27

1006 Words
' Menurutku, segala yang kulakukan sudah cukup berhasil. Aku yakin, kupu - kupu ini pasti bisa bertahan untuk seterusnya jika bersama denganku'- Ares Pratama . . . Setengah jam berlalu dan Ares sudah siap dengan pakaian olahraganya. Dia memilih untuk menunda pekerjaannya untuk sementara waktu. Dia ingin menghabiskan waktu bersama wanita kesayangannya ini dalam misi untuk meyakinkannya. Jika Mikaela semakin dekat dengannya, akan semakin kecil kemungkinan wanita itu lari darinya. “Wil, bagaimana penampilanku?” tanya Mikaela saat dia mengenakan baju olahraga yang agak ketat berwarna putih dan celana yang pendek menutupi setengah pahanya. Wanita itu mengucir rambutnya dan memaki sebuah topi olahraga yang membuatnya semakin imut. Memang sih, Ares sudah menyediakan berbagai baju untuk Mikaela. Baju olahraga juga banyak jenisnya dari yang alim sampai yang agak gimana gitu. Dia tidak tahu yang mana selera Mikaela, jadi dia sediakan saja semuanya. Ah, bukan dia sih, Helios lebih tepatnya yang menyediakan semua ini. “Kamu… terlihat sangat menarik.” Ares jujur sambil agak memalingkan mukanya karena tak mau Mikaela melihat semburat merah di wajahnya. Dia tertarik tentu saja! Dia malah suka kalau Mikaela bergaya semakin eumm… nakal. “Hihihi! Aku suka banget lihat muka kamu yang begini! Aku sengaja kok! Ayo keluar!” ajak Mikaela setelah sedikit mengisengi pria itu. Memang, dalam kenyataannya Willy tak pernah protes dalam setiap pilihan busana wanita itu. Willy tak membatasinya dulu karena Mikaela bukan miliknya. Harusnya beda lagi kalau sudah menjadi milik Willy. Tapi sayangnya, yang ada di hadapannya bukan Willy melainkan Ares. Mereka keluar dan Mikaela langsung menggenggam tangan pria itu. Ares tentu menerima genggaman hangat wanita kesayangannya itu. Mereka berjalan bersama untuk mengambil sepeda. Langsung saja, mereka keluar untuk mengendarai sepeda di halaman mansion yang sangat luas. Sedikit pemberitahuan, di belakang mansion Ares ada waduk buatan yang sangat indah. Mereka berdua bersepeda bersama kadang sambil berpegangan tangan dengan romantis. Mereka mengendarai sepeda masing- masing mengintari seluruh wilayah mansion itu. Jujur, baik Mikaela maupun Ares merasakan kesenangan yang teramat sangat di pagi yang cerah ini. Mereka sangat puas dengan hal sederhana yang mereka lakukan bersama. Setelah selesai bersepeda, Ares dan Mikaela duduk di taman untuk istirahat. Mikaela tanpa ragu langsung menidurkan kepalanya di paha Ares. Pria itu agak terkejut, tapi dia langsung mengelus rambut halus Mikaela. Wanita itu merasakan kenyamanan saat Ares memperlakukannya selembut ini. Dia masih belum menyadari bahwa dia akan semakin terperangkap oleh monster kejam yang sedang bersamanya ini. “Aku jadi teringat seseorang,” Ares buka suara. “Siapa?” tanya Mikaela langsung menatap Ares dari bawah. “Dia seorang gadis kecil yang pernah kutemui. Kami sering ke taman dan dia suka tidur di pangkuanku. Aku jadi penasaran, bagaimana dia sekarang ya?” Ares membuka sedikit informasi tentang masa lalunya. Mikaela yang mendengar ada gadis lain dalam ingatan Willy (palsu), langsung terduduk dan menatapnya penuh selidik. “Kamu merindukannya? Bagaimana kalau aku tidak suka mendengar soal dia atau orang lain lagi?” Mikaela langsung menunjukkan sikap posesifnya. “Kamu cemburu? Jangan begitu, Baby! Aku hanya teringat saja, aku tak sepenasaran itu. Aku sayangnya cuma sama kamu!” Ares mencubit gemas hidung mancung Mikaela. “Jangan ada orang lain di antara kita! Kalau tidak, aku akan langsung pergi! Willy, aku tidak pernah dan tidak ingin dikecewakan.” Mikaela mengungkapkan keinginannya untuk tak pernah dikecewakan. “Tidak bisa, Baby!” Ares membalas dan Mikaela langsung terbelalak. “Kenapa tidak bisa?!” tanyanya lagi dengan nada kesal. “Karena harus ada yang hadir di antara kita, yaitu anak- anak kita nanti! Aku harus membagi kasih sayangku untuk mereka juga,” jawab Ares kembali menghangatkan hati Mikaela. Wanita itu kini malu- malu mendengar soal kata anak dari pria itu. “Masih marah?” tanya Ares dibalas gelengan oleh Mikaela. Ah, Ares sungguh beruntung setelah melakukan semua kejahatannya. Sampai sejauh ini, semuanya masih ada di dalam kendali pria ini. “Maaf mengganggu, Tuan!” Helios datang ke taman untuk menghampiri Ares. Dia sudah berkeliling mencari Ares ke seluruh mansion sedari tadi. Akhirnya, usaha pria gigih ini terbayarkan degan menemukan tuannya di taman mansion. “Ada apa?” tanya Ares dengan nada kurang senang karena waktu romantisnya harus diganggu. “Mr. Blendy meminta anda memastikan proyek property. Beliau akan menunggu anda di kantor pusat di Indianapolis.” Helios menjelaskan hal yang ingin dia sampaikan berupa urusan bisnis Ares. “Kapan aku harus pergi?” tanya Ares lagi soal jadwalnya. “Sebaiknya sekarang saja, Tuan. Ada beberapa urusan soal pajak property di Jepang yang harus Tuan tangani di kantor pusat juga.” Helios memberi saran yang membuat Ares menghela napasnya kesal. Sudah dia duga, pekerjaan menyebalkan ini akan menyita waktunya lagi. “Baby, maaf ya. Aku harus segera pergi sekarang ke Indianapolis. Kamu jaga diri baik- baik ya!” Ares langsung berdiri dan mengajak Helios untuk segera bersiap. Kalau urusan pekerjaan, Ares terbiasa untuk sigap. Dan Mikaela, hanya terdiam memandang punggung pria itu yang perlahan mulai menjauh. ‘Semoga kamu bisa melakukan segalanya dengan baik, Willy.’ Mikaela membatin mendoakan yang terbaik dalam hal bisnis pria itu. Sampai detik ini, dia masih belum sadar kalau dia tengah dimanfaatkan. Walau dari awal Mikaela merasa ada yang aneh, tapi dia yakin tidak mungkin ada orang lain yang meniru sosok pria yang sangat dicintainya itu. Dia sudah memerhatikan pria yang tinggal bersamanya itu dari segala sisi. Dia tidak ragu, kalau memang sosok itu adalah William Simon. Sayangnya, pria breengsek itu memang manipulator yang luar biasa. Dia sanggup membuat Mikaela terus terjebak dalam permainannya yang sangat licik itu. Mikaela belum sadar, kalau pria itu sudah memisahkannya dari buah hati kesayangannya, cintanya lalu menyiksa keluarganya. Pria itu tak pantas dicintai dan cenderung obsesif. Sayangnya, menyadarkan pria seperti Ares Pratama tidak semudah itu. Dia adalah orang yang selalu merasa paling benar tanpa mau mendengarkan siapa pun. Ah, mungkin saja Mikaela belum menyadari semuanya. Tapi, waktu lah yang akan perlahan membuka matanya dan membuatnya tersadar dengan sosok yang mengaku sebagai suaminya. Hanya masalah waktu saja. Karena tak ada kebusukan yang bisa disembunyikan selamanya kan? Bau busuk tak bisa pudar dengan cepat. Ah, bagaimana reaksi wanita ini kalau sampai tahu semuanya?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD