Ajakan Kencan Terselubung

1534 Words
Setelah memesan menu makanan dan minuman masing-masing, Mayang, Sarah dan Reindra kembali terlibat dalam obrolan, yang terutama adalah soal Dio. "Dio itu orangnya rendah hati, loh, May," ucap Sarah promosi. "Padahal dia kan owner kafe ini, tapi dia nggak segan-segan turun tangan langsung untuk bantu anak buahnya. Liat tuh, dia sekarang lagi nganterin makanan buat meja di sana." Mayang memerhatikan sosok Dio dari kejauhan. Memang, sangat terlihat sekali kalau Dio itu meskipun usianya masih muda tetapi sikapnya dewasa, dan tidak terlena oleh harta kekayaan peninggalan orang tua seperti kebanyakan anak muda lainnya. "Kemarin aja waktu gue sama Mbak Ina bagian keuangan meninjau langsung ke lokasi rumah, villa dan resto keluarganya, si Dio tuh sopan dan perhatian banget sama kita. Dia juga sama sekali nggak keliatan sombong, pamer harta atau arogan mentang-mentang kaya. Kita bahkan ditraktir makan siang sama coffee break loh," ucap Sarah. "Pokoknya baik banget!" "Lo naksir si Dio ya, Sar?" tuduh Reindra sembari mendelik pada Sarah. "Kayaknya gigih banget dari tadi muji-muji dia." Sarah balas mendelik pada Reindra. "Lo juga kenapa kayak nggak suka gitu? Ngiri lo sama Dio? Apa jangan-jangan lo cemburu yaaa, gue muji-muji cowok lain?" ejek Sarah sembari nyengir lebar. "Amit-amit deh, Sar," tukas Reindra. "Lagian gue ngapain cemburu, dulu aja lo nggak pernah muji gue!" "Emang iya?" tanya Sarah pura-pura bodoh. Reidra mencibir. Mayang tertawa. "Gue tuh promosiin Dio buat dijodohin sama Mayang," jelas Sarah, "soalnya kayaknya Dio cocok buat Mayang." "Gue tau kok, Sar, maksud lo," ucap Mayang sambil tersenyum. "Makasih loh, udah mikirin jodoh gue." Sarah tertawa. "Lagipula gue juga kan lihat sendiri Dio nanyain lo terus waktu jalan bareng sama gue kemarin. Makanya gue promosiin, siapa tau lo juga suka." "Emang lo kira-kira bakal suka sama Dio, May?" tanya Reindra, menoleh menatap Mayang. "Wah, gue belum mikir ke situ Rein. Lagian gue ngobrol sama Dio kan baru sekali aja, waktu dia datang ke kantor mau nawarin kerjasama. Jadi yaa, gue belum bisa bilang apa-apa. Udah gitu, gue kan baru aja menyandang status janda yang kedua kalinya. Ya kali harus banget langsung punya pasangan lagi?" ujar Mayang sembari tersenyum. "Yaa nggak ada salahnya, kan? Kalau memang jodoh lo berikutnya datangnya harus sekarang, gimana?" tanya Sarah. "Ya kalau memang harus begitu, ya nanti pasti akan ada jalan menuju ke arah itu, Sar. Nggak perlu lo promosiin besar-besaran juga Mayang sama Dio bakal nyambung juga," ucap Reindra. "Nah, bener banget tuh!" ucap Mayang. "Iya juga yah," ucap Sarah. "Pesanannya Bu, Pak," ucap salah seorang pelayan kafe yang tiba-tiba datang membawakan pesanan makanan dan minuman mereka. Dan selama beberapa menit kemudian, Mayang, Sarah dan Reindra asyik menikmati santap sore mereka masing-masing. Beberapa kali Mayang melihat dari sudut matanya, Dio tampak menoleh atau melirik beberapa kali ke arahnya. Dan meskipun merasa bahwa dirinya masih sedih akibat kepergian Bayu dan tidak pantas untuk buru-buru berhubungan dengan laki-laki lain, tak urung Mayang merasa sedikit berdebar juga setiap kali Dio sedang melihat ke arahnya. Saat Mayang dan teman-temannya selesai makan dan sedang bersantai merasakan perut mereka yang kenyang, Dio datang ke meja mereka. Jam sudah menunjukkan pukul enam lewat tiga puluh menit dan Kafe Daun tampak semakin ramai. "Fiuhh ... istirahat dulu sebentar, ah," ucap Dio sembari langsung duduk pada kursi di sebelah Sarah. "Rame banget ya di sini kalau malam Minggu?" tanya Reindra sembari melihat ke sekeliling. "Iya, rame kayak begini. Soalnya jam tujuh nanti ada live musicnya," ucap Dio sambil menunjuk ke sudut area outdoor di mana terdapat mini stage yang sedang dipersiapkan oleh para staff kafe. "Eh, ada live music yah, kalau malam Minggu?" tanya Mayang antusias. Mayang memang paling suka menonton live music di area terbuka seperti ini. Ambiencenya cocok dengan dirinya yang tipikal ambivert. "Ada May," jawab Dio, tersenyum pada Mayang. "Bandnya ganti-ganti setiap minggu. Lo suka nonton live music, yah?" "Suka," ucap Mayang. "Tapi musiknya apa kalau di sini? Ada genre tertentu, nggak?" "Nggak." Dio menggeleng. "Lagu-lagunya umum aja, kok. Kayak pop, soul, R&B, alternative, yah pokoknya yang easy listening aja. Top fortynya radio deh, supaya lebih global." "Nah, asyik tuh May," sambar Sarah segera. "Jadi kalau lo lagi bosen di kosan pas malam Minggu, bisa langsung nangkring di sini." Sarah sengaja mempertegas kalimat 'malam Minggu' sebagai kode untuk keduanya bahwa masing-masing tidak punya pasangan dan bisa bermalam Minggu bersama. "Loh, Mayang kos di deket sini?" tanya Dio, menoleh ke arah Mayang. "Iya, gue baru pindah tadi," jawab Mayang, tersenyum ramah pada Dio. "Nih, dibantuin Sarah sama Reindra." "Di mana kosannya?" tanya Dio ingin tahu. "Dua gang setelah perempatan yang di sana itu, yang bangunannya cat putih semua," ucap Mayang sambil menunjuk ke arah bangunan kosannya. "Ooh, ya ya, gue tau kosan itu. Kosan perempuan, kan? Pernah lewat situ soalnya. Bagus dong. Jadi deket," ucap Dio dengan wajah terlihat senang. "Deket apa?" tanya Mayang segera. "Eng ...." Dio sedikit tergagap, "ya ... deket ke sini. Bisa sering nongkrong di sini kan, jadinya." "Ooh, iya," ucap Mayang, diiringi cengiran lebar Sarah dari balik punggung Dio yang tampak sedikit salah tingkah. "Eh, mau pesen makanan lagi, nggak?" Dio buru-buru menawarkan, menutupi kegugupannya. "Udah coba menu dessert di sini, belum? Gue traktir yah." "Eh, jangan," cegah Sarah, "kita bayar sendiri aja, Dio." "Nggak apa-apa," ucap Dio sembari tersenyum, "anggap aja traktiran merayakan perkenalan sama teman-teman baru." "Traktiran perkenalan sama temen baru? Kan kita udah akrab dari kemarin. Udah pergi bareng seharian malah," kata Sarah polos. "Ya berarti gue nraktir Mayang sama Reindra aja yang belum akrab sama gue. Kalau lo, bayar sendiri ya, Sar," ucap Dio kalem. "Kan kita udah akrab." "Ih, jahat lo! Curang! Ayo kenalan ulang!" tukas Sarah sembari mengulurkan tangannya mengajak Dio bersalaman. "Nggak mau!" elak Dio sambil menyembunyikan tangannya di belakang punggung. Dan Mayang serta Reindra langsung tertawa terbahak-bahak mendengar candaan Dio yang ternyata sefrekuensi dengan mereka bertiga. Dalam hati Mayang merasa senang karena sepertinya Dio bisa berbaur dengan cara bergaul dan bercanda Sarah dan Reindra serta dirinya. Sehingga paling tidak, mereka bisa berteman dulu sebelum berpikir tentang hubungan lebih jauh. Karena jujur saja Mayang benar-benar tidak ingin buru-buru memiliki pasangan lagi. "Jadi pesen dessert nggak, nih?" tanya Dio lagi. "Mumpung dapurnya nggak terlalu penuh, tuh. Kalau maleman lagi, nanti bakal tambah penuh dan hectic di dalam sana." "Jadi dooong!" sahut Mayang dan Reindra kompak. "Jadi!" jawab Sarah cepat. "Ya udah, yang rekomen di sini dessert apa? Kalau gue sukanya yang manis-manis kayak cokelat gitu. Sama kayak Mayang." "Oh, Mayang suka cokelat, ya?" tanya Dio yang langsung menoleh pada Mayang. "Iya," jawab Mayang sambil mengangguk. "Cokelat jenis apa aja, diolah kayak gimana aja, pasti gue makan." "Idem sama gue!" sahut Sarah. "Oke, kalau gitu gue pesenin yang pasti lo berdua suka," ucap Dio ditujukan pada Sarah dan Mayang. Kemudian ia menoleh pada Reindra. "Lo mau pesen dessert apa, Rein?" "Hmm ... gue nggak begitu suka cokelat sih, tapi kalau untuk urusan dessert, gue suka yang ada buah-buahannya," jawab Reindra. "Ada nggak, menu yang kayak gitu?" "Oh, buah-buahan. Ada dong. Oke, sip. Sebentar, ya, gue pesenin, sekalian gue cek dapur dulu," ucap Dio. "Oke! Thanks Dio!" ucap Mayang, Sarah dan Reindra bersamaan. Dio kemudian bangkit lagi dan beranjak menuju ke arah dapur kafe untuk memesankan dessert bagi teman-teman barunya. Dan seperti yang telah diduga oleh Mayang, setelah Dio pergi menjauh, Sarah segera mencondongkan tubuh kembali ke arah Mayang dan mulai berdesis keras. "Cieeeee ... diajakin kencaaaannn!" ucap Sarah sembari tertawa lebar dan menatap Mayang dengan tatapan super usil. "Hah? Kencan?" tanya Mayang heran. "Siapa yang ngajak kencan?" "Nah itu tadi, si Dio bilang deket dari kosan lo ke sini, suruh sering nongkrong di sini, itu kan sama aja kayak orang ngajak kencan, tapi terselubung!" desis Sarah. Mayang mengerutkan dahi. "Bukannya tadi si Dio cuma nawarin kita untu sering datang ke sini, ya?" tanya Mayang. "Ya sama ajaa!" bantah Sarah. "Kan dia bilang begitu supaya nggak berkesan frontal aja. Masa langsung ngajak kencan, kan baru ketemu dua kali. Makanya dia samarkan dengan promosi kafe dengan live music. Kan pendekatannya harus slow dan smooth." Sarah tertawa cekikikan. "Iya sih, May," ucap Reindra di samping Mayang. "Keliatan banget si Dio itu suka sama lo. Tapi kalau gue, bukan liat dari kata-kata atau ajakannya, tapi dari ekspresi wajahnya. Mukanya selalu merah tersipu-sipu gitu kalau lagi ngomong sama lo, atau kalau lo lagi ngomong sama dia." "Naah, bener! Itu juga!" dukung Sarah. "Iya, iya, gue juga ngeliat kok," ucap Mayang sambil tertawa melihat kehebohan kedua temannya terutama Sarah. "Terus gue harus gimana emangnya?" "Ya nggak gimana-gimana, May. Cool aja, laah," ucap Reindra. "Ya iya sih, nggak gimana-gimana," ucap Sarah yang sepertinya bingung kenapa dirinya begitu heboh menjodohkan Mayang dengan Dio. "Gue cuma pingin lo berdua merhatiin kalau Dio emang suka sama Mayang." "Gue sama Mayang juga udah merhatiin dari tadi, Sar, nggak perlu lo bilang juga udah keliatan kok," ucap Reindra. "Iya juga, sih," ucap Sarah sembari cengengesan. Dan tak lama kemudian, Dio kembali ke meja mereka ditemani oleh salah seorang staffnya yang membawakan baki besar berisi empat buat mangkuk berisi dessert. "Waaaw! Kayaknya enak banget nih!" seru Sarah dengan mata berbinar-binar melihat mangkuk-mangkuk dessert di atas meja. "Yuk, kita makan. Gue udah pilihin menu dessert yang paling the best di sini," ucap Dio setelah anak buahnya pergi meninggalkan mereka membawa baki yang sudah kosong.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD