"Hey Zam, datang sama siapa lo?"
"Pacar."
"Wahh! Bawa gandengan."
"Iya dong."
"Wihh! Selera lo boleh juga."
Dan masih banyak lagi sambutan yang teman Zam berikan untuk keduanya dan sejak tadi Ayya hanya diam dengan senyuman manisnya.
"Ssstt! Kak?" bisiknya setelah berhasil menjauh dari keramaian.
"Ada apa?" jawab Zam dengan bisikan juga.
"Memangnya kita pacaran?" tanyanya dengan suara pelan
"Ya engga sih."balas Zam dengan suara tak kalah pelan.
"Terus kenapa tadi jawabnya sama temen-temen kakak kalau kita pacaran?" Zam terdiam, menggaruk tengkuknya yang sepertinya tidak gatal sama sekali.
"Yaudah, pacaran aja yuk kak. Biar kenyataan." kening Zam berkerut dan dengan was-was Ayya menunggu.
"Nanti aja deh." jawab Zam santai.
"Nantinya kapan?"
"Saat kamu menjadi pujaan hatiku yang paling Indah bagai bulan Purnama yang benderang malam ini."
"Bucin." sahut Ayya
"Kamu juga bucin." balasnya dengan nada tidak terima.
"Pacaran aja yuk kak." ajak Ayya kembali.
"Nanti dulu,"
"Kak Zam kebanyakan nantinya, Ayya cari yang lain aja deh." Ayya sudah ingin melepaskan genggaman tangan mereka tapi Zam malah mengenggam tangannya kuat membuat Ayya sedikit meringis,
"Jangan coba-coba mencari yang lain, kamu itu punya aku." Ayya mematung mendengar hal itu, duh! Ayya membangunkan sisi singanya Zam. Lihatlah sekarang, mata Zam menatapnya tajam dan genggaman tangan Zam semakin erat serta hawa sekitar terasa sangat mencekam.
"Hehehe, bercanda kak." dengusan kesal Zam terdengar dan ia melepaskan genggaman tangannya pada Ayya. Berjalan mengambil segelas jus jeruk lalu meminumnya sampai tandas.
Membayangkan Ayya berjalan dengan laki-laki lain membuat kepalanya ingin pecah sekarang juga, dadanya terasa panas membayangkan Ayya menatap laki-laki lain dengan binar cinta yang begitu besar, tidak boleh! Ayya hanya miliknya seorang tidak boleh diambil oleh orang lain.
"Maaf ya kak, Ayya tadi cuman bercanda kok." Ayya mendekat kesamping Zam berdiri dengan kepala menunduk.
"Iya, kamu kapan balik kerja?"
"Engga tau, tapi setahu Ayya besok udah mulai kerja lagi deh." dengan wajah kesalnya Zam menoleh kearah Ayya yang dibalas perempuan pecinta coklat itu dengan tawa kecilnya.
"Awa-"
"Ehh Ayya ya?" keduanya menoleh ke sumber suara,
"Kak Daniel!" seru Ayya senang dan Zam tidak suka melihat itu.
"Beneran Ayya ternyata kirain tadi salah orang, apa kabar kamu? Masih suka coklat sampai sekarang?" dengan antusias Ayya menjawab pertanyaan Daniel yang memang kakak seniornya sewaktu kuliah dulu mengabaikan Zam diantara mereka.
"Suka banget, kak Daniel sekarang kerja dimana?"
"Kamu lucu banget sih jadi pengen lamar," perkataan Daniel dibalas tawa kecil oleh Ayya dan Zam melototkan matanya mendengar hal itu.
"Kalau mau lamar datang atuh kerumah berbincang sama papa Ayya siapa tau diterima kan bisa naik pelaminan tahun ini juga," balas Ayya dan tanpa sadar Zam menggeram kesal.
"Kak Zam kenapa? Kok kayak singa sih?" sebagai sesama laki-laki tentu Daniel tau maksud dari geraman itu.
"Kamu masih lucu ya engga berubah, yaudah lain kali kita ngobrol lagi. Bye Ayya, pacar kamu kayaknya kesal banget." dengan tidak tau dirinya Daniel maju selangkah memeluk Ayya singkat kemudian berjalan menjauh.
"Laki-laki sialan." geram Zam, ia baru saja ingin mengejar laki-laki itu tapi Ayya lebih dulu memegang tangannya.
"Ssstt, apaan sih kak, engga jelas banget." protesnya kesal,
"Kamu itu punya aku jadi jangan dekat-dekat dengan pria lain apalagi sampai pelukan kayak tadi, aku engga terima diginiin. Apaan tadi? Kamu seakan ngundang dia untuk ketemu sama papa kamu? Kamu mau suka mancing emosi aku ya?"
Ayya menempelkan punggung tangannya ke kening Zam, "engga panas," gumamnya tapi masih mampu Zam dengar dengan jelas.
"Astaga Ayya," Zam mengacak rambutnya frustasi kemudian menarik tangan Ayya keluar dari ruangan tempat pesta itu terlaksana, Zam harus membawa Ayya pulang belum cukup 30menit mereka didalam sudah ada satu pria yang berniat melamar gadisnya. Tidak boleh, Ayya hanya miliknya seorang.
"Ehh kita mau kemana? Masa pulang sih kan belum ketemu sama yang punya pesta terus disana baru sebentar juga." Zam tidak menjawab memilih membukakan pintu mobil untuk Ayya dan perempuan itu menurut saja masuk dengan wajah bingungnya.
"Kita baru 10 menit disana sudah ada 1 laki-laki yang berniat lamar kamu lalu bagaimana kalau kita disana 1 jam? Berapa banyak lamaran yang kamu terima?" kesalnya kemudian melajukan mobilnya meninggalkan pesta tadi.
"Mau 100 laki-laki yang datang melamar Ayya maka takkan Ayya terima karena Cinta Ayya hanya untuk Kak Zam seorang." Ada hawa panas disekitaran pipi Zam serta jantungnya berdetak cukup cepat mendengar penuturan itu. s****n, ia tidak boleh ketahuan kalau ia baper mendengar Ayya mengatakan hal itu.
"Hmm." ucapnya sembari mencoba menutupi kebaperannya pada Ayya. Bisa-bisa perempuan itu makin menjadi-jadi kalau tau Zam se-bucin ini.
"Kak Zam mampir ke supermarket dong Ayya mau beli coklat, coklat yang Kak Zam beliin tadi pagi udah habis dimakan sama papa. Padahal Ayya udah sembunyiin tapi tetap aja Indra penciuman papa kalau soal coklat tajam banget, matanya juga jeli." lapor Ayya, tadi siang papa-nya memang masuk kedalam kamarnya untuk menagih coklat yang Ayya janjikan tapi Ayya mengatakan sudah habis tapi mata papanya berhasil menemukannya di bawah ranjang.
"Aku beliin kamu coklat asalkan kamu jaga sikap sama laki-laki lain kalau perlu jangan berbicara sama laki-laki lain."
"Tapi coklatnya yang banyak ya?"
"Iya."
"Beli s**u kotak coklat juga ya, yang banyak?"
"Iya."
"Biskuit rasa coklat juga sama wafer coklat ya?"
"Iya."
"Kita nikah besok ya?"
"Iya... Ehh?"
"Hahaha, kita nikah besok ya? Saking engga fokusnya. Iya Ayya janji engga bakal kayak gitu lagi sama laki-laki lain," Zam tersenyum senang mendengar hal itu.
"Kak Zam beneran bucin." ejeknya yang dibalas gelengan tegas oleh Zam.
"Jadi engga bucin ya? Yaudah deh mending Ayya jalan sama kak Daniel aja mumpung masih punya nomornya di grup lama." pancing Ayya sambari curi-curi pandang ke arah Zam.
Ayya membuka ponselnya dan mencari kontak dengan nama 'Kak Daniel' karena memang sempat satu organisasi jadi Ayya punya kontaknya dan sepertinya sampai sekarang mantan seniornya itu masih menggunkan nomor w******p yang sama.
"Halo kak Daniel, ini Ayya. Masih ingat kan?"
Zam menepikan mobilnya ke pinggir jalan dan menatap Ayya tajam,
"Ehh kamu Ayya, ada apa nih? Padahal kita baru aja ketemu tadi. Kangen ya? Aku memang ngangenin sih." rasanya Zam ingin membunuh laki-laki bernama Daniel itu sekarang juga, mana sekarang Ayya menampilkan ekspresi wajah selayaknya orang yang sedang di mabuk Cinta.
"Iya nih, Ay... Ihh kak Zam balikin ponselnya." Zam merebut ponsel Ayya dan mematikan sambungan telepon via w******p itu, Zam mengklik tombol blokir kemudian menghapus nomor itu.
Dengan mata tajamnya Zam menatap Ayya, "kamu itu milik aku dan hanya aku yang bisa kamu rindukan. Tatapan binar Cinta kamu hanya untuk aku seorang jadi berhenti memancingku terus menerus." ujarnya penuh penekanan kemudian kembali mengemudikan mobilnya dalam keadaan hening.
"Kak Zam menyeramkan." bisiknya pelan dan sebenarnya Zam mendengarnya hanya saja memilih abai. Saat ini hatinya dilingkupi emosi jadi Zam memilih diam daripada melukai ataupun membentak Ayya.