13

2589 Words
'Setelah segala rencanaku selesai, akhirnya aku bisa mendapatkan kupu- kupu yang kuinginkan' - Ares Pratama . . . Perusahaan Buana             Marcel kini berada di Perusahaannya sambil melakukan pekerjaannya seperti biasa. Kasus kecelakaan mertua dan saudara iparnya menyita banyak perhatiannya untuk terus mengusutnya. Media juga banyak menanyakan soal kasus kecelakaan itu. Banyak yang penasaran, apakah itu konspirasi atau murni kecelakaan. Tapi menurut hasil penyelidikan, ini adalah konspirasi. Hanya saja, tidak diketahui siapa dalang dibalik semua ini.             Marcel punya feeling kalau dalangnya adalah Ares Pratama. Tetapi, menuduh orang seperti Ares tanpa bukti sama saja melemparkan bumerang. Ares pasti dengan mudah mematahkan tuduhannya dan membuatnya kena kasus ‘pencemaran nama baik’. ‘Ini terlalu rumit!’ batin Marcel berusaha memikirkan semua ini.             Fokusnya sudah terbagi dalam banyak hal. Perusahaan, kasus mertuanya dan belum lagi istri dan anaknya. Dia teringat soal Mikaela yang masih terus berduka soal kematian ayah dan kakaknya. Untuk sementara, kepemimpinan Yayasan Universitas diserahkan ke tangan Michelle, adik iparnya. Marcel sangat khawatir tentang Mikaela yang bahkan mulai tak memperhatikan dirinya sendiri.             Wanita itu selalu mengurung dirinya di kamar, walau terkadang hanya keluar untuk menyapa Selena. Dan kini, Selena sudah tidak ada tempat bermain bersama para sepupu dan opahnya. Anye dan anak-anaknya sudah pergi ke Australia bersama keluarga besar mereka. Untunglah, masih ada orang tua Marcel yang mau membantu mereka mengurus Selena. Ya, merenungi semua itu cukup membuat kepala Marcel mau pecah. Masalah demi masalah tak berhenti menghampiri kehidupannya. ‘Drrrtt! Drrrtt!’             Atensi Marcel teralihkan kala melihat Handphone-nya bergetar. Pria itu mengambilnya dan melihat panggilan dari salah satu bawahannya. Dia sengaja menyuruh orang untuk mengawasi Mikaela sementara dia bekerja. “Lapor, Tuan! Nyonya Buana keluar ke taman seperti biasanya,” lapornya sama seperti biasanya. Memang sudah beberapa hari terakhir ini Mikaela selalu pergi ke taman. Wanita itu selalu kesana untuk menghibur dirinya. “Terima kasih laporannya.” Marcel berterima kasih lalu menutup teleponnya. Tak lama, telepon kantor Marcel berbunyi. Ah, dia yakin ini dari resepsionisnya. “Permisi, pak! Tuan Pratama ingin bertemu dengan anda.” Mendengar itu, Marcel langsung membelalak tak percaya. Akhirnya, dia akan bertemu empat mata dengan Ares. Dia akan membuat Ares mengakui perbuatannya! “Persilakan beliau masuk! Saya tunggu di ruang meeting.” Marcel memberikan perintah dan setelah itu, dia langsung beranjak ke ruang meeting. Dia sudah menunggu waktu seperti ini.   Ruang Meeting                                               “Selamat datang, Tuan Pratama,” sambut Marcel saat melihat kedatangan Ares di Perusahaannya. Pria itu tersenyum ramah kepada Marcel atas sambutan pria itu. “Terima kasih, Tuan Buana. Oh, iya! Saya turut berduka cita soal Tuan Djuanda. Saya ingin datang ke acaranya, tapi terlalu banyak pekerjaan sampai saya baru bisa mengucapkan bela sungkawa sekarang.” Ares menyatakan bela sungkawanya.             Marcel menatap tak suka dengan cara Ares menyatakan bela sungkawanya. Dia sangat yakin kalau semua ini adalah pekerjaan Ares. Dan sekarang, pria itu bertindak seakan dia tidak tahu apa-apa sampai ikut berduka. Marcel sangat muak! “Hentikan sandiwara ini!” gumam Marcel. “Maksudnya apa?” tanya Ares pura-pura bodoh. Sebenarnya, dia sangat ingin tertawa sekeras-kerasnya melihat Marcel yang sangat kesal dan menahan emosi padanya. Marcel mau menuduhnya, tapi sayangnya tidak ada bukti. Ares memang harus berterima kasih pada Mikaela yang membuatnya terbantu secara tak langsung. “Maksud saya, silakan duduk Tuan Pratama. Jangan sungkan!” Marcel berusaha mengendalikan emosinya. Bukan dengan emosi menghadapi seseorang seperti Ares. Jika dia terlalu emosi, maka dia yang akan hancur sendiri. “Terima kasih! Saya ingin memberi tahu sesuatu soal kerja sama kita. Saya akan menyerahkan semua proyek kepada anda, Tuan Buana. Ada urusan yang lebih penting di Amerika dan sayangnya, saya harus segera pergi ke sana. Saya akan datang lagi untuk melihat hasil proyek kita.” Ares menyampaikan maksudnya.             Marcel sudah menebak bahwa Ares akan pergi setelah melakukan tujuannya. Dia kesal mendengar ini langsung. Dia akan semakin kesulitan mengusut soal kasus mertuanya. Bagaimana bisa dia memberi keadilan untuk mendiang mertuanya? Marcel tak tahu bagaimana cara menahan Ares disini. “Ternyata memang benar, anda sangat sibuk. Apa tidak bisa sedikit lebih lama lagi anda berada di sini? Mungkin sebulan atau beberapa waktu lagi?” Marcel mencoba negosiasi. “Tidak bisa, Tuan Buana. Sistem kerja saya selalu begitu. Ketika saya sudah merasa suatu proyek bisa diserahkan kepada Perusahaan terpercaya, maka saya akan melakukan bisnis lainnya. Jika saya mengabaikannya, sama saja saya membiarkan peluang emas berlalu. Semoga anda mengerti! Saya akan pergi malam ini juga.Saya pamit… Tuan Buana,” jawab Ares seakan ada pesan terselubung. Marcel sedikit menangkap maksudnya, seakan Ares berpesan,’Tangkap aku kalau kau bisa dan waktumu hanya sampai malam ini.’             Setelah itu, Ares pergi dan benar-benar berlalu dari hadapan Marcel. Dia sangat kesal melihat kepergian Ares begitu saja setelah meninggalkan masalah yang sangat besar buatnya. Memang, pria itu tidak mengganggu bisnisnya. Tapi, dia membuat Marcel tak tahu lagi cara mengejarnya setelah ini. ‘Ck! Sial!’ Marcel mendecak kesal dalam hatinya. ‘Drrrtt!! Drrrtt!’ Handphone Marcel bergetar lagi. “Ya, ada apa, bu?” tanya Marcel saat mengangkat teleponnya. Itu adalah dari jasa pembersih yang bertugas membersihkan apartemennya. “Saya sudah keluar dan mengunci apartemen Bapak, ya!” jawabnya memberi tahu kalau pekerjaannya sudah selesai. “Ya, terima kasih Bu!” Marcel kemudian menutup teleponnya. Tak lama, dia tersadar karena heran kenapa ibu itu tiba-tiba menelpon untuk melaporkan pekerjaannya. Biasanya, Dia akan pergi begitu saja karena tak mungkin dia bisa mencuri di apartemen Marcel. Ada CCTV dan barang-barang berharga ditaruh dalam brankas. Perasaan Marcel mulai tidak enak dan merasa ada sesuatu. Dia jadi sering khawatir dan curigaan semenjak kejadian yang menimpa mertuanya. ‘Aku merasa ada yang aneh,’ pikir Marcel. Daripada terlalu banyak berpikir, Marcel memutuskan untuk mencari tahu apa kecurigaannya ini beralasan atau tidak. Saat melangkah keluar ruang rapat, tiba-tiba Michael menahan kakaknya. “Mau kemana, kak? Sebentar lagi akan ada rapat dengan para investor dari Jepang. Kakak harus hadir!” Michael mengingatkan kakaknya. Marcel sangat ingin mencari tahu soal kecurigaannya, tapi kalau dia meninggalkan rapat ini, maka bisnisnya akan bermasalah. Sialnya, Marcel dilema lagi. Entah yang mana harus dia utamakan saat ini. “Kak? Kenapa bingung? Materi rapatnya sudah kuselesaikan. Ini dia!” Michael memberikan proposal bisnis untuk diperiksa oleh Marcel. Akhirnya, Marcel memilih mengenyahkan kecurigaannya yang menurutnya terlalu berlebihan. Dia mengambil proposal itu dari Michael dan memeriksanya. ‘Semoga ini hanya perasaanku saja!’ batin Marcel kemudian kembali fokus pada pekerjaan. Tapi, dia tak tahu kalau saja dia tidak mengabaikan kecurigaannya tadi, dia takkan kehilangan sesuatu yang berharga dalam hidupnya. Kali ini, bahtera rumah tangganya akan diterjang habis-habisan oleh ombak yang dahsyat. Entahlah, setelah kejadian ini, apa bahtera itu akan tenggelam atau bertahan. Biarlah takdir yang menjawabnya.   ~ARES~ Apartemen Ares “Tuan, saya sudah mendapatkan paspor milik Nyonya Buana.” Salah satu bawahannya menyerahkan paspor yang berhasil dia dapatkan dari apartemen Marcel. Mereka sudah merencanakan ini dengan menyuruh seseorang menyamar untuk bekerja sebagai petugas kebersihan di Podomoro City. “Bagaimana dengan CCTV-nya?” tanya Ares ingin memastikan pekerjaan bawahannya bersih tanpa bukti. “Tenang saja, Tuan! Saya sudah memprogram agar CCTV tidak dinyalakan saat aksi dilakukan,” jawabnya yakin membuat Ares menyeringai senang. “Apa dia sudah menghubungi Marcel untuk memberi aba-aba?” tanya Ares lagi. Sebenarnya, dia sengaja menyuruh agar Marcel dihubungi untuk memberi sedikit kode untuk menguji tingkat kesadaran seorang Marcel. “Sudah tuan!” jawab bawahannya yakin. “Begitu ya? Kalau begitu, urus orang itu jangan sampai ditemukan oleh Marcel. Beri dia uang untuk pergi sejauh mungkin. Kalau merasa dia tak bisa dipercaya, habisi saja!” perintah Ares langsung diangguki patuh oleh bawahannya.             Setelah itu, bawahannya keluar dari ruang pribadinya. Ares sedikit menunggu kesadaran dari Marcel. Dia suka tantangan dan menantang orang lain. Jika Marcel bisa menjawab tantangannya dan mengetahui soal hilangnya visa Mikaela sebelum malam ini, maka Ares akan menunda rencananya. Kalau tidak, mungkin Marcel takkan bisa melihat istrinya lagi. “Marcel Arya Buana! Kita lihat, siapa yang akan menang!”             Ares memandang ke arah jendela apartemennya sambil menyeringai menunggu saat dia akan melakukan rencana terakhirnya. Ah, dia bukan mau menunggu, karena memang rencananya akan dia lakukan sebentar lagi. Hanya tinggal hitungan jam, dan jika Marcel bisa sadar, maka dia bisa menyelamatkan rumah tangganya. Tapi jika tidak, Marcel akan segera kehilangan istrinya, Mikaela.   ~ARES~ Di sebuah taman             Sudah seminggu terakhir ini, Mikaela selalu datang kesini dan duduk melihat pemandangan taman untuk sedikit menghiburnya. Wanita itu suka memandang keasrian tumbuhan, melihat orang berlalu lalang, dan anak-anak yang bermain. Dukanya belum hilang, dia masih tak terima bahwa ayah dan kakaknya sudah benar-benar tidak ada lagi sekarang.             Kalau dipikir, hidup manusia itu sangat singkat bagaikan embun. Baru saja Mikaela bertemu dengan ayahnya, dan setelah dia kembali ke apartemennya, dia langsung mendengar berita kecelakaan itu. Dia tak sempat mendengar pesan apapun dari papanya. Dan saat itu juga, dia melihat ayah dan kakaknya meninggal. Dia tidak terima dan merasa sangat tersiksa! Jika ini konspirasi, maka Mikaela ingin mengungkapnya. Tapi waktu itu, dia melarang dilakukannya autopsy. Padahal, jika itu dilakukan, mereka bisa menemukan siapa pelakunya. Mikaela bisa memberi keadilan atas kematian ayah dan kakaknya. “Aku ini kenapa bodoh sekali, sih? Jika waktu itu aku mengizinkan dilakukannya autopsy, maka kasus ini akan mendapat titik terang,” rutuk Mikaela pada dirinya sendiri. Segera saja, dia mengambil handphone-nya untuk menghubungi Marcel agar mengajukan dilakukannya autopsy. ‘Nomor yang anda tuju, sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan.’ Operator memberi tahu bahwa nomor Marcel saat ini sedang aktif. “Dia sedang rapat, ya? Aku kirim pesan saja kalau begitu. Atau, saat pulang nanti aku akan membicarakannya,” gumam Mikaela mengerti kalau saat ini suaminya pasti sedang sibuk bekerja. Dia sudah memutuskan untuk memberi tahu Marcel bahwa dia memberi izin soal autopsy. Ya, dia akan memberi tahu suaminya malam ini juga. Mikaela juga sudah sadar kalau matahari sudah mulai terbenam di Barat. Dia memang harus pulang sekarang. “Mikaela?” sebuah suara mengalihkan perhatian wanita itu. Dia langsung menemukan seorang pria yang dikenalnya. “Ares?” sahut Mikaela saat melihat siapa yang memanggilnya. “Bagaimana kabarmu? Aku dengar, beberapa waktu lalu kalau ayah dan kakakmu meninggal dunia. Aku turut berduka cita.” Ares menyampaikan turut berduka cita kepada Mikaela. Wanita itu hanya mengangguk kecil sebagai jawaban. “Bisa berbincang sebentar?” tawar Ares sambil duduk di bangku taman. “Baiklah!” Mikaela mengiyakan tawaran Ares untuk bicara dengannya. Wanita itu duduk bersebelahan dengan Ares di bangku yang sama. Harusnya wanita itu menolak saja. Tapi sialnya, Mikaela sama sekali tak tahu motif busuk apa yang sebenarnya ingin dilakukan pria yang adalah kembaran William Simon itu. “Aku paham bagaimana rasanya. Aku kehilangan kedua orang tuaku saat berusia delapan tahun. Adikku juga menyusul mereka baru-baru ini. Itu sakit! Sangat sakit!” ungkap Ares mengenai perasaannya soal kehilangan orang-orang yang disayangi. Pria itu berujar sambil menatap lurus ke depan. “Anda benar! Rasanya sakit sekali! Apalagi, mereka pergi begitu saja karena kecelakaan. Jika ini sebuah konspirasi, maka aku akan membalaskan semuanya! Akan kubuat orang yang sengaja menghilangkan nyawa mereka menyesal seumur hidupnya!” Mikaela menyatakan rasa sakitnya dan juga bertekad untuk membalas dendam pada pelaku kejahatannya.             Ares sedikit melirik Mikaela dari samping dan ingin tertawa tentunya. Tidakkah kau menyadari, Mikaela? Pelakunya kini ada di sebelahmu dan berlaku seakan dia adalah temanmu. Ares memang terlalu pintar menutupi kebusukannya dari wanita ini. Dan tinggal satu langkah lagi, semua rencananya di sini akan selesai. “Aku juga berpikir begitu! Aku ingin membalas orang yang sudah membuat kami jadi yatim piatu di usia yang sangat kecil. Kecelakaan itu juga membuat adikku jadi memiliki penglihatan yang cacat dan kerusakan pada sistem sarafnya. Dan itu menjadi alasannya meninggal. Menurutmu, balasan macam apa yang pantas untuk pelakunya?” tanya Ares untuk mengetahui pendapat Mikaela.             Wanita itu menatap iba saat mendengar cerita singkat Ares soal bagaimana pahitnya ditinggalkan oleh keluarganya. Mikaela juga bisa mengerti, karena saat kehilangan Willy dulu, dia sangat terluka juga. Mikaela merasa luka yang dimiliki Ares pasti sangat menyakitkan. “Berikan balasan yang sangat menyakitkan untuk pelakunya! Itu adalah balasan yang adil!” jawab Mikaela tegas. Mendengar itu, Ares menyeringai licik. Pria itu kemudian berjongkok menghadap Mikaela sambil mempertemukan tatapannya dengan Mikaela. “Aku sudah, ah, bukan! Aku akan memberi balasan yang setimpal untuk penjahat itu. Aku akan membuat dia menderita sampai dia meminta mati,” ujar Ares dengan nada dingin membuat Mikaela bergidik ngeri. Tapi, wanita itu berusaha tetap santai dan entah kenapa dia bertanya,” Siapa orang itu?” “Adinata Djuanda!” jawab Ares sontak membuat Mikaela terbelalak. Jantung wanita itu berdegup sangat kencang dan dia menggigil seketika.             Saat ini, Ares adalah orang yang sangat menakutkan di hadapannya. Dia ingin marah dan menghajar pria itu saat ini. Tapi, tenaganya seakan menghilang karena sangat ketakutan. Wanita itu langsung berdiri untuk lari dari pria ini sekarang juga. Sayangnya, Ares menahan tangannya dan menariknya sampai dia jatuh dalam pelukan pria itu. “Jangan terkejut, begitu! Jangan pula berpikir kau bisa mengatakan semua ini pada dunia. Karena setelah ini, kau akan hidup bersamaku!” bisik Ares dibalas berontak oleh Mikaela. Tapi memang, perlawanan wanita itu tidak ada gunanya. Ares jauh lebih kuat darinya. “LEPASKAN AKU, ARES!’ teriak Mikaela. Wanita itu berharap ada yang mendengar dan langsung menolongnya saat ini. Tapi sayang sekali, Ares sudah menyuruh anak buahnya mengosongkan taman ini dan bahkan semua CCTV di area taman ini di matikan. Ah, soal anak buah Marcel yang mengawasi Mikaela sudah mereka bereskan dengan mudah. “Aku akan membuatmu hanya akan membutuhkan diriku dalam hidupmu,” bisik Ares lagi dibalas gelengan kuat oleh Mikaela. Wanita itu sama sekali tak menyangka bahwa Ares Pratama, saudara kembar dari Willy memiliki sifat sebusuk ini. Dia sama sekali tidak seperti kembarannya. “Kau tidak seperti Willy! Aku tidak percaya padamu, Ares! Willy… dia tidak akan pernah menyakitiku!” balas Mikaela dengan nada berteriak histeris. Ares hanya menyeringai dan terus memeluk erat Mikaela, sama sekali tak ingin melepas wanita ini.             Satu tangan Ares kemudian mengambil sesuatu di balik saku jasnya. Tanpa ragu, dia mengambil benda yang adalah suntik itu dan menusuknya ke leher Mikaela. Suntik itu berisi obat penghilang kesadaran. “UKH!” rintih Mikaela saat merasa sebuah jarum menusuk lehernya. Dia masih bisa melihat Ares walau pandangannya jadi berbayang. Ares kemudian melepas pelukannya pada Mikaela. Wanita itu sudah tak berdaya lagi dan akhirnya dia pingsan. Dengan sigap, Ares menangkap wanita itu dan menggendongnya ala bridal style. Tujuannya sudah selesai dan dia sudah mendapatkan wanitanya.             Dia berjalan sambil terus memandangi wajah Mikaela yang saat ini sedang tidak sadar dalam pelukannya. Dia sangat puas telah mendapatkan wanita yang diincarnya selama ini. Sesampainya di mobil, Ares memberi perintah lagi kepada bawahannya. “Saya akan pergi ke Boston malam ini juga dan kalian urus jangan sampai ada bukti yang tersisa soal malam ini.” “Baik, Tuan!” mereka semua membungkuk sebagai tanda mereka akan menyelesaikan pekerjaan mereka.             Setelah itu, Ares membawa Mikaela bersamanya ke bandara. Soal surat dan visa, semuanya sudah beres dengan mudah. Ah satu lagi! Ares hampir saja melupakan yang satu itu. Dia mengambil handphone milik Mikaela. Dia kemudian membuat handphone itu ke sebuah sungai supaya tidak ada yang bisa melacak hilangnya wanita itu. Ya, semuanya urusan Ares di Indonesia sudah selesai. Balas dendam dan obsesinya sudah selesai. “Setelah ini, kamu hanya akan menjadi milikku, Mikaela My Aphrodite!” gumamnya sambil menyeringai dan menatap wajah tak sadar Mikaela.             Sangat disayangkan, Marcel sama sekali tidak menyadari rencana Ares yang satu ini. Akting Ares selama ini membuat Marcel tidak menyangka bahwa pria itu tertarik pada istrinya. Mereka semua dikelabui oleh Ares sehingga terlalu berfokus soal bisnis dan kasus kecelakaan Adinata. Karena itu, Ares akhirnya mencapai tujuannya dengan sangat mudah. ‘Bodoh sekali! Padahal, aku sudah memberi aba-aba tadinya,’ batin Ares mengejek kebodohan Marcel.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD