Bab 3

1226 Words
         “Nih.” Sarah memberikan case sisa endorse kepada gengnya, Lili dan Rissa begitu tiba di kelas. Mereka menerimanya dengan senang hati.            “Iiih ini imut banget! Makasih Sar!” Rissa loncat kegirangan menerima case dengan tali strap yang dapat di tenteng seperti tas. Ia langsung mencoba case baru itu. “Ih, ini mah manis banget! Makasih Sarah!” Rissa memeluk Sarah.            “Hehehe .. sama- sama.”            “Terus ini apaan?” Tanya Lili. “Teflon? Kamu ngapain bawa teflon ke sekolah?” Lili memegang sebuah teflon besar.            “Bukan, itu case smartphone,”jawab Sarah. “Tapi bentuk teflon.” Lili terperangah. Ia membolak- balik teflon itu.            “Hah iya. Ini kan ada lubang kameranya!” Ujar Rissa sambil menunjuk bagian belakang case. Lili membalik case berbentuk teflon itu dan mangut- mangut.            “Eh iya juga ya. Kayaknya juga sama kayak tipe smartphone aku deh …”gumam Lili.            “Ya memang sama. Kan aku pilihin sesuai dengan tipe smartphone kalian.” Sarah mendengus.            “Tapi kenapa kamu kasih aku yang model beginian Sarah Claryson sayang? Mau suruh aku masak pakai ini case, atau untuk nimpuk orang?” Lili protes.            “Bisa sih kayaknya masak pakai ini, mana besarnya hampir sama dengan ukuran teflon asli!” Rissa tertawa. Lili mendengus kesal.            “Ini timpuk kepalamu pakai ini ya!” Lili mengacungkan case teflon tinggi- tinggi. Rissa langsung kabur dan sembunyi di belakang Sarah. “Ih Sar, kok aku di kasih yang model beginian sih? Itu si Rissa malah dapat yang lucu!”            “Lah itu kan juga lucu Li. Unik gitu bentuknya.” Lili cemberut. “Memangnya kamu nggak suka ya?”            Lili menatap case teflon itu lamat- lamat. Ia bolak- balik case itu, lalu mangut- mangut. “Jujur sih ini case unik, keren, emang beda banget dari yang lain.”            “Nah kan, apa aku bilang. Kamu kan sukanya barang yang unik gitu kan Li ..”            “Ya tapi nggak barang yang kayak gini juga Sarah Claryson sayang … kalo kayak begini mah, kagak bisa aku masukin ke dalam tas. Masa aku tenteng begini? Nanti di kira aku sales teflon pula. Terus nanti aku angkat telpon gimana? Kayak gini?” Lili menempelkan case teflon itu ke kupingnya. “Bisa- bisa di katain gila aku, ngomong sama teflon! Yang iya- iya aja deh Sar!”            Sarah tertawa melihat Lili memegang case teflon itu. Tidak bisa di bayangkan semisal Lili pergi keluar dan memakai case itu. Bakal jadi pusat perhatian sih.            “Becanda kok becanda. Aku cuma mau kasih nampak kalo ada case bentuk unik. Yah tapi kalo kamu memang mau case itu, buat kamu pakai iseng- iseng kalo bosan nanti, ya ambil aja.”            Lili menatap case itu lamat- lamat. Ia coba memakaikan case itu ke smartphone miliknya. “Hem, not bad sih sebenarnya. Lama- lama di lihat sebenarnya unik, lucu. Aku ambil deh. Thanks ya Sar!”            “You’re welcome baby.”            Lili dan Rissa kembali ke kursi masing- masing dan menaruh case pemberian Sarah ke dalam tas. Lili tampak kesusahan memasukkan case teflon ke dalam tasnya yang agak kecil. Ia kesal dan akhirnya melemparkan begitu saja ke dalam laci meja. Mereka kembali berkumpul di bangku Sarah.            “Eh eh, sini deh. Ada info nih.” Sarah membuka pembicaraan. Mereka mendekatkan badan ke arah Sarah. Sarah mengeluarkan smartphone dari laci meja.            “Lihat nih, lihat.” Sarah menunjukkan layar smartphone kepada mereka. Tertera dengan jelas di sana notifikasi IG yang sudah di screen shoot.            “Itu Novan si anak baru itu? Follow kamu?”Tanya Rissa. Sarah mengangguk.            “Novan mana lagi coba.”            “Hem, memang tsundere gitu ya anaknya kayaknya …” Lili mangut- mangut. “Eh coba dong, liat akun dia. Kepo aku, ada foto dia nggak? Apa aja isi feeds dia?”            “Yah … lihat aja nih..” Sarah membuka profil Novan yang ada di IG dan memperlihatkan pada mereka. Lili dan Rissa mangut- mangut melihatnya.            “Sikit amat postingannya, mana gak ada foto sendiri lagi,” komentar Lili.            “Tapi lumayan deh, ini dia bagus juga motret. Lihat nih, dikit sih tapi aesthetic. Kayaknya bukan tipikal yang bakal sering buka sosmed,” komentar Rissa.            “Agak- agak misterius gitu ya anaknya. Ya, kayaknya sih,” lanjut Rissa.            “Atau anaknya agak anti sosial, ya kali aja kan,” timpal Lili.            “Aku lebih setuju dengan Rissa sih. Kayaknya dia anaknya lebih ke misterius daripada yang ansos gitu. Tipikal yang, apa ya, nggak mau ekspos soal kehidupan pribadinya ke sosial media, gitu sih menurutku,” timpal Sarah. “Tapi cowok kayak gitu biasanya bakal manis banget sih. Dia tahu cara treat orang lain gimana gitu.”            Lili dan Rissa saling tukar pandang. Mereka menyinggungkan senyum kecil penuh menggoda.            “Cie .. cie … ternyata ketua kita ini bisa kecantol juga sama laki ya …” Goda Lili. Rissa mangut- mangut dan menyikut Sarah.            “Ih apaan sih.” Sarah tersipu malu.            “Tapi syukurlah kamu bisa naksir sama teman sebaya. Aku kira kamu cuma mau naksir sama om- om kaya doang Sar.” Rissa menepuk pelan pundak Sarah.            “s****n. Ya nggaklah, mana mau aku jadi simpenan sugar daddy. Tidak perlu sayang, Sarah Claryson bisa hidup tanpa sugar daddy! Sarah mah cantik, pinter, bisa cari uang sendiri …” Sarah menirukan gaya bicara seseorang yang sempat viral di sosial media.            “Terus? Kamu udah coba DM dia gitu Sar?” Tanya Lili. Sarah mengeleng. Lili berdecak kesal.            “Maunya kamu langsung gerak gitu Sar! Sat set gitu! Kalo enggak nanti keburu di samber duluan sama orang!”            “Masa cewek duluan yang ngejar? Malu atuh. Udah, kalo cowok kayak dia tuh kadang nggak bisa langsung di confess duluan. Bakal ilfil. Kita lihat aja nanti ke depannya gimana. Kan dia yang follow aku duluan, berarti dia yang kejar aku duluan dong. Tinggal tunggu aja pergerakan dia nantinya.” ****            Andi terperangah di tempat. Saat ini dia sedang jongkok di bawah jendela kelas XI MIPA 1. Tadinya dia sedang jalan ke kelasnya, tapi memutuskan untuk sembunyi saat ia tidak sengaja mendengar ada nama Novan yang di sebut dalam percakapan The Mean Girls.            “Ck, itu anak punya IG kagak bilang- bilang!” Gerutu Andi. Dia jalan jongkok perlahan, lalu berlari kencang menuju kelasnya. Ini masih pagi, jadi kelasnya masih sepi. Hanya ada beberapa anak saja di sana, yang memang rutin datang pagi. Tapi kali ini ada pemandangan yang sedikit berbeda. Novan sudah datang dan sedang duduk di tempatnya. Ia tampak sibuk main game di smartphone. Andi menaruh tas di kursinya dan menghampiri Novan.            “Oi Van, kamu bilang kamu nggak ada IG, tapi kok kamu malah follow si Sarah sih?! Tega kamu ya, nggak mau kasih tahu akun IG kamu ke aku!”Protes Andi. Novan mengernyitkan alis dan melirik Andi.            “Sarah itu siapa?” Tanya Novan. Andi berdecak kesal.            “Ck, itu loh. Cewek yang kemarin mau kenalan sama kamu itu. Yang cantik itu loh, yang aku bilang selebgram dia. Dia loh, tahu kamu kan dia?” Novan mendelikkan matanya, lalu mengangguk.            “Oh, dia. Iya, inget. Sekilas, inget. Kenapa memang dengan dia?”            “Katanya kamu follow IG dia. Bener tuh? Katanya kamu nggak pakai sosmed lain tuh selain Line?” Novan mengernyitkan alisnya.            “Hah? Aku memang nggak ada pakai IG kok. Salah orang kali dia tuh. Kan yang namanya Novan itu banyak.” ****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD