12

2734 Words
'Sedikit lagi, dan apa yang kumau akan menjadi milikku' - Ares Pratama “Papa dan Kakak kecelakaan? Apa yang terjadi? Bagaimana dan di mana mereka sekarang?” tanya Mikaela panik saat mendengar soal kecelakaan itu. “Tadi kak Anye bilang, kalau mereka sudah dilarikan ke Rumah Sakit Cendana. Kita harus bergerak sekarang juga.” Marcel menjawab sambil beranjak cepat untuk mengenakan pakaiannya. Mereka sudah melupakan kegiatan mereka tadi karena berita ini. Suasana yang tadinya romantis untuk keduanya, kini berubah jadi penuh kepanikan. Mikaela sendiri sudah sesak napas mengetahui soal kecelakaan itu. Yang saat ini dipikirannya adalah keadaan sang ayah dan kakaknya. Mikaela tidak akan sanggup kalau sampai terjadi sesuatu yang buruk terhadap keluarganya. Dia baru saja kehilangan orang yang penting dalam hidupnya beberapa bulan yang lalu. Dia tidak mau kehilangan ayahnya dan kakaknya juga. Tidak! Dia mungkin tidak akan sanggup untuk hidup setelah ini. *** Rumah Sakit Cendana Mikaela POV Kami sudah sampai di rumah sakit dengan cukup cepat karena Marcel juga sengaja melajukan mobilya kencang. Aku langsung turun untuk melihat langsung bagaimana keadaan Papa dan kak Heinry. “Permisi suster, saya mau bertanya, dimana korban kecelakaan mobil barusan dirawat?” tanya Marcel pada suster di resepsionis. “Oh! Ada di IGD, Pak! Atas nama tuan Adinata Djuanda dan Heinry Djuanda sudah diberikan pertolongan pertama di IGD,” jawabnya dan langsung saja kami lari ke IGD. Saat tiba disana, aku sudah melihat kak Anye menangis tersedu-sedu di ruang tunggu. Aku langsung menghampirinya dan memeluknya sambil menangis bersama. Marcel juga kelihatan panik sambil melihat dari kaca bagaimana para dokter menangani mereka. Setelah beberapa jam menunggu, tiba-tiba dokter keluar sambil membawa keluar papa dan kakak tapi dengan wajah yang sudah ditutup. Aku langsung saja berdiri dan menghampiri dokter itu. “Dokter? Kenapa mereka ditutup? Apa maksudnya ini?!” tanyaku histeris. “Maaf nona, tapi semua sudah terlambat. Mobilnya kebakaran dan syukurlah jasad korban masih utuh. Kami pikir, kami bisa menyematkan salah satu. Tapi luka di tubuhnya terlalu parah. Dengan berat hati, kami menyatakan bahwa Tuan Adinata Djuanda dan Heinry Djuanda meninggal dunia,” lirih sang dokter. Mendengar itu, seketika duniaku hancur berkeping-keping. Aku tidak percaya! Aku harus lihat sendiri jasad itu! Aku langsung beranjak dan berusaha membuka kain penutup jenazah papa dan kakak. Saat membukanya, aku sudah tak bisa berkutik lagi. Itu memang kelihatan seperti mereka, tetapi wajah papa sudah rusak karena luka yang sangat parah. “TIDAKKK!” “HUAAAA!!! Jangan tinggalkan aku! Papa! Kakak!” aku langsung berteriak histeris karena kenyataan yang menghantamku. Aku masih tidak percaya. “Hikss! Papa! Heinry! Jangan tinggalkan aku!” aku juga bisa mendengar suara tangisan kak Anye yang memeluk jasad kakak. Marcel langsung membawaku dalam pelukannya dan aku masih terus menagis dengan keras. Aku tidak bisa menerima kenyataan ini! Ini terlalu menyakitkan! Aku belum siap, Ya Tuhan! Aku tidak mau kehilangan mereka! “Papaa!! Kak Heinry! Hikss! Tidak mungkin!! Ini tidak mungkin!” teriakku lagi sambil tersedu-sedu. Aku terus menangis dengan keras, sampai akhirnya aku merasa tubuhku lemah dan kehilangan kesadaranku. Aku berharap, ini semua hanya mimpi buruk. End Of Mikaela POV Normal POV Marcel langsung menggendong Mikaela ala bridal style dan membawanya ke mobil. Setelah memasukkan istrinya ke mobil, Marcel kembali untuk membantu Anye supaya ikut pulang dulu. “Kak, pulang dulu ya? Saya yang akan urus semuanya. Kalau begini, kakak bisa sakit dan itu bahaya untuk anak kakak,” pintanya sopan pada Anye. Anye hanya mengangguk sebagai balasan. Dia berusaha berdiri walau kakinya lemas dan Marcel membantunya. Bagi Marcel, Anyelir sudah seperti kakak perempuannya. Sesampainya diparkiran, Marcel langsung memasukkan mereka dan membawa mereka menuju mansion keluarga Djuanda. Sejujurnya, Marcel sangat terkejut mendengar soal kecelakaan ini. Dia tak habis pikir bagaimana bisa kecelakaan ini terjadi. Dia ingin bertanya pada Anye tapi perasaan kakak iparnya itu pasti sedang sensitive untuk ditanyai. “Harusnya tadi aku tidak membiarkan mereka pergi,” gumam Anye dengan suara serak. Gumaman wanita itu sedikit mengalihkan perhatian Marcel. Dia pun bertanya,” Memangnya, tadi papa dan kak Heinry keluar malam-malam?” “Iya. Mereka bilang ada urusan sebentar. Mereka berdua kelihatan panik, hiks! Entah apa yang sebenarnya terjadi,” jawab Anye tersirat penyesalan yang dalam. Wanita itu berpikir harusnya tadi dia tak membiarkan mertua dan suaminya pergi. Kalau mereka tidak pergi, pasti kecelakaan tidak akan terjadi. Ya, tapi semuanya sudah terlambat. ‘Pasti ada yang tidak beres! Apa ini perbuatanmu, Ares?’ pikir Marcel langsung tertuju pada satu tersangka, Ares Pr atama. ~ARES~ Apartemen Ares “Tuan, apa kita harus segera mengirim ‘mereka’ ke Boston? Saya sudah menghubungi pihak bandara untuk tidak membuka identitas penerbangan untuk malam ini. Apalagi ini adalah penerbangan pribadi dengan jet pribadi milik anda. Saya yakin semuanya pasti aman.” Helios menanyakan pendapat Ares soal sesuatu yang harus mereka kirim ke Boston. “Segera lakukan! Kita juga harus menutup kasus ini sebelum diusut lebih jauh oleh polisi. Kita harus memastikan bahwa keluarganya tidak meminta autopsy. Kalau pun sampai harus dilakukan, kita harus meninggalkan DNA ‘mereka’ agar semua skenario ini bisa nyata. Lebih baik, kita taruh saja mereka di mansion yang ada di Boston. Di sana, ada penjara bawah tanahnya,” Jawab Ares sambil menjelaskan pada Helios apa yang harus dia lakukan berikutnya. “Baik, Tuan! Saya akan menghubungi beberapa deking kita di dalam kepolisian dan beberapa ahli forensik untuk mengatasi masalah ini. Saya akan pergi selama beberapa hari untuk memastikan ‘mereka’ sampai ditempat,” ujar Helios diangguki oleh Ares. “Lakukan tugasmu dengan berhati-hati!” perintah Ares langsung diangguki oleh Helios. Bawahannya itu langsung beranjak untuk melakukan semua tugasnya. Jujur, Ares sangat bangga memiliki seseorang yang bisa dipercaya seperti Helios. Dia memang tangan kanan dalam artian yang sebenarnya. “Balas dendam yang sebenarnya baru dimulai, Adinata Djuanda! Mana mungkin aku biarkan kau mati semudah itu,” gumam Ares sambil menyeringai bak psikopat sambil memandangi langit gelap malam itu. Ares kemudian mengambil sebotol wine dan menuangkannya di gelas. Dia meminumnya sendiri dengan perasaan senang karena semua rencananya berhasil dia memang ahli dalam menciptakan sebuah drama yang luar biasa. Dia bahkan bisa menipu seorang Jenderal Kepolisian dan keluarganya. Ini semua memang rencananya Ares. Dia sengaja menyuruh beberapa orang menyamar menjadi petugas keamanan di kantor milik Adinata. Setelah semua pekerja kantor pulang, dia memberi perintah untuk membakar gedung itu. Langsung saja, berita kebakaran sampai ditelinganya. Dia memastikan, ada yang mengikuti perjalanan Adinata saat keluar dari mansionnya. Dan saat di tengah jalan, para bawahan Ares menyekat mereka dan menangkap keduanya. Ah, sebenarnya Ares hanya ingin memburu Adinata. Tapi karena ada Heinry, ya sekalian saja. Dia tidak mau ada masalah jika membiarkan Heinry berada disini atau tetap hidup. Setelah itu, mereka menukar Adinata dan Heinry dengan jasad yang agak mirip dengan mereka. Hanya penampilannya saja! Sebenarnya, itu adalah pekerjaan yang dilakukan oleh Brawijaya. Dia yang mencarikan orang yang agak mirip secara fisik dengan mereka. Tidak terlalu mirip, tapi karena latarnya kecelakaan, maka mereka bisa dengan bebas merusak wajah-wajah orang tak berdosa itu. Kasihan! Tapi, orang-orang harus terlibat dengan kegilaan seorang Ares Pratama. Singkatnya, Adinata dan putranya itu tidak benar-benar mati. Mereka diculik dan dibius, lalu dibawa ke Amerika. Ares sudah mendapatkan surat-surat mereka dengan mudah. Dia juga bekerja sama dengan pihak bandara untuk tidak memberi tahu mengenai penerbangan malam ini. Dia sudah menyusun rencana ini dengan baik sebelum datang kesini. Lalu, Ares mengambil sebuah bidak catur yang adalah pion sambil menggeser sang raja lawannya hingga jatuh. Pria tampan itu kemudian tertawa sekeras-kerasnya. “HAHAHAHAHAHAHA!” “Baru segini saja, kau sudah kalah? Sebentar juga kalau memang aku menghabisimu tadi. Setelah ini, aku akan mengambil Mikaela-ku, dan memberikan hadiah berikutnya untuk kalian! Aku hanya memberi tipuan pada kalian! Apa karena aku mengembalikan harga sahammu, kau pikir aku menunda rencanaku? Kalian terlalu lambat dan akhirnya…skakmat!” Ares sangat bangga dengan rencananya sambil mencium pion yang sudah menumbangkan sang raja. Dia merasa berhasil dengan segala balas dendamnya. Tapi memang dia belum puas. Dia masih berencana untuk menyekap kedua Djuanda itu di ruang bawah tanah miliknya. Menurutnya, tidak asyik jika mereka terlalu cepat mati. “Mereka harus merasakan rasa sakit luar biasa yang aku rasakan selama dua puluh tahun. Mereka harus menebus kematian adikku karena penyakit yang disebabkan kecelakaan itu! Lalu setelah itu, aku akan membiarkan mereka mati dengan tenang!” gumam Ares lagi. Dia memang bertekad untuk benar-benar membalas dendam dengan indah. *** Mansion keluarga Djuanda Malam ini, Marcel sedang berada di mansion utama keluarga mertuanya. Ada beberapa polisi yang menanyainya soal apa yang terjadi sebelum kecelakaan itu. Dia menjelaskan semuanya sesuai dengan apa yang dia dengar dari Anye. Saat ini, baik Anye atau pun Mikela sedang menenangkan diri dari shock mereka. Tiba-tiba, Marcel teringat kalau Selena sedang sendirian di apartemen. Dia langsung dengan cepat mengambil Hadphonenya untuk menghubungi orang tuanya. “Halo, Pa! Apa mama disana?” tanyanya saat sang ayah mengangkat sambungan teleponnya. “Iya! Ada apa, Marcel?” jawab Elmand sambil balik bertanya kenapa putranya menghubungi selarut ini. “Pa, mertua dan kakak iparku kecelakaan. Mereka berdua sudah meninggal, karena luka yang sangat parah. Saat ini, aku sedang mengurus beberapa hal yang berhubungan dengan penyelidikannya. Selena sendiri di apartemen, bisa tolong bawa dia ke mansion? Nanti akan kukirim passcode apartemenku.” Marcel menyampaikan pada sang ayah. “APA?! Tuan Djuanda dan putranya meninggal dalam kecelakaan? Bagaimana mungkin? Ini pasti konspirasi!” Elmand tentu saja shock dari sana. “Itulah yang sedang diselidiki, Pa! Aku mohon titip Selena dulu, ya. Mikaela dan kak Anye juga sangat shock disini,” pintanya dan langsung diiyakan oleh Elmand. Setelah sambungan telepon terputus, Marcel menghela napas lega karena Selena untuk saat ini ada yang menjaga. ‘Konspirasi? Ares sengaja membunuh Tuan Adinata dan Kak Heinry? Bagaimana bisa aku mengungkap kebenaran soal itu? Aku tak punya bukti apa pun yang mengarah padanya. Dia pasti bukan orang bodoh! Dia pasti sudah merencanakannya semua dengan rapi. Sialan! Aku terkecoh dengan berpikir bahwa dia mengincar bisnis kami!’ Marcel berpikir bagaimana caranya agar dia bisa mengungkap semua dibalik kecelakaan ini. Dia ingin benar-benar ada bukti bahwa Ares-lah dalang dari semua ini. Tapi, tadi polisi menjelaskan bahwa tidak ada rekaman CCTV di daerah kecelakaan terjadi. Dan lagi, tidak ditemukan kerusakan khusus pada mobil seperti rem blong atau sebagainya. Hasil olah TKP seakan membuktikan bahwa memang mobil itu kehilangan kendali hingga menabrak sebuah bangunan kosong dan terbakar. “Pak Marcel, saya ingin mengungkapkan sebuah kejanggalan,” lapor salah satu polisi pada Marcel. “Apa itu, Pak?” tanya Marcel. ‘Kuharap dengan ini, aku bisa punya bukti menyelidiki kasus ini,’ harap Marcel. “Setelah melihat kerusakan mobilnya, sepertinya tidak mungkin terbakar jika hanya menabrak dinding bangunan itu. Maksud saya, dari bekasnya, sepertinya mobil sengaja dirusak lalu dibakar,” jelas polisi itu membuat Marcel membelalak. Dugaannya tepat, bahwa ada konspirasi yang dilakukan disini. “Berarti ini konspirasi, Pak! Bukan murni kecelakaan!” simpul Marcel diangguki oleh polisi itu. “Bagaimana kalau kita lakukan autopsy? Dari situ, kita bisa tahu kalau mereka memang benar-benar kecelakaan, atau sudah dibunuh sebelum terjadinya kecelakaan.” Sang polisi menyarankan untuk melakukan autopsy pada kedua jasad. Marcel ingin sekali langsung mengiyakan. Tapi dia teringat kalau dia harus meminta izin kepada Mikaela atau Anyelir. Dia tidak bisa mengambil keputusan begitu saja. “Tidak ada autopsy!” suara itu mengejutkan Marcel dan beberapa polisi yang sedang berdiskusi di ruang tamu. Ternyata itu Mikaela yang sudah sadar dari shocknya. “Kalian melakukan autopsy hanya untuk menemukan pelakunya? Setelah itu apa? Apa mereka akan hidup lagi? Apa tidak ada cara lain untuk menemukan pelakunya? Aku tidak mau jasad mereka yang sudah rusak karena kecelakaan dibedah sesuka kalian! Cari cara lain! Saya tidak setuju!” Mikaela dengan tegas menolak saran untuk autopsy pada jasad ayah dan kakaknya. “Kaela! Ini bisa membantu kita untuk mengetahui siapa pelakunya,” bujuk Marcel namun dibalas delenagan keras oleh Mikaela. “Tidak, Marcel! Aku ingin jasad mereka tetap utuh! Cari cara lain!” Mikaela keras kepala. Dia tetap berkeras tak ingin jasad ayah dan kakaknya untuk tidak di autopsy. Marcel hanya menghela napas bukti dia menyerah untuk membujuk istrinya itu. Mungkin, untuk saat ini, dia tidak melakukan ini. Tapi saat duka istrinya sudah berkurang, dia akan menyarankan hal ini lagi. Keyakinannya sungguh besar, bahwa Ares adalah dalang dari semua ini. Malam itu, baik Mikaela dan kakak iparnya tidak tidur. Mereka terus meratapi kepergian dua orang yang sangat penting buat mereka. Sedangkan Marcel harus sibuk mengurusi soal pemakaman yang memang seharusnya di lakukan secepatnya. Hal ini memang diluar dugaan semuanya. ‘Aku bersumpah akan membuka kedokmu, Ares!’ Marcel bersumpah dalam hatinya. Menurutnya, Ares sangat keterlaluan dengan merencanakan semua ini. Beberapa hari kemudian… Di Pemakaman Mikaela dan Anye masih menatap makam kedua orang yang sangat penting buat mereka. Ayah dan kakak Mikaela serta mertua dan suami dari Anyelir. Stefan juga menangsi tersedu-sedu didalam pelukan Anye saat melihat kepergian sang ayah dan kakeknya. Tasya dan Selena memang menangis, tapi mereka belum mengerti. Semuanya tidak percaya jika kecelakaan ini terjadi. ‘Aku tidak mau percaya! Aku tidak mau!!’ batin Mikaela berontak. Air matanya sudah kering karena menangis sampai dua hari berturut-turut. Lagi-lagi, dia tidak mau makan setiap berduka. Bahkan, wajahnya sangat pucat bahkan lebih pucat daripada saat kematian Willy dulu. “Mbak! Sabar ya, aku tahu bagaimana perasaan, Mbak! Kehilangan seorang ayah sangat menyakitkan, Mbak! Hikss! Mbak yang kuat, ya?” Michelle berupaya menghibur kakak iparnya itu. Dia juga pernah ada diposisi Mikaela saat dia kehilangan ayahnya. Tapi, Mikaela kehilangan dua anggota keluarganya sekaligus. Pasti rasa sakitnya berkali-kali lipat. Mikaela masih diam. Meski ada banyak yang menghiburnya, dia mengabaikan mereka dan masih meratapi segalanya. Lama-kelamaan, semua orang pulang dan Anyelir memilih pulang bersama keluarga besarnya. Marcel masih menemani istrinya di pemakaman, tepat seperti dulu dia menemani Mikaela saat pemakaman Willy. Marcel tahu, semua ini sangat berat untuk dijalani istrinya. Seakan luka lama belum benar-benar sembuh, lalu luka baru datang pula. “Sayang… kita pulang dan istirahat, ya?” ajak Marcel. “Marcel? Setelah ini, siapa yang akan meninggalkan aku? Kamu? Selena? Kenapa bukan aku saja yang mati? Semuanya pergi meninggalkanku! Semuanya!” balas Mikaela karena pikirannya sedang kacau. Dia tak terima sudah ditinggalkan oleh ayah yang membesarkannya. Dia hanya mengenal kasih sayang ayahnya sejak kecil. Lalu, kakaknya juga pergi. Kakaknya yang selalu menyayangi dan memanjakannya. Kakak yang selalu melindunginya. Mereka pergi begitu saja. “Sssshh! Jangan berpikir begitu! Aku tidak akan pernah meninggalkanmu sendirian! Selena juga akan selalu bersamamu! Kita pulang dulu, ya! Istirahat ya! Papa dan Kak Heinry akan sedih melihatmu begini. Kita masih harus melanjutkan hidup kita!” Marcel berusaha menghibur istrinya sampai akhirnya Mikaela mau berdiri dan diajak pulang. Ah! Sekarang dia bahkan tak sanggup bergerak lagi. Marcel memapahnya sambil berjalan ke mobil. Wanita itu sudah kehabisan tenaga karena berduka. Semua ini terlalu sakit buatnya. ~ARES~ Di sisi lain… “Jadi, Mikaela menolak dilakukannya autopsy? Astaga! Wanita itu benar-benar mempermudah segalanya, ya!” Ares bergumam senang saat dia menerima berita dari ahli forensik bawahannya bahwa tidak dilakukan autopsy untuk jasad palsu itu. Padahal, kalau seandainya dilakukan, mereka bisa memperpanjang kasus dan kemungkinan untuk mengetahui kebenarannya cukup besar. Kenapa begitu? Karena pertama, jasad itu dibunuh, bukan kecelakaan. Dari situ saja, sudah bisa disimpulkan ini pembunuhan, bukan kecelakaan. Kedua, para ahli forensik bisa saja kesulitan memalsukan hasil bedah mereka, sehingga ketahuan bahwa jasad itu memang palsu. Ketiga, pasti ada sisa-sisa DNA anak buah Ares atau pun Brawijaya di jasad itu. Sebenarnya, autopsy memang salah satu hal yang paling dihindari Ares dalam tiap kasusnya. Dia akan kesulitan menghilangkan bukti di situ walau dia sudah menggunakan banyak jasa forensik terpercaya. Tapi, sekali lagi penolakan Mikaela untuk melakukan autopsy memang sangat membantunya. Dia bisa akan dengan mudah melanjutkan rencananya yang berikutnya. Dia mengambil Handphone-nya dan lalu menghubungi Helios untuk memastikan keadaan. “Helios! Kamu harus mengawasi mereka berdua! Jangan sampai ada yang tahu kalau mereka kubawa ke Boston. Dan sekap mereka di ruang bawah tanah. Kamu tidak perlu lagi datang ke sini. Aku akan melakukan sisanya sendiri!” Ares memberi perintah pada Helios. “Siap, Tuan! Saya harap tuan bisa kembali dengan baik-baik saja!” Helios mengiyakan permintaan atasannya. Lalu, Ares mematikan sambungan teleponnya. “Aku pasti akan kembali ke Boston! Selanjutnya, hanya tinggal mendapatkanmu, dewiku!” gumam Ares tersenyum licik. Banyak rencana sudah tersusun di kepalanya itu. Dan lagi, jika Marcel terlambat sedikit saja, maka dia akan kehilangan Mikaela jika Ares berhasil melakukan rencananya ini. Dia sudah menyusun segalanya dengan matang. BTW. Pada teringat Joo Dan Tae di Drakor The Penthouse ga sih? Kok jadi hampir mirip yak? ????
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD