3.7

1816 Words
“Tiga menit lagi Div!” teriak Amira yang terpaksa berdiri di dekat Danis dan kawan-kawannya. Sekarang sudah waktunya pulang tapi Divya bilang dia ingin bicara berdua saja dengan Aldi. Amira sungguh bersyukur Ayah sedikit terlambat menjemput mereka, sehingga beliau tidak perlu melihat bagaimana keras kepalanya Divya. Di antara sebanyak ini anak cowok, hanya tiga yang membuat Amira membuang muka dari mereka. Satu, seseorang yang pasti semua orang tau, siapa lagi kalau bukan Danis. Manusia paling sempurna, saking sempurnanya dia bahkan punya hak untuk mengejek kemampuan otak orang lain. Dua, Rehan yang entah dari mana ia dapatkan kepercayaan dirinya untuk menjadi suaminya di masa depan. Rehan perlu untuk di hajar sekali saja oleh Kevin nih tampaknya. Tiga, cowok yang Amira curigai sebagai cowok yang datang bersamaan dengan dirinya saat Tuhan dulu membagikan mulut. Performa mulut cowok ini begitu bagus, sama seperti Amira. Jadi tidak heran kenapa Amira menutup kedua telinganya dengan telapak tangan. Tidak mau mendengarkan cowok dengan mulut kualitas premium itu mengejeknya. “Drama kamu bilang?” tanya Aldi. Ia dan Divya memang baru sempat membahas masalah pacaran di kantin tadi. Aldi tidak begitu t***l sehingga menjelaskan situasi sebetulnya di kantin yang dipenuhi oleh manusia dengan rasa ingin tahu yang sangat tinggi. “Iya lah, kamu dan teman-teman kamu itu ‘kan memang selalu cari sensasi,” ucap Divya mengejek bagaimana Aldi dan teman-temannya senang sekali saat disoraki oleh cewek-cewek satu sekolahan. “Ga bisa! Gue harus ikut ngomong sama kalian berdua,” ucap Amira yang tiba-tiba sudah berada di depan Aldi dan Divya yang berdiri hadap-hadapan. “Elo!” sambar Amira sambil menunjuk muka Aldi. “Baru pagi tadi ngaku ga suka kembaran gue eh siang nya lo nembak Divya di depan semua orang?” Jujur, Amira paham masalah sebetulnya tapi ia perlu untuk memastikan Aldi tidak punya motif lain pada kembarannya. Diputuskan cinta oleh Ayah sendiri itu pedihnya lebih dari sekedar ditikung atau diselingkuhi, percaya deh. “Gue tau kita senasib sepenanggungan tapi otak lo di pake dong Amira.. gue nembak kembaran lo? Mimpi aja sana!” sembur Aldi setengah berteriak, menyempatkan melirik pada teman-temannya. Meminta mereka melanjutkan latihan tanpa dirinya. “Oke, kalian si kembar yang paling nyusahin di muka bumi, dengar gue baik-baik.” Aldi menyugar rambutnya, “Kalian udah jadi omongan satu sekolahan gara-gara kejadian kemaren,” ucap Aldi kemudian menjelaskan apa saja yang orang lain bicarakan tentang keluarga mereka. Aldi juga membela diri bahwa apa yang ia lakukan di kantin tadi adalah bentuk refleks karena otaknya sudah di set untuk melindungi Divya apapun yang terjadi. Jadi sampai waktu yang tidak ada yang bisa memastikan, Divya Jacinda Amzari akan menjadi pacarnya Aldiansyah Umar, in a fake way. Nah, ini yang sejak tadi mengganggu Amira, pacaran pura-pura. Aldi yang pura-pura pacaran dengan Divy membuat Amira mulai percaya bahwa Bina Bangsa memang punya semacam kutukan. Kutukan paling kampungan yang pernah Amira denga. Masa harus pura-pura pacaran dulu baru dapat jodoh? Tapi.. hubungan Ayah dan Bunda dulu juga dimulai dengan pura-pura bukan? “Salahkan kamu yang meluk aku sembarangan di depan umum. Kalau kemaren kamu nangisnya biasa aja kamu ga akan terdampar jadi pacar palsuku hari ini,” ucap Aldi pada Divya. “Kalau aku bilang gitu, aku terdengar kasar sekali ‘kan di? Aku tau kok kalo kemaren kamu memeluknya karena syok, bukan kayak yang para cewek tadi bilang.”  “Bisa bahas pacaran pura-pura ini nanti aja? Papa gimana?” tanya Divya pada Aldi. Memang keadaan hari ini membuat dirinya sangat tidak nyaman, meski begitu Divya punya prioritas, Papanya. Apa yang menimpa Papa bahkan tidak bisa dibandingkan dengan Divya yang hanya dijadikan bahan gosip oleh anak satu sekolahan. Kalau sampai Papa mendekam di penjara maka Divya akan menyalahkan dirinya sampai kapanpun. Dirinya lah yang menelfon polisi pertama kali. “Om Haris, semalam pulang dan tidur di rumahku.” “Kamu ga bohong ‘kan, Di? Papa bilang apa sama kamu? Kamu bantuin obatin luka Papa ‘kan?” tanya Amira yang matanya sudah berkaca-kaca. Amira membiarkan Divy bicara dengan Aldi dan mencari celah agar ia bisa menyampaikan pendapatnya soal hubungan Divy dan Aldi ke depannya. Amira tidak pernah menyangka bahwa menjadi seorang kakak akan membuatnya sesibuk ini. >>>  Ucup sudah akan pulang, mulai hari ini ia memang akan menjemput putri-putrinya sendiri. Sayangnya, mertua serta dua adik iparnya tampak tidak akan melepaskannya begitu saja. Sudah tidak perlu ditanyakan lagi alasan kenapa ketiganya berada di ruangan Ucup. Si kembar menuduh Ucup kekanakan karena memutuskan mengundurkan diri dari jabatan CEO gara-gara masalah kemaren. Pria dewasa yang sebenarnya paling kekanakan di keluarga mereka menuduhnya kekanakan? Imam jelas butuh tanggung jawab besar untuk mengubah dirinya agar menjadi lebih dewasa dan berpikir sebelum mengatakan sesuatu. Bicara soal kekanakan, kalau Ucup memutuskan untuk bersikap kekanakan Haris mungkin sudah membusuk di penjara sampai beberapa tahun kemudian. Namun begitu Ucup tidak ingin membicarakan pria yang mencuri enam belas tahun yang harusnya bisa ia lalui dengan Divya. Setelah menjelaskan bahwa ia hanya menyerahkan apa yang memang sejak awal sudah diperuntukkan untuk Imam dan Alif, serta bersumpah bahwa dirinya hanya mengundurkan diri sebagai CEO bukannya mengundurkan diri dari perusahaan, akhirnya Ucup bisa menjemput Amira dan Divya yang mungkin sudah kepanasan dan kelaparan. Ucup sudah bertekad untuk meminta maaf pada guru yang kemaren telah menengahinya dan Haris. Tapi sepertinya hari ini bukan waktu yang tepat karena Ucup tidak melihat guru itu di manapun. Membawa mobilnya lebih dalam, Ucup akhirnya sampai di lapangan upacara. “Di mana si kembar?” tanya Ucup pada dirinya sendiri. Bermaksud untuk menelfon Amira, Ucup ingat bahwa ia belum punya nomor ponsel Divya. Seharian kemaren ia memang hanya menikmati kebersamaannya dengan Divya. Ia juga tidak tau bagaimana Divya belajar tadi tanpa buku-bukunya. Dan astaga, seragam Divy untuk besok perlu di beli hari ini. “Ayah sudah sampai nih, nak.. kamu sama Divy di mana?” tanya Ucup ketika Amira menjawab panggilan telfonnya. Tidak lama setelah sambungan terputus Ucup melihat dua putrinya berjalan mendekat. Pemandangan ini bahkan sudah lebih dari cukup untuk menghalau segala penat yang ia rasakan. Benar kata Mama, Ucup tidak mau membahas masa lalu lagi, ia akan menggunakan semua waktu yang ada untuk membuat kenangan manis bersama putri-putri cantiknya ini. “Ayah!” teriak Divya dari jauh. Ucup yang berdiri di samping mobilnya yakin kalau ia tidak salah dengar apalagi salah lihat. Pasti ada yang menyenangkan bagi Divya hari ini sampai Ucup mendapat teriakan senang dari putrinya yang sedang berlari padanya saat ini. Sayangnya hanya Tuhan yang tau kenapa Divya begitu senang melihat Ayahnya, pertama karena Ayah membatalkan tuntutannya seperti yang tadi Aldi katakan dan kedua, mulai hari ini Aldi tidak bisa ganjen sama cewek lain lagi karena semua orang taunya Aldi adalah pacarnya. >>>  Aldiansyah Umar berjalan mendekati teman-temannya sambil membungkuk-bungkuk seolah ada beban berat yang menimpa punggungnya, ia juga merengek seperti bocah. Di antara teman-teman dekatnya (Danis, Vano dan Rehan) Umar memang lebih terlihat seperti bocah. Dia sendiri bahkan mengakui kalau dirinya adalah yang paling bungsu di antara mereka berempat. “Lo sama Divya didikte apaan sama kakak ipar lo?” tanya Rehan pada Umar. Mulai sekarang Rehan mau lebih mendekatkan diri pada Umar agar jalannya menuju hati Amira terbuka lebar. “Nih! Lo baca,” ringis Umar pada Rehan. Tentu teman-temannya melihat Umar dan Divya menulis sementara Amira berlagak seperti guru. Ia dan Divya diperintahkan untuk diam saja selama Amira memikirkan apa yang harus keduanya tulis. Umar sudah ingin protes sejak kalimat pertama Amira keluar, tapi entah kenapa pelototan Amira sanggup membuatnya bungkam.   Saya yang bertanda tangan dibawah ini: Nama: Aldiansyah Umar Tempat / tanggal lahir: Rumah sendiri, 11-03-20** Nomor Induk Siswa: 123654789 Dengan ini menyatakan bahwa saya bersedia menjadi pacar palsu dari Divya Jacinda Amzari, serta berjanji untuk selalu mendengarkan pendapat dari Amira Queensha Amzari, yang selanjutnya disebut sebagai Dewan Komisaris Hubungan Palsu (DKHP). Adapun selaku Dewan Komisaris Hubungan Palsu (DKHP), Amira Queensha Amzari berhak melakukan hal-hal sebagai berikut demi kebaikan semua pihak: 1.      Menentukan tujuan hubungan palsu Aldi dan Divya 2.      Menentukan batasan-batasan dalam hubungan palsu Aldi dan Divya 3.      Memastikan Aldi dan Divya tidak terlibat cinlok (cinta lokasi) selama menjalankan hubungan palsu 4.      Memastikan Aldi menjaga jarak, mulut dan tangannya dari Divya 5.      Serta menetapkan kebijakan-kebijakan dalam hubungan palsu Aldi dan Divya yang dirasa perlu di kemudian hari sesuai perkembangan kondisi, situasi dan perkembangan zaman Bina Bangsa, 25 November 2020     “Ini apaan?” tanya Rehan setelah membaca selembar kertas yang dibubuhi dua buah tanda tangan. Vano yang penasaran merampas kertas di tangan Rehan. “Jadi lo ga beneran nikung Danis?” tanya nya yang tidak butuh waktu lebih dari satu menit untuk membaca surat perjanjian tersebut. Pertanyaan konyol itu membuat Umar dan Danis memberikan tatapan kesalnya pada Vano. “Emang ada tampang-tampang gue yang bakal jatuh cinta sama Divya apa?” dengus Umar. “Sampai kapanpun gue ga akan suka sama Divy, dia ngompolin gue, dia lap ingusnya pake kaos gue, dia bikin tangan gue patah, dia yang gangguin gue nonton dan main game, dia selalu merengek ini itu bahkan Divy bikin orang tua gue lebih memprioritaskan dia daripada anaknya sendiri. Gue ga akan suka cewek modelan Divya Jacinda Amzari!” ucap Umar menggebu. Vano memasang senyum lebarnya kemudian melirik Danis dengan memberikan senyuman manisnya. “Lo aman,” bisiknya sambil menepuk pundak sang kawan. “Dia bukan tipe gue!” sanggah Danis. Kemudian Danis merampas kertas di tangan Vano. Meneliti bagaimana Amira mengukir tanda tangannya di kertas itu. Kalau tulisan tangan mah Danis sudah melihatnya hampir tiap hari. Danis tersenyum geli, “Ide soal surat perjanjian ini ide Amira?” tanya nya pada Umar. Amira dan segala yang tersimpan di otaknya memang tidak bisa di tebak. Danis semakin penasaran dan ingin menghabiskan banyak waktu bersama cewek itu. Umar tidak ingin membuang-buang energi untuk memberikan jawaban yang sudah pasti pada Danis. Lebih baik ia memikirkan betapa terkekangnya hidup yang akan ia jalani selagi menjadi pacar palsunya Divya. “Jangan disebar, gue bisa digorok Amira.” “Mau gue bantu bakar aja?” tanya Vano memberikan saran. “Lo bakar pun, Amira masih punya satu salinan lagi.” Umar berbaring pasrah di atas lapangan, “Lo bayangin aja, gue pacaran pura-puranya sama Divya tapi gue tekan kontrak sama kembarannya.” Satu persatu teman-temannya sudah berbaring di lapangan bola, mau tidak mau Danis melakukan hal yang sama dengan mereka. Kalau Umar pikir dirinya memiliki masalah serius dengan Amira, maka dia salah. Danislah yang sekarang punya masalah serius dengan cewek berambut pink itu. Bagaimana ya cara mengatakannya? Danis selalu saja ingin tau apa yang cewek itu lakukan dan kalau bisa ia ingin Amira sibuk dengan pikirannya seperti saat ulangan matematika tadi sehingga ia punya kesempatan untuk melihatnya tanpa ketahuan. Hanya saja Danis lupa, iya dia tidak akan ketahuan oleh Amira tapi dengan guru? “Mar..” panggil Danis. “Hm?” “Gimana cara minta maaf sama cewek yang tersinggung gara-gara omongan gue?” tanya Danis. Di antara mereka berempat, tampaknya hanya Umar yang bisa bicara dengan cara paling normal dengan Amira. “Gue ga tau, kepala gue ketutupan helm proyek!” Danis mendengus, kalau sekarang mereka sedang bicara via grup WA, pasti Danis sudah melihat stiker kesukaan Umar itu, yang seluruh kepalanya tertutupi helm proyek warna kuning. “Kalo menurut lo, Van?” kini Danis mencoba bertanya pada Vano. Bertanya pada Rehan adalah hal yang sia-sia, alih-alih mendapat saran Rehan hanya akan memberinya tips merayu cewek. “Kalo cewek yang mau lo dapetin maafnya itu bukan Divya, gue ga tau!” Dan Danis hanya bisa memejamkan kedua matanya pasrah. Dari awal Danis sudah tau kalau berteman dengan mereka tidak akan memberi manfaat apa-apa untuknya, tapi mau bagaimana lagi? Berteman dengan Aldi, Rehan dan Vano sungguh menyenangkan dan Danis sudah terbiasa dengan itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD