6

2478 Words
'Untuk menangkap kupu- kupu itu, aku memutuskan untuk membawa sebuah jaring. Jaring yang akan membawa kupu- kupu indah itu supaya tak lagi terbang jauh dariku lagi' - Ares Pratama Apartemen Marcel, Podomoro City             Marcel baru saja pulang dari kantornya. Dia bekerja sampai larut malam karena bisnisnya sudah semakin berkembang. Ya, cukup malam karena dia sampai di apartemennya pukul sepuluh malam. Marcel yakin istri dan anaknya sudah terlelap dalam alam mimpi. Sebelum masuk ke kamarnya, Marcel mengunjungi kamar putri kecilnya lalu tersenyum memandangi wajah malaikat putrinya yang sedang tertidur. Setelahnya, dia masuk ke kamarnya dan menemukan sang istri masih duduk menunggunya.             Wanita itu menatapnya khawatir lalu berjalan menghampirinya. Dia mengambil tas Marcel dan menyimpan jas suaminya pada tempatnya sambil berkata,”Sibuk banget, ya? Lebih sibuk daripada perkiraanku.” Mendengar itu, Marcel menghela napas sedih melihat istrinya yang mencurahkan isi hatinya. Dia tahu kalau dia sudah mulai mengabaikan keduanya. ‘Apa aku sudah meniru Papa? Orang yang selalu mengutamakan bisnis daripada keluarga? Tidak! Aku harus menjadikan keluarga sebagai prioritasku.’ Batin Marcel menyesal. “Maaf. Semuanya begitu tiba-tiba. Aku melakukan semua ini demi kalian, tapi kedepannya aku akan berusaha lebih banyak meluangkan waktu,” tutur Marcel sambil memeluk istrinya dari belakang. Mikaela memegang telapak tangan suaminya yang bertengger di pinggingnya. Dia kemudian menjawab,” Janji ya! Aku akan selalu ada disini dan akan terus bersamamu apapun yang terjadi. Kamu juga harus begitu, ya?” Marcel mengangguk sebagai jawaban.             Mereka pun mulai merebahkan diri di kasur dan dengan cepat Marcel terlelap. Mikaela sebenarnya ingin menceritakan banyak hal hari ini, tapi dia tidak tega melihat suaminya yang sudah sangat kelelahan. Dia tahu, suaminya butuh istirahat yang cukup. Dia akan kerja lagi bagai kuda keesokkannya. ‘Yahh! Dia tidak sadar sama sekali gaya rambut baruku ya?’ batin Mikaela sedikit kecewa sambil memainkan poninya. Akhirnya dia juga ikut berbaring bersama suaminya, tak lupa dia memeluk pria itu.   Mikaela POV             Sejujurnya aku tidak bisa tidur. Entah kenapa, hubungan kami yang seperti ini sangat jauh dari ekspetasiku. Aku tahu jika menikah dengan seorang pengusaha itu memang sudah sewajarnya begini. Sudah beberapa hari terakhir ini, Marcel selalu disibukkan oleh pekerjaannya. Sebenarnya, impianku bukanlah menikah dengan seorang pebisnis, CEO, Direktur atau sebagainya. Aku hanya ingin hidup bahagia dengan sederhana. Tapi memang, kami harus terjebak dalam kehidupan elit global.             Di sisi lain, aku terpikir soal foto tadi. Foto Willy dengan saudara kembarnya, Ares. Aku masih terpikir kenapa ada yang bisa memiliki bros yang sama dengan milik keluarga ibuku. Tadi aku sudah tanya papa soal ini dan katanya bahwa bros itu hanya diwariskan pada keturunannya saja. Dan yah, Papa sedikit mengomeliku soal bros yang sudah lama hilang itu. “Aku punya rencana! Mulai besok, aku akan menghabiskan lebih banyak waktu dengan suamiku! Harus!” gumamku sebagai tekad lalu mulai merebahkan diriku. Aku akan melakukan sebuah rencana besok. End Of Mikaela POV   *** Normal POV             Malam berlalu dan datanglah pagi. Baik Marcel dan Mikaela sudah bersiap-siap pagi ini. Mereka kini tengah sarapan untuk menunjang tenaga mereka bekerja hari ini. Mikaela kemudian memulai pembicaraan, “Sayang, hari ini aku ke kantor, ya?” “Boleh! Tapi tidak usah buatkan bekal, ya. Kumohon!” Marcel mengiyakan sambil sedikit mengingatkan supaya istrinya tak perlu membuatkannya bekal untuk makan siang. Karena apa? Ya jelas, karena masakan istrinya sangat enak dalam artian yang buruk. “Aku akan ikut sama kamu dari pagi. Setiap tidak ada urusan kampus, aku akan langsung ke kantormu dan menemanimu. Kalau dihitung-hitung, waktu kita bahkan tak sampai beberapa jam untuk bertatap muka dalam lima hari kerja.” Mikaela menjelaskan maksudnya lagi. “Jadi kamu mau menemaniku? Wah, aku akan semangat dong melakukan pekerjaanku! Tapi kalau kamu bosan, bilang saja padaku. Nanti kita akan curi-curi waktu untuk keluar,” kata Marcel sangat senang melihat istrinya yang berinisiatif untuk mempererat hubungan mereka. “Papa dan mama akan belsama? Lalu, Selena di lumah opah lagi?” tanya Selena mengalihkan perhatian suami istri itu. “Setiap sore mama dan papa akan jemput kamu, sayang. Lagian kami bekerja di kantor. Kalau ditempat opah ada Steve dan Tasya, kamu bisa bermain dengan mereka.” Marcel menjelaskan pada Selena. Oh ayolah, Marcel juga ingin lebih banyak waktu bersama istrinya. Setelah pulang honeymoon beberapa bulan yang lalu, mereka kembali dalam kehidupan super sibuk. Bahkan terkadang, akhir pekan hanya digunakan untuk beristirahat. “Iya ya! Makanya papa dan mama kasih Selena adik, supaya ada teman main!” ujar Selena lagi membuat Marcel dan Mikaela langsung saling tatap. “Iya sayang, nanti kalau kamu sudah sekolah, adik kamu akan lahir! Mama janji.” Mikaela berjanji pada sang putri membuat suaminya jadi kesem-sem sendiri. Mana ada suami yang tidak senang kalau istrinya pengen punya anak lagi. Melihat ekspresi suaminya, Mikaela langsung meraih telinga Marcel lalu berbisik,”Gimana adiknya mau jadi? Papanya sibuk melulu? Capek melulu! Istrinya dianggurin!”             Sontak, bisikan Mikaela membuat Marcel jadi salah tingkah. Memang benar sih, mereka jarang melakukan ‘itu’ selama pernikahan mereka. Bahkan dalam beberapa bulan ini bisa dihitung jari lah. Bukan karena ada masalah kesehatan atau gimana, kesibukan pekerjaan menjadi faktor utama. Mereka berdua sangat sibuk. Terlebih lagi, Marcel yang memegang kendali Perusahaan Buana dan sebagian Perusahaan Djuanda. “Baiklah! Kita ke berangkat.” Marcel berdiri sambil mengajak istri dan anaknya untuk bergegas melakukan kegiatan mereka.   ~ARES~ Perusahaan Buana             Kini Tuan dan Nyonya Buana muda sudah memasuki area kantor. Mereka berjalan bersama menuju ruang kerja suaminya. “Aku iri pada Michael dan Michelle. Mereka 24 jam bersama. Bagaimana kalau kamu pecat saja sekretarismu atau pindahkan ke cabang yang lain gitu? Biar aku saja yang menjadi sekretarismu,” gumam Mikaela tiba-tiba. Marcel yang mendengar itu langsung terkikik lucu. “Terus Yayasan mau diapakan? Mau kamu telantarkan, hm? Kak Anyelir mau bantu saja udah syukur. Dia sedang hamil, kamu jangan merepotkan dia. Datanglah kapan saja, Mikaela sayang!” balas Marcel dibalas anggukan mengerti dari Mikaela. Dia hanya sempat terlintas saja soal tadi. Dari kecil, Mikaela memang bercita-cita memimpin Yayasan kampus milik keluarga ibunya. Dia sangat ingin menjadi tenaga pendidik. Harusnya dia senang kalau diberi tanggung jawab memimpin Universitas sebesar itu. ‘TING!’ lift berbunyi dan mereka sudah sampai di lantai 40. Langsung saja, Marcel dan Mikaela berjalan menuju ruangan sang suami. Di pagi hari yang tenang ini, Marcel langsung duduk di meja kerjanya dan mulai melakukan pekerjaannya. Mikaela langsung duduk disebelah kiri suaminya dan mengamati bagaimana pria itu melakukan pekerjaannya. Kalau ditanya, Mikaela sebenarnya mengerti soal bisnis. Dia bahkan mengajarkan itu dalam mata kuliahnya. Dia memang sarjana bisnis, tapi dia tidak mau menyelonong mengganggu pekerjaan suaminya. Tapi kalau Marcel meminta bantuan, maka dengan senang hati dia membantu suaminya itu.             Tiba-tiba telepon kantor berbunyi. Marcel langsung menekannya untuk menerima panggilan dari resepsionis kantornya. ‘Pak Marcel, Tuan Pratama ingin bertemu dengan anda. Beliau sudah disini.’ Mendengar itu, Marcel dan Mikaela saling menatap satu sama lain. Langsung saja Marcel menjawab,” Ya, persilakan beliau masuk. Saya akan tunggu di ruang meeting.” “Itu Ares ya?” tanya Mikaela setelah Marcel selesai bicara. “Iya, dia selalu datang untuk membahas proyek baru kami. Dia akan membangun sebuah property yang akan menjadi terbesar di Asia Tenggara. Kami sedang membahas soal biaya investasi yang akan dikeluarkan. Aku mewakili beberapa perusahaan besar di Indonesia dan aku harus bertanggung jawab atas semuanya. Singkatnya, hal itulah yang membuatku sibuk bukan main,” jelas Marcel sambil menjelaskan sedikit soal proyek barunya. “Aku mengerti, sayang. Aku tahu kamu sangat bertanggung jawab. Aku ikut meeting, ya?” balas Mikaela sambil minta ikut meeting. “Boleh!” Marcel mengangguk lalu mengajak Mikaela ke ruang meeting untuk bertemu dengan Ares sesampainya di ruang meeting, mereka langsung menyambut Ares dengan penuh hormat. Disisi lain, Ares menyeringai senang melihat kehadiran Mikaela dihadapannya. ‘Apa belakangan ini adalah hari keberuntunganku? Tanpa aku harus susah payah mencari cara untuk melihatmu, kau sendiri yang datang padaku. Aku tahu Baby, kita memang sudah ditakdirkan,’ batin Ares. “Anda selalu meluangkan waktu untuk membahas proyek kita. Tapi maaf, Perusahaan Djuanda masih tidak ingin ikut dalam proyek ini.” Marcel membuka pembicaraan sambil duduk di tempat masing-masing. “Bukan masalah, mungkin kedepannya juga tidak apa. Ini ada beberapa properti bagus yang bisa kita jadikan lapangan proyek kita,” ucap Ares sambil menunjukkan beberapa jenis lahan yang bagus. Ares juga menjelaskan secara objektif mengenai beberapa property itu, laba dan resiko kerugiannya secara mendetail Jujur saja, Mikaela yang mendengar dia bicara soal bisnis sangat terpukau. ‘Rasanya seperti melihat Willy sedang mengajar,’ batin Mikaela kagum. “Anda benar-benar teliti, Tuan Ares! Pantas saja banyak investor tidak ragu bekerja sama dengan anda,” puji Marcel pula setelah mendengar Ares yang sangat objektif dan teliti soal bisnis. Marcel juga cukup baik dalam menangani bisnis, tapi Ares sangat menguasai bisnis sebagai bidangnya. “Terima kasih atas pujiannya, Tuan Buana. Saya sudah mempelajari semua ini sejak berusia 10 tahun. Anda juga luar biasa, kok! Banyak pengusaha mengakui anda juga.” Ares berterima kasih dan balik memuji Marcel. Setelah beberapa waktu mereka habiskan untuk membicarakan soal bisnis, akhirnya semuanya kelar. Urusan hari ini dapat mereka selesaikan dengan baik. “Kalian berdua terlalu fokus sampai lupa kalau ini sudah jam makan siang.” Mikaela mengingatkan keduanya. Otomatis, perhatian keduanya tertuju pada Mikaela. “Baiklah, kalau begitu saya pamit.” Ares ingin undur diri. “Kenapa kita tidak makan siang bersama saja?” tawar Marcel. “Iya, bagaimana pun anda adalah rekan bisnis kami. Disisi lain, anda adalah kakak dari sahabat terbaik kami, William Simon. Tidak ada salahnya mengakrabkan diri dengan anda,” ujar Mikaela mendukung. ‘Sebenarnya aku bukannya ingin mengakrabkan diri dengannya. Aku hanya ingin membaca setiap gerak-geriknya. Aku masih kepikiran tentang apa maksudnya yang sebenarnya mendekati aku dan Papa Adinata,’ batin Marcel sambil tersenyum ke arah Ares. ‘Woah… dengan begini, aku punya banyak waktu untuk bisa berbincang dengan dewiku. Mana bisa aku menolak tawaran seperti ini,’ batin Ares sambil diam-diam mencuri pandang pada Mikaela. Dia sangat lihai sampai tak disadari keduanya. “Bagaimana bisa saya menolak. Tapi, saya tidak bisa terlalu lama, karena ada beberapa urusan penting lainnya. Saya sangat menghormati Tuan dan Nyonya Buana.” Ares berkata sedemikian manis kepada Marcel dan Mikaela. Pria ini sangat pandai menyembunyikan belangnya.   Di sebuah Restoran             Seusai makan siang, Mikaela ingin membicarakan beberapa hal pada Ares. Ada banyak hal yang ingin dia tanyakan soal saudara kembar itu. Dia menganggap Ares itu sama baiknya dengan Willy karena sikap mereka terlihat sama. Tapi tiba-tiba, dia teringat kalau Willy pernah bilang,”Jangan pernah bertemu ataupun berurusan dengannya.” Mikaela jadi ingin membuktikan secara langsung mengenai siapa Ares sebenarnya. “Willy pernah cerita kalau anda sangat sibuk dengan perusahaan anda. Tapi meski begitu, anda terlihat sangat menyayanginya,” kata Mikaela memulai perbincangan membuat Ares sedikit terkejut. “Dia… menceritakan soal diriku?” tanya Ares tak percaya. Setahunya, Willy tidak ingin Mikaela mengetahui soal dirinya dan rencana balas dendamnya pada keluarga besar Djuanda. “Ya… sedikitlah! Sebenarnya, aku juga baru tahu setelah dia datang ke Indonesia. Kalian ini banyak kesamaan ya! Mukanya sama, sikapnya juga ramah walaupun Willy agak lebih hangat, sih. Tapi boleh tahu, anda juga religius seperti Willy?” tanya Mikaela blak-blakan. “Kaela, jangan tanya urusan pribadi orang seperti itu! Tidak sopan!” tegur Marcel mendengar istrinya menanyakan soal ke-religiusan orang lain. Itu adalah urusan pribadi orang lain dan tidak boleh ditanyakan sembarangan. Apalagi Ares adalah orang yang tidak bisa ditebak menurut Marcel. Mikaela terlalu polos dalam menilai orang lain. “Bukan masalah. Nyonya Buana hanya sedikit ingin tahu. Tapi di situlah sebenarnya letak perbedaan kami, nyonya Buana.” Ares menjawabnya dengan nada santai. Mendengar itu, baik Marcel maupun Mikaela dapat mengerti kalau Ares tidak sereligius Willy. “Terima kasih atas makan siangnya. Oh iya, Nyonya Buana, model rambut anda sangat bagus,” pamit Ares sambil sedikit memuji model rambut Mikaela. Dia tentu saja peka, meski baru beberapa kali bertemu Mikaela, dia agak pangling dengan gaya rambut baru Mikaela sekarang. “Dia lebih peka dari kamu, ya.” Mikaela mulai sedikit menyinggung suaminya setelah Ares pergi. Marcel memerhatikan Mikaela lagi dan langsung menepuk jidatnya sendiri. Sesegrea mungkin dia minta maaf. “Maaf ya, sayang. Soalnya dengan model rambut apapun, kamu itu tetap sangat cantik, kok!” Marcel meminta maaf sambil sedikit menyengir pada istrinya.             Disisi lain, Ares kini sedang mengendarai mobilnya untuk kembali menuju perusahaannya. Tapi kehadiran Mikaela dalam pikirannya semakin menghantuinya. Pertemuannya hari demi hari dengan wanita itu membuatnya semakin tak sabar. “Kurasa kamu terlalu lambat, Ares.” Sebuah suara mengalihkan perhatian Ares. Dia menghentikan mobilnya ke pinggir jalan dan melihat ke samping kirinya. Dia kembali berfantasi kalau Mikaela saat ini sedang duduk disebelahnya. “Aku sudah menyusun rencanaku dengan matang, My Baby. Bersabarlah dewiku, kamu akan segera menjadi milikku kedepannya. Marcel Arya Buana cukup berbahaya rupanya,” balas Ares membuat bayangan Mikaela itu tersenyum miring, “Kamu tidak takut apapun, kan? Kenapa seorang Marcel bisa menghalangimu untuk mendapatkan diriku?” “Tidak ada yang bisa menghalangiku, Baby! Kamu hanya akan menjadi milikku seutuhnya!” kata Ares sambil meraih wajah Mikaela dalam bayangannya. Namun tak lama, bayangan itu menghilang dan membuat Ares tersadar. Ares kembali menghela napas panjang sambil memijit dahinya sendiri. Dia tahu kalau delusi dan fantasinya soal Mikaela semakin hari semakin menjadi-jadi. Hal itu semakin membuat dirinya terobsesi pada Mikaela yang sudah berstatus sebagai istri Marcel Buana. Dia juga dapat melihat interaksi dan kekompakan pasangan itu didepan matanya. Dia sangat cemburu dan ingin cepat-cepat mendapatkan Mikaela. “Kamu terlihat sangat mencintai si Marcel yang cacat itu, ya? Aku tidak bisa mendekatimu dengan cara yang biasa kalau begitu. Sedikit cara kotor pasti bisa membuat dirimu jadi milikku, my baby!” katanya lagi.             Tiba-tiba, Ares teringat soal Mikaela yang sangat berminat soal Willy. Dia bisa tahu kalau hubungannya dengan sang adik dulunya pasti sangat dekat dan bisa dipastikan bahwa Mikaela pernah sangat mencintai adiknya. Sebuah rencana sudah tersusun diotak cerdik Ares Pratama. Dia akan menggunakan nama sang adik untuk mendekati Mikaela. ‘Aku salah sangka, ternyata kamu masih berguna sekalipun sudah mati, Simon. Terima kasih sudah meninggalkan sang dewi untukku. Aku akan mendapatkannya,’ batin Ares sedikit bangga pada adiknya. Karena adiknya, dia jadi punya batu loncatan untuk bisa mendekati sang dewi. Karena adiknya, dia akan punya alasan untuk bertemu lagi dengan Mikaela kedepannya. Tak lama, handphone Ares berdering dan menampilkan nama ‘Helios’ asisten pribadinya. “Pak, saya ada laporan bagus.” Helios menyampaikan sebuah laporan. “Katakan!” titah Ares. “Kita berhasil mendapatkan semua property untuk bisnis besar kita. Perusahaan Djuanda takkan kebagian sediki pun. Dengan begini, banyak investor akan berbondong-bondong berinvestasi pada anda. Dan, kita bisa menghancurkan Adinata Djuanda sedikit lagi,” lapor Helios membuat Ares tersnyum senang. “Kerja bagus!” puji Ares lalu mematikan sambungan teleponnya. Dia menyeringai karena dia akan segera meruntuhkan sebuah pilar raksasa dengan sedikit sentilan. Setelah itu, dia akan mengambil berlian berharga yang berada di puncak pilar itu. “Nerakamu sudah dekat, Adinata Djuanda!” katanya sambil menyeringai licik. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD