“Ternyata di sini.” Ziya terperanjat. Dengan mata berlinang itu ia mendongak. Menatap satu-satunya orang yang berhasil menemukannya. Entah mengapa, mata sebiru langit itu semakin gencar mengeluarkan linangan air mata. Bukankah dirinya sudah ditemukan? Bukankah seharusnya ia senang? Tapi… kenapa sesak ini semakin bertambah? Inilah bentuk tidak bersyukurnya seorang hamba. Cukuplah ia diselamatkan. Perihal siapa yang menyelamatkan. Ziya tidak boleh meminta lebih. “Kau tidak apa-apa?” tanyanya. “Kaki….” Ziya melirik. Mengisyaratkan pemuda itu. Ya, pahlawan yang menyelamatkan sang putri bukanlah seorang yang Ziya harapkan. Suaminya. Lukas. Ziya bodoh menganggap orang itu mau mencari.Terlebih dengan kejadian tadi. Mungkin, setelah ini Ziya akan diceramahi habis-habisan. Karena dia Lukas.