Mimpi Yang Aneh

1501 Words
Mayang, Sarah dan Reindra keluar menuju area parkir Kafe Daun tepat jam sembilan malam. Tadinya Dio ingin mengantarkannya, tapi Mayang menolak dengan mengatakan akan pulang bareng dengan Sarah dan Reindra saja. Dan karena suasana Kafe Daun juga masih ramai, maka Dio juga tak memaksa untuk mengantarkan Mayang pulang. “Ciye ciyeeee yang mau kencan ke Lembang minggu depaaann!” ejek Sarah segera setelah mereka bertiga masuk ke dalam mobil Reindra. “Kencan apaan sih, Sar? Kan kita mau pergi berempat,” bantah Mayang sedikit malu, dalam hati tak menampik bahwa yang dilakukan Dio tadi adalah pendekatan yang cepat dan cukup cerdas. “Ya sama aja, laah, paling juga nanti Dio bakal deketan sama lo terus May. Gue sama Reindra ditinggal,” ucap Sarah sembari cengengesan tak jelas. “Ya udah, lo sama gue aja Sar,” sela Reindra, “kita nostalgia masa-masa indah dulu ….” “Ish, jijik,” tukas Sarah. “Sama,” balas Reindra. Mayang tertawa diikuti oleh Sarah dan Reindra. “Tapi boleh juga tuh ya tadi, triknya si Dio,” ucap Reindra sembari melirik Mayang yang duduk bersandar di tempat duduk belakang, “pas banget momennya. Ngomongin buka cabang kafe, nyambung ke endorse, nyambung ke villa, terus deal deh. Pergi kita berempat minggu depan.” “Iya, pas banget,” ucap Sarah, ikut-ikutan, melirik Mayang dengan tatapan usil. Mayang pura-pura tidak melihat lirikan kedua sahabatnya dan pura-pura asyik melihat ke luar jendela mobil. Dia bukannya tidak menyadari sejak awal soal Dio, tapi dia memang saat ini sedang ingin refreshing. Sejak peristiwa meninggalnya Bayu, shock yang ia alami masih tersisa hingga saat ini. Dua kali kehilangan suami dengan cara yang sama persis bisa membuat siapa saja shock dan stress memikirkannya. Meskipun itu hanya sebuah kebetulan, tetap saja itu adalah kebetulan yang aneh. Maka dari itu, keputusan untuk pergi beramai-ramai ke tempat yang udaranya sejuk dan pemandangan yang indah sepertinya bisa membuatnya pikirannya segar kembali. “Udah sampai, May,” ucap Reindra. “Coba diperiksa lagi, ada barang-barang lo yang ketinggalan nggak nih di mobil. Soalnya besok mobil mau dipakai bokap gue. Takutnya kalau kebawa sampai besok, nanti malah hilang.” "Oh, sebentar," ucap Mayang sambil melihat ke setiap sudut bagian dalam mobil, dibantu oleh Sarah dan juga Reindra sendiri. “Nggak ada. Aman,” ucap Mayang. “Udah semua kok,” ucap Sarah. “Oke, kalau gitu sampai besok ya gaes. Makasih banget ya hari ini lo berdua udah bantuin dan nemenin gue dari pagi,” ucap Mayang. “Sama-sama, May,” ucap Sarah dan Reindra. “Met istirahat yah, di kamar baru. Semoga betah.” “Oke! Kalian hati-hati yaa di jalan! Jangan ngebut, Rein!” ucap Mayang sembari turun dari mobil. Dan setelah saling melambaikan tangan, Mayang berbalik dan masuk melalui gerbang tinggi bercat hitam itu. Setelah membersihkan diri, Mayang berganti baju dengan mini dress santai berbahan rayon lembut. Pakaian yang paling disukainya untuk tidur. Soal kebutuhan perut sudah tak dipikirkannya lagi, karena tadi setelah menghabiskan semua dessert yang dihidangkan, Dio memesankan lagi camilan berat untuk mereka. Seporsi besar kentang goreng topping mozzarella dan sepiring besar burger mini mereka habiskan sembari berbincang tentang berbagai hal. Dio ternyata adalah anak bungsu dari tiga bersaudara. Kedua orang tuanya meninggal karena kecelakaan di luar kota setahun lalu. Duka yang mendalam membuat mereka memutuskan untuk tidak menjual properti milik kedua orang tua mereka lalu membagi hasil penjualannya, melainkan menawarkannya untuk disewakan sehingga hal kepemilikan tetap ada pada mereka. Dio melihat majalah Style sebagai majalah fashion pendatang baru yang cukup pesat perkembangannya di Indonesia, sehingga memutuskan untuk menawarkan kerjasama eksklusif. Hasil p********n dari majalah Style itulah yang nantinya akan dibagi tiga. Secara pribadi, seandainya Sarah tidak mengatakan bahwa Dio naksir padanya, Mayang menilai sikap Dio sangat sopan dan tidak terlihat memaksa atau mendekatinya dengan berlebihan. Sikapnya sopan dan santai saja. Nyaris seperti sikap Reindra padanya, sehingga Mayang merasa nyaman-nyaman saja berada bersamanya. Dio tidak hanya berfokus pada dirinya saja, tetapi juga banyak mengajak bicara Reindra dan Sarah. Semuanya terasa natural saja sampai Mayang lupa bahwa menurut Sarah Dio naksir dirinya. Ajakan pergi bersama ke Lembang itu juga dirasakan sangat natural oleh Mayang. Bukan berarti Dio sangat pintar bersandiwara atau menutupi perasaannya. Justru Dio tidak berusaha menutupinya, malah cukup terbuka. Dio bisa menanyakan makanan kesukaan Mayang dan selera musik Mayang dengan mengalir begitu saja, tanpa terlihat kaku dan baku seperti orang yang sedang mencari informasi tentang orang yang disukainya. Mayang membuka ponselnya dan melihat-lihat kembali foto-foto yang mereka buat di Kafe Daun tadi. Dio tampak kalem namun tetap tersenyum ramah di setiap fotonya. Tidak bersikap sok ganteng atau terlalu berlebihan. Tatapan matanya tajam, namun diimbangi dengan ekspresi wajahnya yang lembut, membuat wajahnya enak untuk dilihat. Astaga! Mayang menepuk dahinya sendiri, ketika menyadari bahwa ia barusan sedang mengagumi foto Dio. Andai saja Sarah dan Reindra melihat tingkahnya saat ini, ia pasti sudah habis ditertawakan oleh mereka berdua. Dengan wajah memerah karena malu sendiri, Mayang segera menutup folder galeri foto pada ponselnya, sekaligus menonaktifkan ponselnya dan meletakkannya di atas meja kecil di samping tempat tidurnya. Suasana bangunan kost yang hening membuat Mayang senang. Ia memang tidak menyukai tempat yang terlalu ramai. Di kostan ini ada jam bertamu yang cukup ketat, dan tamu lawan jenis tidak diperbolehkan untuk masuk ke dalam kamar. Pengecualian bisa didapatkan saat baru masuk kost seperti Mayang tadi. Reindra diperbolehkan untuk masuk ke dalam kamar karena hendak membantu Mayang membereskan barang-barang. Itupun dalam kondisi pintu terbuka. Mayang berguling ke samping dan menempelkan pipinya pada bantal empuk yang ia bawa dari rumah. Matanya yang mengantuk menatap dinding kamar berwarna putih pucat. Sayup-sayup terdengar suara musik lembut yang mengalun di kejauhan, mungkin musik yang berasal dari salah satu kamar di ujung koridor. Musik klasik yang berdenting mengalun meninabobokan Mayang. Suara jangkrik terdengar berderik di sekelilingnya. Suara denting musik klasik itu terdengar lebih jelas dari pada sebelumnya. Tunggu. Itu bukan musik klasik. Itu seperti suara musik tradisional. Itu suara gamelan. Ya. Gamelan Jawa yang sering Mayang dengar saat berada di acara pernikahan besar di gedung-gedung pertemuan. Musiknya memang terdengar berbeda, tetapi bunyi denting dan dentang serta suara gong yang dipukul itu terdengar jelas di telinga Mayang. Mengapa ada penghuni kostan yang memutar gamelan malam-malam begini. Seleranya cukup unik, pikir Mayang dalam tidurnya. Eh … sebentar. Memangnya aku sedang tidur? Kok aku bisa bicara pada diri sendiri? Aku ini lagi tidur atau nggak sih? Mayang membuka matanya. Dan jantungnya berdegup kencang. Dinding kamarnya telah berubah menjadi deretan pepohonan lebat. Semak belukar dan tanaman lain menutupi pandangannya yang sedang dalam posisi berbaring. Mayang buru-buru menutup matanya kembali, berharap ia akan terbangun dan menemui pemandangan dinding kamarnya lagi yang berwarna putih pucat. Dan setelah beberapa detik, Mayang kembali membuka matanya perlahan. Dan jantungnya berdegup semakin kencang, karena ia masih dapat melihat pepohonan itu. Telapak tangan Mayang meraba bantal yang tadi ditidurinya. Dan ia tak dapat menemukan bantalnya. Tangannya malah menemukan segenggam rerumputan berpinggiran kasar. Kepalanya bahkan kini terasa sakit karena bebatuan kecil yang ada di bawah tempatnya berbaring. Akhirnya Mayang memutuskan untuk mengangkat tubuhnya sedikit, kemudian melihat sekelilingnya, berusaha meyakinkan diri bahwa saat ini ia memang sedang bermimpi. Mimpi berada di dalam sebuah hutan lebat yang gelap. Tapi kalau ini di dalam mimpi, kenapa kepalaku sakit tadi saat tidur di atas bebatuan? Dan kenapa tanganku bisa merasakan tepian rumput yang tajam ini? Mayang segera bangkit berdiri. Ini aneh. Rasanya sangat aneh. Seperti di alam mimpi, tapi semuanya terlihat, terdengar, dan teraba dengan sangat jelas. Mayang belum pernah mengalami mimpi yang begitu aneh seperti saat ini. Mayang mendongak ke atas. Pepohonan di sekelilingnya terlihat begitu lebat dan tinggi, namun masih menyisakan celah-celah lebar sehingga sinar bulan masih bisa sampai ke tanah. Suara jangkrik terdengar ramai di sekelilingnya, bersahutan dengan suara denting suara gamelan yang mengalun entah dari mana asal suaranya. Mayang melangkah maju menerabas semak belukar yang cukup tinggi itu, mencari-cari jalan setapak yang bisa ditelusurinya. Ia sadar betul ini adalah mimpi. Tapi ia juga tak mungkin diam saja di tempatnya seperti saat ini, menunggu saatnya terbangun yang entah kapan. Dan entah bagaimana, Mayang merasa ia seperti Alice in Wonderland, yang harus mencari jalan keluar sendiri untuk bisa bangun dari mimpinya. Itupun kalau saat ini ia sedang tidur, karena Mayang merasa dia sama sekali tidak sedang berada di alam mimpi. Setelah beberapa langkah, akhirnya kaki Mayang menyentuh permukaan yang bebas dari semak. Ia menunduk, dan mendapati dirinya telah berada di sebuah jalan setapak kecil. Permukaannya cukup kering, sehingga Mayang dapat merasakan kaki telanjangnya menggesek butiran-butiran kasar tanah bercampur bebatuan kecil. Merasa sedikit lega karena menemukan jalan setapak, Mayang kemudian melangkah cepat menelusuri jalan setapak tersebut, meskipun tak tahu akan berujung di mana jalan itu. Suasana hutan yang gelap, suara gamelan yang terdengar mengalun merdu menyertai langkahnya, membuat Mayang merasa seperti sedang melakukan kegiatan uji nyali atau jurit malam seperti saat bersekolah dahulu. Mayang terus menyusuri jalan tanah itu hingga telapak kakinya sakit dan perih tergores bebatuan dan tanah kering. Hal yang sangat mengherankan baginya, karena seharusnya dalam mimpi seseorang tidak bisa merasakan sakit. Dan tiba-tiba saja terdengar suara menggeram pelan dari balik semak belukar di sebelah kirinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD