja besok, sama gue. Gue gak mau kerja sendirian."
"Lo masih mau kerja? Lo bisa aja gak berangkat besok, gak masalah."
"Enggak bisa, nyokap gue udah kesenengan banget hari ini karena gue lamar kerja. Dan lo tahu apa yang dia lakuin di rumah? Dia ngadain acara doa bersama supaya gue di Terima kerja, dia ngundang semua tetangga gue. Dan pas gue pulang, mereka seolah berharap banget gue keterima supaya doa mereka gak sia-sia. Dan gue bilang kalau keterima kerja di perusahaan, cuma gak ngasih tahu aja bagian apa. Gue gak mau bikin nyokap gue malu depan orang-orang karena mereka ngira gue jadi staff HRD."
"Di tambah lagi, malam ini nyokap ngundang semua keluarga besar buat makan malem bareng, gue di puji-puji depan keluarga. Dan nyokap gue bangga banget, gue gak mungkin hancurin kebahagiaan nyokap hari ini, jadi, lo mesti kerja mulai besok. Biar ada orang yang gue kenal di sana, please? Bisa ya? "
Luna mendengarkan semua ocehan Angela malam itu, sama seperti Angela yang tidak bisa menghancurkan kebahagiaan mamanya hari ini, sepertinya dirinya juga tidak boleh membuat sahabatnya tersebut bekerja sendirian dan menerima nasib buruk begitu saja. Ya, mau tidak mau ia juga harus ikut kerja. Hitung-hitung cari pengalaman dan juga teman baru, siapa tahu dapat yang se frekuensi.
"Ya udah deh, gue temenin lo kerja mulai besok. "
"Dan gue minta satu lagi, Jangan kasih tahu nyokap atau keluarga gue kalau gue kerjanya jadi office girl, biar suatu saat nanti gue yang bilang sendiri kalau udah siap. " Pinta Angela dengan sendu. Luna mengerti bagaimana perasaan itu tatkala membawa ke dua orang tua, ia juga pernah mengalaminya, bahkan yang lebih buruk, apalagi kalau bukan paksaan untuk menikah dengan Davin. Berulang kali ia menolak, namun ke dua orang tuanya sangat berharap hingga akhirnya mereka bisa tersenyum lega dan bahagia saat ia menerimanya, walau dengan setengah hati.
"Oke, kita kerja bareng besok. Anggap aja sebagai cobaan hidup dan juga pengalaman, buat nambah wawasan yang lebih luas lagi. " Balas Luna kembali menyetujui.
"Iya, siapa tahu kita juga dapat jodoh di sana. Gue lihat-lihat, di sana karyawannya ganteng-ganteng. Apalagi pak bosnya, itu lho, yang ikut wawancara kita siang tadi. Ganteng parah. "
"Eh awas lo ya deket-deket sama dia. " Ancam Luna secara spontan.
"Kenapa? Udah lo taksir duluan ya? Aelah, gak seru lo. Lihat yang bening dikit aja, langsung klaim jadi gebetan. Iya deh, gue ngalah. Cari yang lain. "
Luna hanya bisa tanpa menyahut sama sekali, ia justru tengah sibuk celingukan ke arah pintu ruang makan, siapa tahu Davin tengah menguping, ia tidak mau pria itu salah paham mengenai dirinya yang melarang orang lain dekat dengan dia. Nanti dia menyangka, ia cemburu. Padahal kan, tidak. Hanya sedikit, tidak rela.
"Ya udah, sampai ketemu besok. By!"