9 – Kejutan di UKS

1336 Words
~♥~♥~♥~♥~     "No way, I’ve realized that I’ve been looking at you It won’t do even if I hate it, stop it, or hide it It can’t go on like this I will confess that I’ve fallen for you You’re everywhere in my dream I know that it doesn’t make any sense but I love you" -- Can't Believe It (Younha)   ~♥~   "Lo?" tanya Azel setelah sadar dari keterkejutannya. Tangan Azel menunjuk Iqbal. Keningnya mengernyit, matanya melebar yang terlihat lucu di mata Iqbal. Seolah memastikan jika penglihatannya masih berfungsi. "Membolos pelajaran, Fazlina?" Iqbal dengan seringaian khasnya menopang dagunya memandang Azel. Alisnya naik-turun menggoda Azel, membuat gadis itu mendengus dan berdecak kesal. "Ngapain lo di sini?" tanya Azel sarkastik. Iqbal mengedikkan bahunya. "Lo nggak pernah diajarin ya? Mana ada pertanyaan dijawab dengan pertanyaan?" "Geez ... itu nggak penting! Lo ngapain di sini? Ngikutin gue ya?" tuduhnya menuding Iqbal. Pemuda itu mengangkat tangannya. "Enggak tuh. Kurang kerjaan banget gue ngikutin lo." Dagu Azel terangkat angkuh menatap Iqbal dengan sinis. "Oh, lo juga bolos ya?" Iqbal tersenyum. "Ok, pertanyaan terjawab." Azel mengernyit bingung. "Lo barusan ngakuin kalo lo bolos." Azel mengerjap. "Gue sakit perut makanya ke sini. Lagi halangan," elak Azel. "Alasan klise," decak Iqbal. "Kira-kira gimana ya reaksi Mama Rei, waktu tau kalo lo bolos pelajaran?" Iqbal mengusap-usap dagunya. Azel jengah menatapnya. "Gue nggak bolos, Iqbal! Gue kan udah bilang kalo gue ada sakit perut. Jadi gue di sini," jerit Azel tertahan amarahnya. Azel mengepalkan tangannya kesal. Di depannya, Iqbal malah santai melihat kekesalan Azel. Mengapa Iqbal jadi ketagihan menggoda gadis ini ya? "Ok, ok! Gue nggak akan ngasih tau Mama Rei, kalo itu yang lo khawatirin," kata Iqbal. Azel menghembuskan napasnya secara reflek membuat Iqbal tersenyum. Gadis itu bersidekap di depan dadanya dan menatap Iqbal dengan alis bertaut. Berani taruhan, kalau bukan Iqbal yang sekarang di depan Azel, pasti orang itu akan bergidik melihat tampang sangar Azel. Tapi bukan Iqbal namanya jika terpancing amarah Azel. Pemuda itu bahkan hanya memasang wajah jenakanya yang memang memikat. "Gue harusnya yang sekarang marah sama lo!" geram Azel. "Kenapa lo sok SKSD  gitu, hah? Pake nyapa segala lagi. Tebar pesona banget, sih." Iqbal tersenyum lagi. Azel bahkan heran, Iqbal seperti tidak bosan memamerkan senyumnya. "Kenapa menyapa orang jadi dilarang? Bukannya menyapa itu baik ya? Senyum itu kan ibadah. Lo nggak pernah tau ya? Ck!" "Ini bukan masalah ibadah, Bal. Gue nggak suka cara lo yang seperti itu. Hidup gue tenang sebelum kedatangan lo. Dan berada di dekat lo itu bagai penderitaan buat gue!" Azel melihat Iqbal tampak terkejut, tapi dengan mudah disembunyikan oleh pemuda itu. "Kenapa sih lo betah banget berkeliaran di sekitar gue? Lo harus tau kalo gue nggak suka jadi pusat perhatian, dan dengan lo yang berkeliaran di sekitar gue, banyak orang yang memandang sinis ke arah gue. Mereka pikir gue saingan mereka. Dan gue nggak suka itu!"   Iqbal diam. Matanya masih memperhatikan uneg-uneg yang keluar dari bibir mungil gadis itu. Iqbal memilih diam bukan karena ia mulai sadar dan sedih mendengarnya, Iqbal diam karena ini pertama kalinya Azel berbicara kalimat sepanjang itu padanya. And it's sound sexy! Azel menetralkan deru napasnya dan kembali memasang wajah datarnya. "Oh ya! Lo lupa ya, gue nggak pernah main-main sama ucapan gue tentang gue yang bakal nonjok lo... kalo lo sok kenal sama gue di sekolah." Azel menyeringai. Azel turun dari brankarnya dan melangkah mendekati Iqbal. Gadis itu berkacak pinggang sambil terus menatap Iqbal dengan sinis. Iqbal memandangnya dengan pandangan polos. "Lo mau nonjok gue?" kekeh Iqbal. Pemuda itu tersenyum mengejek. Azel yang sudah terlanjur kesal memutuskan melayangkan tonjokannya pada Iqbal, tapi sayang, dengan mudah bisa ditangkis oleh Iqbal. Iqbal menggenggam kepalan tangan Azel erat. "Tubuh mungil kayak lo mau nonjok gue?" Kali ini Iqbal tertawa. Namun Azel yang sangkin sebalnya segera melayangkan satu tangannya lagi yang terbebas ke arah badan Iqbal. Pemuda itu masih tertawa hingga tidak menyadari Azel kini juga menendang tulang keringnya. Azel memukulnya berkali-kali membuat Iqbal mengaduh. Gadis itu tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan emas ini, dan dengan brutal menendang kaki Iqbal. Pemuda itu mengibas-ngibaskan kakinya menahan tendangan Azel. Gerakan kaki Iqbal yang secara reflek itu membuat Azel ikut tertendang dan malah jatuh menimpa tubuhnya. Azel mengaduh merasakan dirinya kini tertelan pelukan Iqbal. Pemuda itu menyeringai saat Azel melongo memandangnya dari jarak dekat. Iqbal tersenyum dan hendak mencium gadis itu. Tapi Azel menutup bibirnya dengan telapak tangannya membuat Iqbal mendesah sebal. "No kiss allowed! Remember?" Suara Azel teredam bekapan tangannya sendiri. Iqbal tertawa kecil dan malah semakin mengeratkan pelukannya. Iqbal bertaruh kalau ini adalah kesempatan yang diberikan Tuhan sekali seumur hidupnya. Iqbal menyeringai. "Lepasin gue!" Azel berteriak di depan wajah Iqbal. "No way!" "Lo mau gue teriak?" ancam Azel. Sayangnya Iqbal tidak tersudut dengan ancaman itu. "Teriak atau gue cium!" Iqbal menyeringai. Azel bergidik ngeri sekarang. Ia rasa ia akan habis oleh Iqbal sekarang. Dalam posisi itu, Azel tidak dapat bergerak sama sekali. "Kenapa sih lo benci banget sama gue?" tanya Iqbal lirih. Azel berhenti memberontak dan memandang Iqbal lamat-lamat. "Apa nggak bisa lo sekali aja bersikap manis sama tunangan lo ini?" Iqbal kembali membuka suaranya saat Azel hanya diam. Azel mengerjap dan mengalihkan tatapannya. "Ya, karena gue nggak suka sama lo!" "Kenapa? Harusnya lo bersyukur," kata Iqbal. Ia semakin mendekap Azel yang pasrah di atasnya. "Gue kan ganteng." Iqbal mengerling membuat Azel melengos. "Karena gue nggak mau ditunangin. Karena gue nggak suka liat wajah lo yang nyebelin itu. Puas? Lepasin gue!" "Apa yang harus gue lakuin supaya lo mau berhenti membenci gue, dan bersikap manis ke gue?" Mata Iqbal menatap Azel dengan teduh. Tatapan yang tidak pernah Iqbal berikan kepada Azel sebelumnya. Yang entah membuat Azel terhanyut menatap mata bening itu. "Nggak tau," lirih Azel. Tatapan Azel berubah lembut. Iqbal menyelipkan rambut halus yang berterbangan di depan mata Azel. Ia kemudian mengelus kepala gadis itu dengan lembut membuainya sejenak dalam posisi itu. "Gue bakal bantu lo buat berhenti benci sama gue." "Gimana caranya?" Azel bertanya dengan polos. Mata bulatnya memandang Iqbal nanar. "Gampang kok...." Azel mengernyitkan keningnya. "Kiss me!" Azel menggeplak d**a Iqbal kuat-kuat hingga pemuda itu meringis. Iqbal tertawa dan kembali menjadi Iqbal si pemilik tampang jenaka. Baru sejenak Azel merasakan Iqbal yang berbeda barusan, kini pemuda itu sudah menghiasi wajahnya dengan seringaian.   "Nggak lucu! Lepasin gue!"   "Nggak mau!"   "Lepasin gue, Iqbal!"   "No!"   "Iqbal!"   Iqbal tertawa, Azel bergetar di dalam pelukan Iqbal akibat tawa pemuda itu. "Gue baru sadar sekarang...."   "Apa?" Azel mengerutkan keningnya. Iqbal ini benar-benar aneh, cepat berubah seperti bunglon.   "d**a lo nggak serata yang gue pikir."   Azel melotot dan memberontak semakin kencang. Iqbal lagi-lagi tertawa.   "Ish. Dasar p*****t! Lepasin gue, anjing!"   "Sstt... sayang, nggak boleh bicara kasar gitu, ah," ejek Iqbal. Pemuda itu menatap Azel dengan seksama. "Ya lepasin gue kalo gitu."   "Masih mau mencoba?"   "Apa!"   "Jangan melarikan diri, Fazlina! Karena gue nggak akan ngebiarin lo lepas dari hidup gue!" ujar Iqbal dingin.   Azel tertegun mendengar nada suara Iqbal yang langsung berubah. "Apaan sih? Lepas!" teriak Azel. Iqbal tersenyum jenaka. "Gimana kalo kita bikin perjanjian?" tawar Iqbal pada Azel. Pemuda itu menyeringai sekali lagi. "Apaan?" "Gue bakal lepasin pelukan ini, asal lo ...." ujar Iqbal.  Azel menautkan alisnya. ".... nyium gue." Mata Azel membelalak lebar dan semakin meronta agar terlepas. Bel pergantian pelajaran sudah berdering, bisa gawat kalau sampai ada yang masuk ke ruangan ini. Pasti akan timbul kesalahpahaman akibat posisi mereka yang memang bisa membuat orang salah paham. "Hahaha...." Iqbal tertawa. "Nggak lucu!" Azel mendelik. Iqbal di bawahnya semakin tertawa.   "Azel, gue bawain lo teh anget nih!" Azel membelalakkan matanya mendengar suara di luar UKS. Azel semakin memberontak pada Iqbal, tapi Iqbal hanya menggelengkan kepalanya. "Please, lepasin gue..." lirihnya. Azel mengecilkan suaranya agar tidak terdengar oleh dua sahabatnya.   CKLEK     "Azel, gue—" "OMO!"   Azel mendelik menatap kedua sahabatnya yang tertegun di ambang pintu. Dengan satu hentakan, gadis itu melepas pelukan Iqbal dan membenarkan rambut dan seragamnya yang kusut akibat memberontak tadi. Wajah Irma dan Ica pias. Bayangkan ada dua manusia berlawanan jenis berada dalam satu ruangan dengan posisi seperti itu dengan rambut dan seragam yang berantakan. Wajar bukan kalau dua cewek itu berpikiran negatif sekarang. "Gue bisa jelasin!" tukas Azel. Gadis itu mendekati dua sahabatnya yang masih mematung di tempatnya. "Azel... lo?" Irma menuding Azel masih dalam ketercengoannya. Azel menggelengkan kepalanya kuat-kuat. "Ini nggak kayak yang kalian bayangin!" seru Azel. Gadis itu berdiri gusar di tempatnya. Iqbal melangkah mendekati mereka. Namun saat Iqbal hendak melewati Azel, pemuda itu mencondongkan tubuhnya hingga bibirnya sejajar dengan telinga Azel. "Kita lanjut nanti ya, sayang...." bisik Iqbal, tapi tetap bisa terdengar oleh kedua cewek yang masih cengo itu. Bulu kuduk Azel meremang, apalagi Iqbal kini mengecup pelipisnya. Iqbal menyeringai dan berjalan keluar dari UKS, meninggalkan tiga gadis yang mematung menyaksikan kejadian tersebut.   F*ck you!   ~♥~
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD