"Kin... Kamu dengerin Ayya dong. Semalam itu Kak Zam menyeramkan banget bikin Ayya jadi takut setengah mati. Katanya laki-laki yang harus Ayya rindukan itu adalah dia, nyebelin banget kan?" seseorang yang Ayya panggil Kin tetap melaksanakan acara menulisnya, mengabaikan Ayya tentunya.
"Ish! Kin! Ini Ayya harus ngapain pusing tau." dengan wajah kesalnya Perempuan berkacamata itu mengetuk kening Ayya dengan pulpen.
"Aduh! Sakit banget tau."
"Mending kamu ngecek bahan aja deh Ay, capek saya dengerin kisah kalian yang tiada habisnya. Kemarin, gara-gara Kaffa kalian berantem hebat ujung-ujungnya saya yang harus turun tangan jelasin dengan detail. Terus semalam? Kak Daniel? Untungnya engga sejauh si Kaffa, kamu juga sudah tau Zam orangnya gimana masih aja dekat sama cowok." Kinta Cahya, sahabat Ayya sejak kuliah sampai sekarang itu memijat keningnya sejenak kemudian kembali menulis rekap pengeluaran restoran mereka bulan ini.
"Tapi Kin, Ayya engga dekatin mereka kok malahan engga godain mereka. Masa iya disapa teman lama dibalas dengan palingan muka? Itumah namanya orang sombong yang sangat tidak tau diri banget. Kak Daniel itu orangnya ramah dan nyenengin kalau Ayya abaikan nantinya dia tersinggung apalagi selama ini tidak pernah punya masalah dengan dia." Bela Ayya, ia menopang dagunya di meja memikirkan kisahnya kembali dengan Zam.
"Zam itu udah bucin total sama kamu jadi jangan uji terus masalah mengakui atau engga itu urusan belakangan, semua pegawai kamu termasuk saya juga udah tau dia itu Cinta mati sama kamu. Mana ada orang mau disuruh beli coklat terus mau-mau aja?" menjeda menulisnya sejenak kemudian menetap Ayya yang sedang merana kemudian kembali menulis.
"Sana gih! Periksa bahan. Catat! Habis itu kita beli bahan soalnya anak-anak lain engga sempat pergi katanya akhir-akhir ini banyak tugas." masih dengan wajah kesal Ayya berjalan keluar ruangan tempatnya dengan Kinta
Restoran 'KiRa' adalah restoran yang Ayya buka beberapa bulan setelah wisuda tentunya di modali oleh Kenan, papanya tetapi setelah 6 bulan berjalan Ayya sudah mengembalikan uang papanya karena restorannya berjalan dengan baik. Restoran ini sedikit langka karena didalamnya hanya kumpulan makanan berbahan dasar coklat lebih cocok di katakan kafe tapi Ayya lebih suka menyebutnya Restoran lebih oke katanya.
"Arsel! Bahan yang kurang apa aja?" tanya Ayya setelah sampai di dapur Restoran, tiga orang yang ada disana hanya menatap Ayya beberapa detik kemudian kembali mengerjakan kegiatan masing-masing.
Ayya tentu tidak tersinggung dengan sikap ketiganya malah terkesan sudah sangat terbiasa sekali, apalagi orang yang barusan Ayya panggil itu sangatlah malas berbicara bukan malas sebenarnya hanya tidak ingin menanggapi Ayya yang kadang berbicara ngelantur.
"Arsel!" panggilnya kembali
"Kenapa Mba Ayya? Kalau untuk catatan bahan sudah Kanaira siapkan tinggal kakak ambil saja di Anggita di meja kasir. Tapi kalau ada keperluan lain mending Mba mendekat kesana kan kita sudah tau kalau Bang Arsel mana mau kalau engga perlu banget." Kanaira, yang berdiri tak jauh dari tempat Ayya berdiri membuka suaranya. Pegawai paling muda di restoran ini sekaligus satu-satunya koki perempuan dan dua lainnya adalah laki-laki.
"Arsel! Kaffa apa kabar?"
BRAK.
"Astagfirullah, rasanya jantung Kanaira mau copot aja. Sejak kapan kak Zam disitu?"
Ayya membalikkan badannya ternyata yang barusan memukul pintu dapur itu Zam, dengan wajah bahagianya Ayya mendekati Zam karena memang tadi pagi Ayya menitipkan coklat pada Zam soalnya semalam tidak sempat beli.
"Hei kak Zam, yuk kita ke ruangan aja disana ada Kinta yang lagi nulis." Ayya memegang tangan Zam kemudian menariknya keluar dari dapur menuju ruangannya tadi dengan Kinta.
Ceklek,
"Kenapa balik lagi Ay? Kan saya bilang ambil catatan bahan yang kurang atau kamu yang catat sendiri. Bentar lagi mau jam 5 takutnya kena macet lagi atau kamu udah dapat catatannya?" Kinta menghentikan acara menulisnya lalu mendongak, ups! Ternyata pawang Ayya datang.
"Ehh ada Zam, masuk." Kinta tidak akan kaget kalau misalkan Zam datang kesini, udah biasa.
"Ngapain kamu nanyain soal Kaffa sama Arsel tadi?" Kinta yang tadinya sudah bersiap menulis kembali mengurungkan niatnya, menatap jengah kearah Ayya. Kapan tobatnya sikap Ayya satu itu? Sudah tau Zam cemburuan total masih aja suka ngajak berantem.
"Nanya aja, soalnya kemarin Kaffa dipukul habis-habisan sama kak Zam jadi ya nanya aja siapa tau parah atau gimana gitu. Lagian terserah Ayya dong mau nanya atau engga itukan hak Ayya, mulut Ayya sendiri juga." jawabnya sambil membuka kantongan yang Zam bawa, surga dunianya.
"Ayya sudah berulang kali bilang sama kamu ten-"
"Ush! Ayya mau makan coklat ngomelnya nanti dulu." dengan kesal Zam menuruti dan memilih duduk didekat Ayya.
Boleh engga sih Kinta ketawa sekarang? Zam ini paling engga suka kalau Ayya berdekatan dengan cowok tapi pas Ayya ngajak pacaran malah jawabnya nanti terus.
"Setahuku, Kaffa udah pindah tugas ke Bogor tidak di dekat sini lagi. Jadi untuk seterusnya tidak ada lagi Kaffa Kaffa, mending kamu makan coklat itu cepetan terus kita beli bahan biar tidak kemalaman nanti." dapat Kinta dengar helaan napas lega Zam, si bucin satu itu.
"Kak Zam, Ayya mau minum." dengan sabar Zam membuka penutup botol air mineral itu kemudian memberikan pada Ayya,
"Kak, tolong di buang dong." dengan sabar Zam menerima bekas bungkusan coklat yang Ayya sodorkan kemudian membuangnya ke tempat s****h yang tersedia di sudut ruangan,
"Kak, tolong tissue dong." Zam yang belum cukup semenit duduk kembali berdiri kemudian berjalan kearah meja tempat Kinta berada, mengambil beberapa helai tissue lalu membawakan untuk Ayya tanpa protes sama sekali.
"Terimakasih kakakku sayang,"
"Sama-sama adekku." balas Zam disertai senyuman.
"Kakak-adek pala mu," gumam Kinta yang hanya dia sendiri bisa mendengarnya.
"Makannya udah, nanti kamu sulit tidur kalau kebanyakan makan coklat." larang Zam yang tentunya dianggap angin lalu oleh Ayya,
"Kalau misalnya Ayya susah tidur kan ada kak Zam yang nemenin sampai tidur, kakak kan yang terbaik." dengan tatapan tulusnya Zam mengelus kepala Ayya yang terbaluti jilbab,
"Kalian jangan lupa loh ya, kalau saya masih disini." peringat Kinta,
"Kak Zam," panggil Ayya,
"Iya?"
"Kan bentar lagi Adela ulang tahun, apa sebaiknya kita beliin dia sesuatu aja?" ulang tahun adiknya? Hampir saja Zam lupa dengan hal itu.
"Apapun yang kamu beli, aku pasti suka." ujarnya setelah beberapa detik berpikir.
"Bau-bau bucin," sahut Kinta,
"Benar banget, Kak Zam itu bucin."
"Tidak." bantah Zam.
"Yaudah deh, Ayya mau ke Arsel lagi. Mau nanya tentang dimana Kaffa kerja di Bogor siapa tau pas Ayya kesana untuk Reuni minggu depan bisa ketemu dia." Ayya sudah berdiri tetapi duduk kembali di sofa.
"Minggu depan, pas kamu reuni aku ikut." finalnya yang membuat Ayya tertawa kecil dan Kinta mendengus kesal mendengarnya.