11

2944 Words
'Aku berusaha dan akhirnya aku sudah tahu, kapan waktu yang tepat untuk mendapatkan kupu- kupu kesayanganku' - Ares Pratama . . . Mansion Keluarga Djuanda             Di pagi hari di akhir pekan yang cerah, Marcel datang mengunjungi kediaman mertuanya. Tentu saja dia datang bersama istrinya sekalian ingin menjemput putri kesayangan mereka, Selena. Setelah saling beramah-tamah, Adinata kemudian mengajak menantunya bersama putranya untuk berbicara secara tertutup di ruang kerja pribadi milik Adinata. “Akhirnya, Ares Pratama sudah mengembalikan kenormalan saham perusahaanku. Apa yang menjadi pendorongnya? Bagaimana bisa dia berubah pikiran secepat itu?” Adinata masih tak mengira Ares seakan menarik kembali ancamannya. Bukannya dia ingin menghancurkan Adinata dan semua miliknya? Ada apa ini? Itulah yang membuat Adinata bertanya-tanya. “Pa, mungkin saja pemikiran papa salah soal Tuan Pratama. Mungkin memang benar dia hanya tersinggung dan memberi sedikit pelajaran pada kita. Sekarang, dia malah mengulurkan tangan.” Heinry merasa kalau pemikiran ayahnya soal Ares keliru.             Sedangkan Marcel masih diam memikirkan semua kejadian belakangan ini. Secara normal, mungkin pernyataan Heinry memang benar. Ares tersinggung tidak diajak bekerja sama dan memberikan pelajaran dengan menarik para investor dari perusahaan Djuanda. Tapi disisi lain, ada sedikit yang tidak beres menurut Marcel. Saat pertemuan semalam, Ares seakan tidak bisa menolak permintaan Mikaela dan tidak menyudutkan wanita itu kala menyinggungnya. Harusnya pria itu dengan tegas menyatakan bahwa Mikaela sama sekali tidak perlu mengurusi bisnis.             Marcel juga teringat ketika bawahannya memberi tahu, kalau Ares menyadari bahwa dia diikuti selama bersama Mikaela. Dia yakin, kalau Ares memang sudah merasa dicurigai sejak awal oleh semuanya. Memang, Ares tidak menunjukkan gelagat mencurigakan, tapi justru iu yang membuat Marcel tambah curiga. Perasaannya mengatakan kalau Ares akan melakukan sesuatu yang sangat besar bukan saja pada keluarga Djuanda, tapi juga pada keluarganya. “Nak? Kenapa diam? Apa yang kamu pikirkan?” tanya Adinata melihat Marcel yang tengah sibuk dengan pemikirannya sendiri. “Pa, bagaimana kalau dia mengembalikan kenormalan saham perusahaan kita hanya sebagai pengalihan sementara saja? Dan dibalik itu, dia sedang merencanakan sesuatu yang lebih besar? Awalnya, aku sama sekali tidak curiga padanya. Tapi setiap yang dilakukannya memang tidak normal.” Marcel berpendapat sepaham dengan Adinata. “Papa dan Marcel terlalu berlebihan! Memang dunia bisnis itu kejam. Tapi, untuk apa dia mengganggu kita? Karena urusan masa lalunya? Kita tidak selemah itu untuk menghadapinya.” Heinry merasa percaya diri dan sama sekali tidak takut jikalau Ares memang benar-benar menjadi ancaman buat keluarga mereka. “Heinry! Jangan menganggap enteng musuhmu! Itu yang selalu diajarkan baik dalam kepolisian ataupun militer. Kita harus berpikir bahwa musuh kita sudah berkali-kali lipat kuatnya dari kita, sehingga kita bisa menyiapkan rencana yang lebih matang untuk menumbangkannya.” Adinata memberikan nasihat kepada putra sulungnya itu. “Bagaimana jika ini hanya dugaan kalian?” tanya Heinry pada keduanya.             Pertanyaan Heinry membuat Adinata bungkam. Dia yakin ini memang bukan dugaannya semata. Dia bisa memastikan kalau Ares memang akan membalaskan dendamnya. Tapi, Adinata masih belum mau membuka masa lalu yang menjadi alasan mengamuknya singa dalam diri Ares. Jika dia memberi tahu mereka, maka kedepannya dia pasti akan terjerat juga. Adinata masih bertindak egois disini. “Tidak, kak Heinry! Setiap langkahnya memang seperti sudah direncanakan. Pertama, dia langsung menggandeng dua Perusahaan yang sudah beraliansi, yaitu Buana dan Djuanda. Kemudian, dibalik itu dia mendekati menantu keluarga Alexander yang adalah musuh besar kita saat ini. Apa ini tidak aneh? Aku memikirkannya dari semalam. Ini pasti ada campur tangan tuan Brawijaya Alexander.” Marcel menjelaskan apa yang dia pikirkan. Ada banyak kejanggalan dalam tiap tindakan Ares. Kenapa harus Perusahaan Djuanda? Kenapa harus bertindak sedemikian terburu-buru? Kenapa ada kerja sama dengan Brawijaya? “Brawijaya? Jadi dia dekat dengan menantunya Brawijaya? Apa mereka berdua bersatu untuk melawan kita?” pikiran Heinry terbuka setelah mendapat penjelasan detail dari adik iparnya itu. “Inilah pemikiran yang kusuka darimu, Marcel! Kau memikirkan semuanya dari segala sudut pandang, bukan satu sisi saja. Ares memang bisa menutupi semua kebusukannya dari satu sisi. Tapi, tindakannya di sisi lain, bukannya tidak bisa dibaca! Kita harus menyiapkan strategi besar untuk membuat dia menyerah. Dia harus tahu, siapa yang kini dia lawan.” Adianata memuji menantunya itu. Dia mengajak putra dan menantunya itu menyusun rencana dengan melangkah jauh kedepan sebelum serangan berikutnya datang.             Mereka bertiga saling bertukar pandangan dan berusaha merangkul lebih banyak investor supaya tidak kalah dari segi bisnis. Karena mereka yakin, Ares akan menjadikan bisnis menjadi base peperangan utama dalam balas dendamnya. Mereka juga berusaha menjauhkan keluarga terdekat mereka supaya terlepas dari ancaman Ares. Terlebih lagi, Mikaela, Anyelir dan anak-anak. “Kalau Ares melakukan balas dendamnya, hanya ada dua hal yang dia lakukan. Menjatuhkan atau pun melenyapkan. Kita pasti tidak mau kalau ada keluarga kita yang kena imbasnya,” ujar Adinata diangguki oleh Heinry dan Marcel. “Tapi aku masih penasaran soal apa yang memicu dendamnya! Apa masalah yang sebenarnya, Pa? Apa ini ada hubungannya dengan batalnya Papa naik jabatan jadi Kapolri 20 tahun yang lalu?” Pertanyaan Heinry sontak membuat Adinata terdiam.             Pria berusia enam puluhanitu  langsung menghela napasnya panjang sambil menatap putra sulung dan menantunya. Dia mengangguk sebagai jawaban dari pertanyaan Heinry. Melihat anggukan Papanya, Heinry malah semakin penasaran. “Ini kesalahan Papa! Tapi bukan papa yang membunuh ayah dan ibunya! Kecelakaan yang terjadi dua puluh tahun yang lalu itu, adalah taktik adu domba untuk mencoreng nama papa. Papa memang berniat menangkap Reihand Pratama, tapi bukan berarti Papa ingin mencelakai mereka. Ketegangan hubungan papa dan Reihand membuat kesalahpahaman ini semakin merujuk kepada Papa.” Adinata mulai menceritakan sepotong kejadian kepada putra dan menantunya itu. “Apa yang menyebabkan ketegangan itu?” tanya Marcel. “Reihand Pratama, ah bukan! George Simon adalah penyusup dalam kepolisian di bawah kepemimpinan Papa. Dia berhasil melakukan banyak penggelapan dengan mengatasnamakan Papa. Dia menggunakan nama Papa untuk banyak bisnis ilegalnya yang dijalankan oleh adiknya Harold Simon.” Jawaban itu sontak membuat Heinry dan Adinata membelalak terkejut. “Papa dikelabui oleh seroang penyusup?” Heinry tak percaya. “Dia penipu ulung yang hebat! Luar biasa sampai Papa bisa memercayainya.” Adinata mengakui kebodohannya di masa lalu. “Dan sepertinya memang ada alasan kenapa ada perbedaan nama yang mencolok antara Ares dan William. Apa dia menggunakan kedua anaknya untuk menjadi penerus rencananya? Apa dulu kedekatan William dan Mikaela ada maksud berbahaya pula?” Marcel berpikir sambil menyambungkan soal teka-teki yang ada diotak jeniusnya itu. “William sepertinya tidak ada maksud jahat pada Mikaela. Buktinya, dia rela mengorbankan dirinya demi putriku. Lebih tepatnya, hanya Ares yang menjadi senjata yang ditempah oleh Reihand. Sedangkan William, akan terus aman dibalik perlindungan Ares.” Adinata menyimpulkan soal teka-teki Marcel.             Mereka bertiga tak habis pikir mengusut soal awal mula bagaimana seorang Ares Pratama bisa mendendam pada Adinata Djuanda. Semuanya seperti terdengar sudah direncanakan sejak lama untuk dijadikan senjata terkuat yang tak bisa dilawan. Tapi Marcel teringat ketika Willy dulu mengatakan soal melindungi Mikaela. Marcel memang sama sekali tidak mencurigai Willy, tapi apa  memang Willy sama sekali tidak tahu soal rencana saudara kembarnya itu?             Apa mungkin dendam ini hanya milik Ares sendiri, sedangkan yang kehilangan orang tua adalah mereka berdua. Bagaimana mungkin Willy lebih memilih untuk memperingatkan mereka sebelumnya soal Ares daripada membantu kakaknya itu? Marcel masih tidak habis pikir dengan apa yang sebenarnya menjadi rahasia seorang Ares Pratama. “Kita sudah merembukkan masalah ini. Kita harus lebih berhati-hati dalam berbisnis kedepannya. Ayo kita temui yang lain” ajak Adinata pada Adinata dan Heinry untuk keluar dari ruangan kerjanya.             Marcel mendatangi Selena lalu bermain bersamanya. Semua terlihat baik-baik saja, tapi Mikaela dapat melihat ada sesuatu hal yang disembunyikan para pria itu dari mereka semua. Mikaela tentu saja penasaran dengan semua ini. Dia akan menanyai semuanya pada Marcel nantinya, setelah mereka kembali ke apartemen. “Opah! Gendong Selena, dong! Kalena Opah sayang Selena, kan?” tanya Selena sambil merentangkan tangannya untuk digendong Adinata. Sedangkan Tasya menatap cemburu pada Selena. Dia mendatangi Adinata sambil menarik-narik celana opahnya itu. “Opah! Jangan Selena aja yang di gendong! Tasya juga! Yang kesayangan opah adalah Tasya!” tuntut gadis kecil itu membuat Adinata tertawa lucu melihat kecemburuan salah satu cucunya dengan cucu yang lain. Kemudian, Adinata berjongkok sambil memeluk kedua cucu perempuannya itu. “Opah sayang kalian berdua! Jangan bertengkar karena ini, ya?” bujuk Adinata diangguki kedua cucu perempuannya yang lucu. “Cium opah, dong!” pinta Adinata. Langsung saja, Selena dan Tasya mencium Adinata di masing-masing pipinya. “Opah! Aku ini cucu laki-laki satu-satunya! Aku harus yang paling utama, dong!” ujar Stefan malah ikut-ikutan mengulah. “Eh, kamu sudah besar malah ikut-ikutan. Sini peluk opah!” tegur Adinata sambil meminta meminta Stefan memeluknya juga. Stefan pun berlari memeluk Adinata bersama kedua adiknya itu. Para orang dewasa yang melihat ini tersenyum lucu melihat interaksi para cucu dengan sang kakek. ‘Entah kenapa, aku sangat ingin memeluk cucu-cucuku saat ini. Apa ini sebuah pertanda?’ batin Adinata merasakan sesuatu yang tidak enak. “Pa, cucu papa yang di dalam perut Anye nanti harus lebih disayang ya,” ujar Heinry sambil mengelus perut istrinya itu. “Iya! Papa akan sayang semua cucu papa! Bahkan yang akan dilahirkan Mikaela nanti juga akan papa sayang,” balas Adinata membuat Mikaela memberengut kesal. Semua mengharapkan untuk hamil lagi, tapi sayangnya sampai detik ini masih belum ada tanda-tanda dia akan hamil lagi. ‘Apa ini hukuman karena aku dulu sempat berpikir untuk melenyapkan Selena?’ Mikaela mulai memikirkan hal yang tidak-tidak. “Aduh! Semakin banyak anak makin repot, ya?” ejek Mikaela sengaja untuk mengalihkan pembicaraan. “Sudahlah, jangan menggoda Kaela lagi, Pa. Nanti Marcel yang repot. Lagian, Mbak dibantu Mbok Ria mengurus anak-anak. Ya, kan?” Kata Anye dibalas tawa oleh yang lain sambil menggandeng pengasuh anak yang dia percaya walau baru beberapa bulan bekerja. Bagaimana lagi, memang Mbok Ria melakukan semuanya dengan baik dan benar sebagai pengasuh anak. Para anak akan aman jika ada Mbok Ria yang menemani. Makanya, Anye sangat percaya padanya. Hari ini, semuanya merasakan kehangatan keluarga yang luar biasa. Seluruh anggota keluarga Djuanda berkumpul bersama. Tapi tak ada yang menduga, akan ada sebuah titik balik yang akan memecah belah mereka. Membuat kehangatan ini hanya akan jadi sebuah kerinduan dan kenangan. Karena bencana sudah didepan mata.             Setelah bersenda gurau dengan keluarganya, Marcel dan Mikaela pulang bersama putri mereka. Hari ini merupakan akhir pekan yang cukup berkesan untuk Mikaela. Setelah banyak kesibukan dilewati, akhirnya mereka ada waktu untuk kumpul keluarga lagi. “Marcel, besok kita ke rumah Papa dan mamamu, ya! Udah beberapa bulan kita gak ngumpul bareng sama mereka. Aku juga mau cerita banyak hal sama Michelle,” ajak Mikaela diangguki oleh suaminya. “Kita makan malam di restoran bagaimana? Sekali-sekali makan diluar bersama.” ajak Marcel kemudian pada istri dan anaknya. “Mau!” jawab Mikaela dan Selena bersamaan. Bisa dibilang, ini pertama kali mereka makan di luar bersama.   ~ARES~ Di sisi lain… “Bagaimana? Semua suratnya sudah siap?” tanya Ares pada Helios. “Sudah, tuan! Jet pribadi sudah ada di bandara dan semua surat pribadi milik Adinata Djuanda dan Heinry Djuanda akan segera ada ditangan kita. Saya sudah menyuruh mata-mata saya yang menyamar sebagai pekerja di mansionnya mengurus semuanya,” jelas Helios dengan teliti. “Bagaimana bisa dia tak bertindak mencurigakan?” tanya Ares penasaran dengan cara helios menempatkan mata-mata di mansion itu. “Sebenarnya, dia sudah lama saya tempatkan semenjak anda menyuruh saya untuk memata-matai keluarga Djuanda beberapa bulan yang lalu. Saat itu, kita masih di Amerika, tapi saya sudah menyuruhnya untuk memperkerjakan diri sebagai pengurus anak di rumah itu. Dia sangat dipercaya dan dekat dengan Anyelir Djuanda. Saya yakin semuanya tak akan tercium oleh Adinata sebelum rencana kita selesai,” Helios menjelaskan strateginya dan membuat Ares kagum dengan pemikiran bawahannya ini.             Ares menepuk bahunya saking bangganya dengan Helios. Dia tidak salah mempercayak tugas sepenting itu kepada Helios.Lalu tawa psikopat Ares keluar sampai mendengung ke seleruh ruangan. “HAHAHAHAHAHAHAHAA!”             Tentu saja Helios yang mendengar tawa itu agak merinding. Tapi, begitulah cara Ares menunjukkan kesenangannya. Dia sudah agak kebal dengan kebiasaan tuannya itu. “Sekarang rencana berikutnya!” gumam Ares dengan senyum psiko-nya.   *** Mansion Keluarga Djuanda             Adinata kini sedang membaca artikel di koran sendirian di ruang tengah. Suasana sangat tentram walau putrinya baru saja pulang bersama suaminya. Dia masih memandangi kedua cucu dari putra sulungnya yang sedang belajar bersama. Adinata tersenyum hangat melihat mereka. Dia bersyukur kedua anak dan cucunya berhasil dia besarkan di dunia yang normal. Ia tak mampu membayangkan bila suatu hari, kehidupan anak dan cucunya berubah karena kesalahannya di masa lalu. ‘Apa pun akan kukorbankan demi masa depan kalian,’ tekad Adinata dalam hatinya. “Pa! Ada berita buruk! Katanya, kantor utama kita kebakaran!” lapor Heinry setelah mendapat telepon dari security kantor. “Apa? Kita harus segera kesana! Jangan lupa hubungi pemadam kebakaran!” Adinata langsung panik dan berdiri untuk pergi menuju gedung kantornya. Heinry segera menghubungi pemadam kebakaran sambil pergi bersama sang ayah. “Kalian mau kemana malam-malam begini?” tanya Anye pada mereka. “Ada urusan sebentar,” jawab Heinry lalu benar-benar berlalu. ‘Kenapa perasaanku tidak enak, ya?’ batin Anye sambil memandangi kepergian suami dan mertuanya. Selang beberapa menit kepergian mereka, Mbok Ria menghampiri Anye. “Nyonya, apa saya boleh keluar sebentar? Ada titipan dari teman saya di kampong. Keluarganya ada di dekat sini.” Dia meminta izin keluar. “Oh, begitu ya? Silakan, Mbok! Mau pakai supir aja?” Anye mempersilakan dengan ramah sambil menawarkan supir. “Makasih nyonya, tapi tidak perlu. Saya bisa jalan aja.” Mbok Ria menolak halus sambil keluar. Dibalik baju panjang dan jaketnya yang tebal, Mbok Ria menyimpan sesuatu. Dia berjalan dengan santai tanpa dicurigai satpam. Sekeluarnya dari komplek perumahan, Mbok Ria memakai masker dan membalikkan jeketnya. Dari luar, jaketnya berwarna abu-abu, tapi jika dibalikkan akan berwarna hitam. Dan ternyata, jaket itu ada topinya. Penampilannya sudah tak bisa dikenali lagi. Sampai Mbok Ria tiba di sebuah warung gorengan. “Ini dokumen yang diminta Pak Helios.” Mbok Ria memberikan dokumen itu pada seseorang. “Ini paket yang diperlukan untuk penyamaran kamu. Jangan sampai meninggalkan jejak apapun,” kata orang itu diangguki oleh Mbok Ria. Dia mengambil sebuah paket yang sudah dibungkus sambil membawa beberapa gorengan. Misi wanita tua itu sudah selesai dan berhasil. Yang dia bawa adalah dokumen pribadi milik Adinata dan Heinry yang dicurinya dari ruang kerja Adinata. Selama berbulan-bulan, dia sudah menguasai seluruh isi rumah itu dan tahu sisi-sisi mana yang tak terlihat CCTV.             Dia menduplikat kunci dan mencuri dokumen tanpa meninggalkan sidik jari. Tak ada satu pun yang curiga. Karena dia melakukan pekerjaannya dengan bersih. Yang semakin mempermudah pekerjaannya adalah karena tuan rumah selalu pulang malam. Mbok Ria sudah memperhitungkan waktu yang tepat untuk melakukan aksinya. Sebelum menyamar menjadi pengasuh, Mbok Ria sebenarnya adalah salah satu bawahan Helios yang melakukan banyak aksi untuk mempermudah jalan seorang Ares Pratama. Sungguh konspirasi yang luar biasa dan penuh perhitungan.   ~ARES~ Apartemen Marcel “Kaela sayang, aku ingin memperingatkan kamu satu hal. Tolong kamu jaga jarak dengan Ares Pratama.” Marcel mengingatkan pada sang istri. “Eumm… baiklah! Aku tahu kamu cemburu, mana mau aku membuat suamiku cemburu.” Mikaela mengangguk sambil mencubit gemas pipi suaminya itu. Marcel langsung menarik Mikaela dalam pelukannya karena sedih mengetahui kenyataan bahwa ada seseorang yang merencanakan konspirasi besar terhadap keluarga istrinya. ‘Aku tidak bisa membayangkan kalau sampai rencana balas dendam Ares berhasil. Kamu pasti akan terluka lagi. Tapi aku pasti akan melindungimu, Mikaela! Tidak akan kubiarkan Ares menyentuhmu,’ tekad Marcel dalam hatinya.             Tiba-tiba, Mikaela mendorongnya sehingga wanita itu menindih suaminya. Mikaela menatap nakal sambil mencuri ciuman dari Marcel. Pria itu terkejut, tapi sedikit. Soalnya istrinya sudah sering begini. Tampak polos tapi sebenarnya sangat nakal. “Woah! Kamu selalu selangkah lebih maju, ya?” bisik Marcel membuat Mikaela terkikik. “Apanya yang yang maju? Aku ini polos, sayang.” Mikaela mengerling nakal menatap Marcel memang sengaja menggoda sang suami. Marcel langsung membalikkan keadaan sehingga sang istri yang berada dibawah. Meskipun Mikaela yang memulai langkah, Marcel tetap tidak pernah mau dibawah. Dia tidak mau didominasi wanita dalam permainan bercinta. Itu sedikit menyakiti harga dirinya yang melebihi tinggi ‘Burj Khalifa’.             Melihat suaminya yang sudah terpancing, Mikaela menyambut suaminya yang sudah menyambung langkah berikutnya. Suaminya menciumi wajahnya, melumat bibirnya lalu mengendus lehernya. Mikaela hanya bisa melenguh menerima perlakuan sensual suaminya itu. “Marcel~~” panggilnya sambil mendesah. “Hm?” sahut Marcel sambil melanjutkan kegiatannya. “Buat aku hamil, yah!” pinta Mikaela terus terang. Mendegar itu, Marcel menghentikan kegiatannya lalu menatap wajah istrinya. Dia membelai wajah istrinya itu sambil menciumi bibir tipis nan sensual itu. “Pasti! Aku akan melakukannya dengan senang hati,” jawab Marcel semangat membuat Mikaela tersenyum bahagia. Mereka terus melanjutkan keintiman mereka di malam yang syahdu ini. Tapi, tiba-tiba sebuah dering telepon mengalihkan perhatian mereka. Keduanya berusaha mengabaikannya karena masih terbuai dengan permainan mereka. Sayangnya, dering itu sama sekali tak mau berhenti dan sepertinya si penelpon memiliki sebuah hal penting harus di sampaikan. “Marcel, angkat telponnya dulu,” suruh Mikaela membuat Marcel mendengus kesal. Padahal sebentar lagi permainan mereka akan sampai ke intinya tapi malah diganggu. “Mungkin hanya iseng.” Marcel masih melanjutkan dan memilih mengabaikan dering telepon itu. “Ya sudah! Kalau begitu, matikan saja Handphonenya!” saran Mikaela diangguki oleh Marcel. Pria itu meraih Handphonenya dan terkejut dengan siapa yang sedari tadi menghubungi  mereka. “Siapa?” tanya Mikaela. “Kak Anyelir,” jawab Marcel sambil menghubungi balik Anye disana. Beberapa detik dering berbunyi, akhirnya Anye mengangkat teleponnya. “Iya kak, ada apa telepon malam-malam begini?” tanya Marcel. Anye menjawab dari sana dan setelah mendengar jawabannya Anye, Marcel terkejut bukan main. “Ada apa?” tanya Mikaela penasaran. “Papa dan kak Heinry kecelakaan mobil.” Marcel memberi tahu pada Mikaela. Mendengar itu, jantung Mikaela serasa copot dari tempatnya. Rasanya baru tadi mereka bertemu, lalu tiba-tiba ada berita seperti. Benar-benar tak terduga. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD