26

1351 Words
' Perlahan, aku memerhatikan kalau kupu-kupuku melemah. Ah, mungkin itu cuma perasaanku saja. Aku hanya tinggal memberinya bunga dan dia akan menghisap nektarnya lagi, bukan?' - Ares Pratama . . . Normal POV             Helios mengeluarkan beberapa barang milik Willy yang dia ambil dari apartemen pribadinya dan menunjukkannya kepada Ares. Barang- barang itu terdiri dari beberapa sertifikat kepemilikan pribadi Willy dan juga album foto. Jelas, Ares sangat tertarik dengan album itu dan langsung membukanya satu per satu karena ada sekitar tiga album yang dibawa Helios dari apartemen Willy. “Kamu bisa istirahat, Helios! Biar saya yang melihat isinya. Oh iya, satu lagi! Besok, tolong kamu buat hiasan mansion ini seperti milik Simon. Mikaela sepertinya agak curiga dengan arsitektur mansion ini. Hahh… padahal semua ini aku yang menatanya sendiri,” suruh Ares sambil agak mengeluh karena kecurigaan Mikaela. Dia sudah sangat puas dengan arsitektur rumahnya, tapi demi Mikaela dia mau merubahnya. Dia sudah tepat seperti b***k cinta, bukan? Mungkin, dia termakan kata- katanya sendiri sewaktu mengejek mendiang adiknya itu. “Anda serius, Tuan?” Helios bertanya lagi mencoba memastikan. “Mau bagaimana lagi, aku harus melakukannya! Lakukan dengan baik dan sedetail mungkin. Jadi, istirahatlah malam ini karena pekerjaanmu besok akan cukup menyita tenagamu,” perintah Ares langsung diangguki Helios. Pria itu langsung keluar dari ruang kerja Ares.             Kini, Ares kembali dalam kesendiriannya di ruang kerja pribadinya. Dia membuka album milik Willy untuk melihat berbagai foto yang disimpan oleh mendiang adiknya itu. Saat membuka album pertama, dia melihat beberapa foto keluarga mereka. ‘Ternyata, dia masih menyimpan semua ini,’ pikir Ares saat melihat semua moment kebersamaan dia dan adiknya dulu. Dia tersenyum tipis saat melihat foto mereka berdua di taman. Dia masih ingat kalau foto itu diambil oleh mendiang ibu mereka. Semakin ke belakang, fotonya semakin sedikit. Tetapi, di halaman terakhir Ares melihat sketsa yang dibuat oleh adiknya. Dia melihat foto sepasang anak kembar yang dia tebak itu adalah dirinya dan Willy. ‘Thanks to be my guardian, My Brother!’             Ares membaca tulisan di sudut sketsa yang dibuat oleh adiknya itu. Dia menyadari, kalau memang selama ini adiknya tahu apa yang sudah dia lakukan untuk melindungi dan menjamin masa depannya. Hati Ares menghangat melihat sketsa yang dibuat adiknya. Tak tahu kenapa, dia jadi merindukan adiknya yang sudah tak ada lagi.             Dia melanjutkan lagi melihat album kedua dengan judul, ‘My Sweetheart!’ di sampulnya. Ares bisa menebak kalau ini berisi momennya sewaktu bersama Mikaela. Tebakannya memang sangat tepat dan isi album itu adalah foto- foto saat kuliah bersama Mikaela. Banyak momen yang tergambar di dalam foto itu. Foto saat mereka kencan, anniversary dan momen lainnya.             Ares mulai bisa sedikit demi sedikit mengetahui masa lalu adiknya dan Mikaela lewat semua album kenangan ini. Dan dia membuka album yang ketiga dengan judul, ‘Life Time Promise’. Saat membukanya, Ares hanya melihat gambar Mikaela dalam berbagai momen di dalam album ini. Tetapi yang menarik adalah di setiap gambar ada tulisan di sampingnya. “Simon mengungkapkan segala perasaannya pada setiap momen bersama Mikaela.” Ares bergumam sambil membaca dalam hati semua curahan hati adiknya. Dia bisa sedikit demi sedikit mempelajari soal bagaimana Willy memperlakukan Mikaela. Ya, semua kenangan ini memang sangat berguna untuk meyakinkan Mikaela bahwa dirinya adalah William Simon yang wanita itu cintai. “Aku memang sulit menerima ini, tapi hanya ini satu- satunya cara membuat Mikaela untuk berada di sisiku,” tekad Ares lalu dia memilih memejamkan matanya untuk mengistirahatkan dirinya.               Malam berlalu dan sinar mentari terbit menyinari pagi. Ares terbangun kala sinar mentari memantul dari jendelanya dan mengusik tidurnya. Dia baru sadar, kalau dia bangun kesiangan dan langsung saja dia beranjak dari duduknya. Dia memilih ke kamarnya untuk mandi dan bersiap ke kantornya. Hari ini, akan ada banyak pekerjaan yang menyibukkan dirinya.             Saat masuk ke kamar, dia langsung menemukan Mikaela yang duduk di ranjang sambil menatapnya sinis. Ares bisa tebak kalau wanita itu masih marah soal semalam. Tapi, bagaimana dia menjelaskan semuanya. Perasaan kecewa karena dianggap orang lain itu membuatnya kehilangan minat pada apa yang akan mereka lakukan semalam. Mungkin Ares akan membiasakan dipanggil sebagai adiknya untuk beberapa waktu ini sebelum melangkah ke arah situ. “Kamu… tidak sarapan? Aku baru saja terbangun dan ingin mandi. Kamu bisa duluan ke bawah, Baby.” Ares mencoba membujuk Mikaela sambil mengusap kepalanya dengan penuh kasih sayang. “Apa yang salah semalam?” tanya Mikaela masih menuntut soal semalam. “Tidak ada yang salah! Ada pekerjaan menyebalkan yang mengharuskan aku mengerjakannya semalam. Kita akan habiskan waktu bersama lain kali ya.” Ares berusaha menjawab dengan selembut mungkin kepada Mikaela. “Janji?” Mikaela meminta Ares berjanji. “Ya!” Ares tersenyum sambil mencubit gemas pipi Mikaela. Wanita itu tersenyum karena Willy (palsu) ini memang selalu mencubit pipinya kalau dia sedang kesal. Ares tahu semua itu karena melihat album kenangan milik mendiang adiknya. “Wil, aku melihat beberapa barang bagus di majalah Vogue. Aku tak enak mengatakannya kepadamu, tapi aku juga tidak punya pekerjaan sendiri untuk menghasilkan uang. Eumm… apa boleh aku meminta uang padamu?” Mikaela mengungkapkan sebuah keinginan yang adalah naluri wanita pada umumnya. Apalagi kalau bukan belanja?             Sebenarnya, Mikaela malu harus meminta uang kepada Willy (palsu), tapi memang dia tak punya pekerjaan. Dulu, sewaktu bersama Marcel dia tak pernah sekalipun meminta uang karena dia punya penghasilan sendiri. Dia bukan tipe wanita yang manja yang suka menghabiskan uang pasangannya. Hanya saja, kalau dia menginginkan sesuatu, maka dia harus memilikinya. “Kenapa kamu harus meminta? Maafkan aku lupa memberikan uang kepadamu. Hahh… aku ini tahu kerja saja ternyata!” Ares  tidak basa- basi dan langsung mengeluarkan Black Card-nya. Dia memberikannya tanpa ragu kepada Mikaela. Maklum saja, pria seperti dia terbiasa dengan dirinya sendiri sampai lupa kalau kini dia sudah menarik paksa orang lain dalam hidupnya. Dia lupa kalau Mikaela juga membutuhkan uang untuk memenuhi segala keinginannya. “Kamu… serius memberikan Black Card Unlimited ini kepadaku? Kalau kamu kasih yang seperti ini, aku bisa sampai lupa diri.” Mikaela bertanya memastikan keseriusan Willy (palsu) untuk memberikan kartu yang isinya tak terbatas ini. Dia memang tak pernah meminta uang, tapi bukan berarti dia tipe wanita yang hemat.             Kalau ingin tahu, semua gaji yang didapat Mikaela dari hasil mengajar dan memimpin kampus selalu raib untuk belanja dan ke salon. Dia sudah terbiasa seperti itu semenjak dia suka merawat dirinya. Dia gak khawatir sama sekali soal keuangan karena memang dia masih memiliki keluarga yang siap membantunya kapan saja. Tapi, dia tak pernah sampai mengosongkan dompetnya sampai kandas kok. Tapi sedikit petunjuk saja, Mikaela sebenarnya bukan tipe wanita yang bisa hidup susah. “Pakai saja semaumu, Baby! Jangan sungkan!” Ares sama sekali tidak masalah memberikan uangnya kepada Mikaela. Bahkan, jika wanita itu meminta seluruh hartanya sekalipun, dia akan berikan tanpa ragu. Dia aneh sekali, bukan? Dia dulu membenci para wanita karena menurutnya banyak wanita itu gila uang. Sekarang, dia biasa saja kalau wanita yang satu ini memakai uangnya. “Makasih!” Mikaela langsung tersenyum sambil memeluk Ares. Wanita mana yang tidak senang kalau dikasih kepercayaan memegang uang sebanyak ini. Ah, entahlah tapi banyaknya tak terhitung. Semua wanita pasti senang kalau dikasih uang yang banyak sama suaminya. “Baby, kamu mau olahraga pagi, tidak?” tanya Ares membuat Mikaela langsung melepaskan pelukannya dan menatap Ares tak percaya. “Ka-kamu ma-mau melakukannya di pagi hari. A- apa itu karena ka-kamu memberikan uang padaku dan langsung menagihnya! Jahat! Aku baru tahu kamu pamrih sama istri sendiri!” Mikaela salah tingkah mendengar Ares mengajaknya olahraga pagi. “Pamrih? Baby, kita juga perlu sehat! Belakangan ini, kamu selalu terbaring di tempat tidur. Kita harus keluar dan menghirup udara segar. Kamu mau naik sepeda?” Ares benar- benar mengajak Mikaela olahraga dalam artian yang sebenarnya. Pria ini bukan orang yang suka ambigu. Dia juga sengaja mengajak Mikaela bersepeda karena melihat beberapa kenangan wanita itu dengan adiknya di album semalam. “O-oh! Baiklah! Aku akan ganti baju dulu ya! Kamu mandi sana!” Mikaela langsung berlari ke ruang gantinya. Dia sebenarnya malu kepada Willy (palsu) karena berpikir pria itu memintanya untuk melakukan hubungan suami istri di pagi hari. Eh ternyata, memang serius mengajak olahraga. “Aishh!! Aku kenapa berpikir seperti itu sih!” Mikaela menggeleng- gelengkan kepalanya merasa sangat bodoh. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD