Bab 2

1141 Words
      “Ini! Ini nih IG si Sarah! Keren kan?”            Andi menunjukkan smartphone miliknya tepat di depan wajah Novan. Ini sudah jam istirahat kedua. Karena hanya sebentar, jadi mereka memilih menghabiskannya di kelas saja. Novan hanya meliriknya sekilas dan mangut- mangut. Ia tidak perduli soal anak perempuan cantik yang entah siapa namanya tadi. Siapapun dia, Novan tidak mau kenal dengannya, juga dengan semua anak perempuan lain.            “Woi! Nengok woi! Kamu tengok ini!” Andi mendekatkan layar smartphone ke wajah Novan. Novan berdecak kesal dan menepisnya. Nyaris saya smartphone itu terlempar dari tangan Andi.            “Ganggu aja sih kamu. Kan udah aku bilang, aku gak peduli soal dia!” Ketus Novan.            “Lihat dulu deh. Nih lihat dulu anaknya, bentar aja. Pasti kecantol deh.” Andi mengarahkan smartphone tepat di depan wajah Novan.            Novan akui, perempuan itu memang cantik dan juga fotogenik. Setiap foto yang ada di sosial media miliknya selalu bagus dan terkesan aesthetic. Novan langsung memalingkan wajah. Bahkan perempuan itu bisa lebih cantik di foto, karena di bantu dengan efek sana- sini.            “Gimana? Gimana? Keren kan IG dia? Feeds dia rapi banget kan?”Tanya Andi antusias. Novan mengangguk pelan. Ya, memang tidak salah sih. “Cantik kan? Kamu kecantol jadinya kan sama dia? Mau kenalan kan sama dia?”            Novan mengeleng kuat. “Enggak.” Ia kembali menatap smartphone miliknya. “Jangan maksa, aku tetap nggak mau kenalan sama dia.”            “Tapi dia cantik bro, kapan lagi coba?”            “Jadi kalo cantik itu harus jadi suka gitu? Kecantol gitu? Pengen di ajak kenalan gitu?”            “Iyalah! Kan kalo yang cantik itu menarik toh, jadi bawaan pengen deket terus nggak sih?” Novan mendengus dan tersenyum sinis.            “Ya, menurut kamu. Aku sih enggak.” Andi geleng- geleng kepala mendengarnya.            “Oh ya, ngomong- ngomong, IG kamu apa? Aku follow ya,”tanya Andi.            “Aku nggak pakai IG.” Andi terperangah.            “f*******:? Twitter? t****k?” Novan mengeleng. “Pinterest? E-mail punya dong?”            “Ya punya sih, tapi buat apa? Mau kirim e-mail ke aku? Formal banget kayak mau kirim tugas sekolah aja.”            “Jadi kamu pakai sosmed apa? f*******: enggak, twitter enggak juga. IG, juga enggak. t****k juga!”Gerutu Andi.            “Hem, kalau sosial media yang kayak begitu. Aku pakai yang untuk keperluan chatting aja, kayak …”            “w******p? Pakai nggak?” Novan mengangguk.            “Tapi khusus keluarga. Kalau buat teman- teman, biasanya pakai Line aja sih.” Andi menghela napas.            “Ya udah, boleh nggak minta ID Line kamu?”Tanya Andi. Novan mengangguk.            “Sure. Tapi jangan di sebar kemana- mana ya.” Novan mengeluarkan smartphone. “Scan barcode aja sini, biar gak ribet.” ****            Sarah menatap layar smartphone. Seperti biasa, selesai belajar, dia istirahat sambil membuka sosial medianya. Tentu saja untuk update kehidupannya sehari- hari, sambil memperhatikan seberapa banyak viewers story sosial medianya hari ini. Ia tersenyum kecil saat melihat jumlah viewers story miliknya.            “Yup, banyak seperti biasa,”gumamnya. Lalu berakhir dengan scroll timeline. Hanya scroll, tanpa berniat untuk memberi like pada postingan yang ada. Duh, dia sih lebih memilih mendapat banyak like daripada memberikan like ke orang lain, kecuali teman satu geng.            “Oh iya, aku lupa.” Sarah bangkit dari tempat tidur dan membuka e-mail. Dia melirik ke paket yang tergeletak di sebelah mejanya. “Ah iya, baru ingat kalau masih ada sisa barang endorse.” Ia melirik jam dinding. “Hem, belum terlalu larut sih.”            Sebagai selebgram, sudah tentu Sarah dapat endorse dari berbagai macam toko online maupun offline. Banyak produk yang ingin mengendorse dirinya, tapi Sarah selalu selektif dalam memilih produk yang akan dia endorse. Ia tidak pandang bulu, bahkan kalau barang yang di endorse itu milik kenalannya. Kalau menurutnya tidak layak, ya jangan harap sih bakal dia promosikan.            Sarah membuka paket itu. Ternyata isinya kumpulan case smartphone dengan berbagai model dan bentuk. Sarah mengambil salah satu case yang ada di sana.            “Hem, lucu juga sih. Bagus ini bagus.” Sarah memakai case itu di smartphone miliknya, lalu bercermin. “Bagus sih ini, lucu- lucu. Unik.” Sarah menarik nafas panjang, lalu berdehem. Ia segera menyalakan kameranya.            “Hai guys! Lihat nih, aku baru aja di kirimin paket case yang unik dan cantik- cantik banget! Lucu kan .. ini case ada banyak jenisnya, tuh lihat ada yang bisa di jadiin kayak tas tenteng gitu, lucu banget deh.”            Sarah mulai mempromosikan satu persatu case yang di terimanya. Setelah beberapa menit, ia mengeceknya sesaat dan langsung posting begitu saja. Ya, khusus untuk kali ini dia sudah terlalu malas untuk terlalu edit story. Yah meski begitu, dia yakin akan dapat feedback yang bagus dari seller. Jarang sekali barang yang dia endorse itu punya feedback yang buruk. Selesai endorse, Sarah memperhatikan lagi case yang bertumpuk di meja. Semua case itu di berikan untuknya, tapi itu terlalu banyak. “Hem, kayaknya ini si Lili sukak deh. Ini juga kayaknya cocok sama si Rissa. Kasih ke mereka aja deh.” Sarah mengambil dua buah case dan memasukkannya ke dalam tas sekolah. Sisa case yang ada di masukkan ke dalam kotak khusus barang endorse. Setelah semua beres, dia kembali rebahan di tempat tidur. Ini baru beberapa menit, tapi sudah ramai yang melihat story endorsement-nya. Satu persatu DM berdatangan, tapi Sarah hanya mengeceknya sesaat saja. Tidak kuat tangannya untuk membalas setiap DM yang masuk satu persatu. Lagipula, kebanyakan isi DM juga bertanya soal barang endorsement yang lalu, barang lama yang bahkan Sarah sendiri sudah lupa. Dia asik melirik timeline dan saat itulah, sebuah notif masuk ke IG. Notif biasa, followers baru. Sarah mengeceknya dan tercengang. Novan_2430 started following you. “WHAT?!” Sarah terduduk di tempat tidurnya. Matanya terbelak kaget. Novan? Novan follow dia? Novan yang ganteng tampan itu? “Kan, udah aku duga. Dia itu pasti malu- malu buat kenalan, tapi tetap stalk. Hem, memang tsundere anaknya, kayak yang Lili bilang,”gumam Sarah. Ia memperhatikan smartphone lamat- lamat. Tidak ada foto profil. “Memang tsundere ya anaknya. Sampai foto profil aja gak ada. Dasar, malu- malu kucing.” Sarah screenshot notifikasi itu. Nanti akan dia kirim ke grup geng. Sarah menelan ludah. “Stalking boleh kali ya? Ya bolehlah. Gak apa, dia kan tsundere gitu gak bisa di deketin duluan. Harus tarik ulur dulu.” Sarah membuka akun followers baru itu. Ia berdecak kesal. Tidak ada bio, tidak ada foto profil, dan juga tidak ada post foto wajahnya. Hanya ada post foto makanan dan view pemandangan dari sudut kota. “Yah, memang aesthetic juga sih ini feeds, tapi sedikit banget sih ini. Mana gak ada foto selfie dia lagi. Padahal ganteng, tapi di sia- siain gantengnya gak ada foto selfie!” Sarah menggerutu kesal. Ia melihat juga tagged, tapi kosong. Duh, ini anak baru kenapa sih kesannya misterius gitu?            “Ah, ya udah deh. Anggap aja kenalan gak langsung.” Follow. ****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD