7

2599 Words
'Setiap kali aku ke taman, aku selalu mengincar kupu- kupu itu. Aku berusaha mengejarnya dengan jaringku. Tapi, aku harus mencobanya berulang kali' - Ares Pratama Perusahaan Djuanda             Adinata saat ini merasa sangat terkejut karena saham Perusahaannya yang selama ini stabil tiba-tiba sangat anjlok. Dia sama sekali tidak menduga bahwa pengaruh Ares bisa sampai sebesar ini. Dia juga tak menyangka Ares bergerak sangat cepat. Adinata belum mempersiapkan rencana sejauh itu. Dia berpikir kalau dia sanggup membuat Ares menyerah sebelum memulai aksi balas dendamnya. Tapi sayang sekali, sepertinya Ares sama sekali tidak ingin mencari tahu yang sebenarnya.             Sebenarnya, Adinata sama sekali tidak punya masalah dengan Ares. Justru, dia merasa bersalah dengan apa yang terjadi atas keluarga Ares 20 tahun yang lalu. Dia ingin menjelaskan hal yang sebenarnya, tetapi Ares sama sekali tak memberinya kesempatan untuk bicara. Adinata sudah tau, bahwa Ares memang akan menghancurkannya. Dia bisa bertahan jika sasaran Ares hanya dirinya, tapi dia takut kalau keluarganya akan ikut kena imbasnya. Adinata tidak ingin pihak yang tak bersalah menjadi korban. “Ares, kau benar-benar diluar dugaanku,” gumamnya sambil memijit kepalanya yang mulai terasa pening. Selama bertahun-tahun menjabat di Kepolisian, Adinata selalu mendapat pujian karena bisa memikirkan suatu strategi yang matang dalam memecahkan masalah. Tapi kali ini dia benar-benar di kelabui dengan mudahnya. Dia harus menjadi korban dari fitnah yang sengaja ditujukan buatnya. “Brawijaya, apa kau ada dibalik semua ini? Apa kau sengaja menghasut anak itu untuk menghancurkanku? Kalau sampai itu benar, jangan pikir kau akan lolos juga darinya. Mungkin saat ini kau berpikir bisa memanfaatkannya, tapi saat dia tahu kebenarannya, entah siapa diantara kita yang mati duluan.”             Ya, Adinata yakin kalau sosok Brawijaya adalah tersangka utama dalam semua kejadian ini. Dia ingin mengungkap semua kebusukan orang itu dan membuatnya juga di serang oleh predator yang sama. Adinata mengakui kalau kecelakaan itu juga kesalahannya, tapi yang melakukannya jelas bukan dia, tapi Brawijaya. “Pa, aku agak terkejut melihat laporan ke-anjlokan saham Perusahaan kita. Kenapa Papa menolak kerja sama dengan Simon Property Group?” tanya Heinry setelah masuk ke ruang kerja papanya. “Heinry, maafkan Papa! Ini semua kesalahan Papa,” jawab Adinata dengan nada sendu. Heinry heran kenapa papanya tiba-tiba bersikap aneh. Dia mendekati papanya lalu bertanya,”Maksud Papa apa? Kita bisa mengajukan kontrak lagi, katanya beliau masih mau menerimanya.” “Bukan itu, Nak! CEO dari Simon Property Group datang kesini bukan untuk berbisnis. Tapi untuk menghabisi Papa. Bukan saja Papa, dia ingin menghabisi seluruh keluarga kita. Papa bersalah karena tidak bisa melindungi salah satu bawahan Papa 20 tahun yang lalu. Papa menyesali segalanya,” sesal Adinata. “Balas dendam? Berani sekali dia? Dia pikir siapa dirinya itu? Akan kuhancurkan dia, Pa!” Heinry langsung marah mendengar kalau keluarganya kini tengah diancam oleh seseorang. “Jangan gegabah, Nak! Dia bukan orang biasa! Kita harus bertindak cerdik. Papa tidak masalah jika harus menebus kesalahan Papa, tapi kalau sampai dia menyentuh kalian, Papa tak tahu harus berbuat apa.” Adinata menghalangi tindakan putra sulungnya yang sedang diselimuti emosi. “Heinry, jangan tunjukkan emosimu padanya! Anggap saja, kamu tidak tahu apapun.” Adinata memperingatkan lagi. Akhirnya Heinry menghela napasnya berkali-kali untuk menekan emosinya. “Kita akan balas dia, Pa! Kupastikan dia menyesali apa yang dia lakukan pada kita.” Tekad Heinry.   ~ARES~                                                                         Di saat yang sama di tempat lain, seorang pria muda sedang menyesap wine-nya berkali-kali. Dia seakan merayakan keberhasilannya dalam membalas dendamnya. Sebenarnya ini masih terlalu awal untuk dirayakan. Tapi dia sudah terlalu senang. Senang karena memikirkan rencananya yang berikutnya. Dia Ares Pratama, masih memiliki rentetan daftar panjang langkah demi langkah rencana balas dendamnya. Untuk rencana awal sudah dilakukannya dengan sangat mudah. Dia menyuruh para investor besar di Negara ini untuk tidak lagi menaruh saham di Perusahaan Djuanda. Mereka patuh dengan mudahnya karena jika tidak, Perusahaan mereka hanya akan tinggal nama dan menjadi kenangan. Ya, singkatnya mereka akan bangkrut. Kenapa? Tentu saja, karena kekuasaan Ares sangat besar. Dia memiliki jangkauan luas untuk menguasai dunia bisnis property. Ares juga paling benci ketika ada yang sok berani ingin melawannya, contohnya seperti Adinata Djuanda. “Kau membuat sebuah keputusan yang bodoh, Adinata. Mau menyesal juga sudah terlambat. Kau sudah menghancurkan hidupku dan adikku. Secara tak langsung, kau adalah pembunuh dari adikku William Simon.” ‘TOK-TOK-TOK’ “Ya,masuk!” “Permisi Tuan, saya membawa beberapa dokumen pembalikkan nama Perusahaan. Surat kematian tuan William Simon sudah di urus dan saat ini Perusahaan harusnya jatuh atas nama anda,” lapor Helios sambil memberikan dokumen Perusahaan milik Ares. “Mengganti nama, ya? Itu artinya, aku harus mengubah kewarganegaraanku,” ujar Ares sembari membaca dokumen itu. “Benar, tuan! Kenapa tuan tidak mengganti saja kewarganegaraan tuan menjadi Warga Negara USA? Bukannya dengan seperti ini, sama saja selama ini anda bekerja untuk adik uhm… maksud saya mendiang tuan William?” Helios bertanya. “Kau benar, tapi bukan masalah besar karena menggunakan nama adikku sebagai pemilik Perusahaan memang rencanaku. Tapi dia sudah meninggal, dan aku harus menggunakan namaku sendiri. Orang banyak juga lebih mengenalku sebagai pemimpin Perusahaan dibanding Simon. Tapi, aku merasa ini tidak perlu dilakukan sekarang,” jawab Ares tentu saja membuat Helios sebagai bawahannya kebingungan. ‘Bukannya jika dibalik nama semuanya akan selesai? Apa yang sebenarnya sedang direncanakan tuan Ares?’ heran Helios dalam hatinya. “Terima kasih untuk laporannya, kau boleh keluar!” perintah Ares langsung dipatuhi oleh Helios.             Ada sedikit hal yang tidak banyak orang tahu. Sebenarnya, Ares Pratama masih menjadi Warga Negara Indonesia dan tinggal sebagai Warga Negara Asing di USA. Setelah dia menginvasi Perusahaan pamannya, Harold Simon, dia menggunakan nama sang adik yang selama ini di daftarkan sebagai Warga Negara USA. Dia menggunakan nama itu supaya orang lain percaya bahwa Simon Property Group tidak kehilangan pewarisnya, karena nama Willy disematkan nama besar keluarga mereka yang sebenarnya.             Ares memang dibesarkan di Amerika, tetapi dia memang disengaja masih berstatus Warga Negara Indonesia karena rencana ayahnya dulu. Tapi baginya itu tak masalah, karena status sebagai Warga Negara Indonesia akan lebih menguntungkan bagi dirinya kedepannya. Dan status sang adik sebagai Pemilik semu Perusahaan raksasa itu akan menjadi sebuah keuntungan yang akan menyukseskan rencananya. Ya, rencana untuk mendapatkan Mikaela. “Sebenarnya, aku ingin segera membalik nama. Tapi dengan namamu, aku bisa memiliki dirinya,” gumamnya lagi sembari menyeringai licik. Tentu saja, dia sedang memikirkan suatu rencana. Entah apa, tapi hanya dialah yang tahu.             Setelah itu, Ares meletakkan dokumen itu ke meja, lalu melanjutkan pekerjaannya. Meski dia berencana membalas dendam, dia juga harus serius dalam menjalankan Perusahaan besar miliknya. Dia tentunya tidak mau jatuh dari ketinggian yang sudah digapainya. Tiba-tiba, dering handphonenya mengalihkan atensi pria itu. Saat melihat nama panggilan itu, Ares menyeringai lagi dan menjawab telpon itu. “Tuan Pratama, apa anda punya waktu? Ada sesuatu hal penting yang harus kita bahas!” itu adalah suara dari Marcel. Ya, Ares sudah menebak kalau dia akan segera dihubungi oleh salah satu dari mereka, termasuk Marcel. “Saya sangat sibuk, Tuan Buana. Bukannya semalam kita sudah membahas semuanya? Siang ini, saya harus ke Jakarta Selatan untuk mengurus beberapa pembelian Property.” Ares sengaja menyibukkan dirinya dan tidak memberi kesempatan pada Marcel. “Kapan anda harus kesana? Ini sangat penting, karena menyangkut masa depan sebuah Perusahaan besar. Anda telah membuat saham Perusahaan Djuanda drop. Ini tentu saja berpengaruh pada saya, karena separuh saham Perusahaan itu adalah tanggung jawab saya.” Marcel masih meminta kesempatan. ‘Jadi begitu, ya? Pantas saja dia yang menghubungiku. Aku pikir yang pertama bertindak adalah si Adinata atau putranya. Bukan masalah, Marcel juga sama saja. Sayang sekali ya, padahal aku tidak mau melibatkanmu sampai sejauh ini. Tapi, kalau peserta dalam permainan bertambah akan semakin seru, kan?’ pikir Ares menyeringai. “Saya akan segera berangkat dan pulang dalam beberapa hari. Kalau anda mau, susul saja saya ke Jakarta Selatan. Saya akan ada di Gama Tower yang merupakan salah satu Property kepemilikan saya. Maaf ya, saya harus berangkat,” jawab Ares lalu mematikan sambungan telponnya. Pria itu lagi-lagi menyeringai lalu menghubungi seseorang. “Helios, aku akan ke Gama Tower sekarang. Segera persiapkan segalanya,” perintahnya lewat telepon kepada bawahannya. Pria itu sudah menyusun rencana barunya untuk menghancurkan Marcel yang mau membantu Adinata Djuanda.   ~ARES~ Perusahaan Buana “Sial! Dia pasti sengaja melakukan ini!” kesal Marcel setelah Ares mematikan sambungan telponnya sepihak. Bukan sulit menjangkau Ares ke Jakarta Selatan, itu cukup dekat  tetapi saat ini pekerjaannya tengah menumpuk. Dia tidak mungkin menelantarkan pekerjaannya. Disisi lain, kalau dia membiarkan saham Perusahaan Djuanda drop begitu saja, banyak pihak yang akan dirugikan termasuk mertuanya dan dirinya sendiri. “Marcel? Kenapa kamu terlihat kesal?” tanya Mikaela ketika masuk ke ruang kerja suaminya. Istrinya baru saja datang sambil membawakan dua gelas kopi dalam cup. “Minumlah dulu!” suruh Mikaela sambil duduk disebelah suaminya. Marcel menghela napasnya sambil menerima kopi pemberian istrinya itu. Pria itu meminumnya dan melihat itu, Mikaela tersenyum senang. Setelah keadaan lebih tenang, Mikaela mulai buka suara, “Apa  yang membuatmu kesal?”             Pertanyaan sang istri membuat Marcel bingung sendiri mau menjawab apa. Dia ingin memberi tahu Mikaela soal rencana Ares yang sebenarnya, tetapi dia tidak mau Mikaela jadi terlalu khawatir apalagi papanya sudah berpesan agar Mikaela tidak diberi tahu. “Aku harus ke Jakarta Selatan untuk mengurus beberapa urusan bisnis. Tapi sialnya, pekerjaan disini masih menumpuk. Begitulah sayang,” jawab Marcel tidak berbohong. Dia hanya sedikit menutupi saja. “Sayang, kamu terlalu banyak bekerja sendiri! Untuk apa kamu punya wakil dan adik yang bisa dipercaya disini?” Mikaela merasa suaminya terlalu memaksakan diri. Marcel selama beberapa waktu ini sering lembur demi menyelesaikan seluruh pekerjaan yang berhubungan dengan proyek barunya. “Karena aku takut semua akan kacau jika tidak langsung aku yang kontrol. Dulu pernah terjadi, tapi memang Michael tidak akan melakukan hal yang sama lagi. Tapi, pengalaman itu membuatku mengambil pelajaran untuk memastikan semuanya sendiri. Karena diri sendiri tidak akan menghianati siapapun. Itu adalah prinsip seorang pebisnis,” jelas Marcel diangguki mengerti oleh istrinya. Sebenarnya, Marcel tidak mau sampai melibatkan adiknya dalam urusan bisnisnya dengan Ares. Cukup dia saja yang terjun ke jurang yang penuh bahaya itu, jangan sampai adiknya juga. Karena Marcel yakin, dia bisa bertahan dalam bahaya itu. Hanya perlu taktik yang matang untuk bisa menghadapi Ares, setidaknya begitulah pemikiran Marcel. “Aku juga tidak akan pernah menghianati kamu, kok! Karena suami istri itu adalah satu. Menghianati pasangan sama dengan menghianati diri sendiri dan itu namanya menyakiti diri. Kamu percaya sama aku, kan?” kata Mikaela sambil bertanya. Mendengar itu, Marcel langsung terbelalak. Dia langsung berkata,”Bukan itu maksudku! Ini dalam hal bisnis! Tentu saja aku percaya padamu, Mikaela.”             Mendengar itu, Mikaela tersenyum bahagia karena Marcel mengatakan bahwa dia dipercaya oleh suaminya. Dia memang tidak pernah terpikir untuk menghianati Marcel. Tapi entah kenapa, Mikaela merasa mulai takut akan hari esok. Kekhawatirannya semakin menjadi-jadi dari hari ke hari dan dia merasa kalau kedepannya akan ada hal besar yang terjadi dalam rumah tangga mereka. Dengan begitu, rasa saling percaya diantara mereka harus diperkuat. “Marcel, aku mencintai kamu! Kamu percaya, kan?” tanya Mikaela lagi seakan meminta lebih banyak kepercayaan dari Marcel. “Tentu saja, aku percaya! Kamu kenapa, sih?” Marcel menjawab dengan yakin sambil menggandeng istrinya itu. Mikaela tiba-tiba menangis sambil menyandarkan kepalanya di bahu Marcel. “Aku bermimpi buruk semalam. Dalam mimpi itu, kamu sudah tidak percaya lagi padaku. Aku tidak tahu alasannya, tapi kamu meninggalkanku begitu saja. Aku takut!” Mikaela mencurahkan ketakutannya. “Mimpi macam apa itu? Apa yang terjadi sampai aku bisa melakukan itu? Jangan berpikir buruk lagi ya, sayang. Apapun yang terjadi dan sampai kapan pun, kamu adalah yang terakhir dalam hidupku. Aku sangat mencintaimu.” Marcel berusaha meyakinkan istrinya setelah mendengar keluh kesah sang istri. “Aku jadi terpikir saja, hiks! Dulu pasti kamu mengatakan hal yang sama pada Michelle. Tetapi, situasi membuatmu meninggalkan dia. Aku takut! Aku bisa gila kalau sampai kamu juga melakukan hal sama padaku!” Mikaela merengek lagi karena pikirannya sudah mulai kemana-mana. “Kaela, apa yang terjadi diantara diriku dan Michelle tidak akan pernah terjadi lagi. Situasi begitu pelik sehingga waktu itu aku harus memilihmu! Tapi setelah aku memilihmu, aku tidak akan pernah meninggalkanmu apapun yang terjadi. Kumohon percayalah! Aku tidak akan melakukan kesalahan yang sama lagi. Bagaimana pun keadaanmu, aku akan menerimamu. Kita akan jalani semuanya bersama.” Marcel meyakinkan Mikaela sambil berlutut dihadapan istrinya. Dia jadi teringat kesalahannya yang begitu besar pada Mikaela dulu. Dia tahu istrinya sudah memaafkannya, tapi untuk melupakan hal sebesar itu bukan hal yang mudah. “Janji ya, Marcel! Tetaplah bersamaku apapun yang terjadi! Jangan pernah tinggalkan aku!” pinta Mikaela diangguki cepat oleh Marcel. Setelah itu, Mikaela langsung menyuruh suaminya berdiri dan memeluk erat suaminya itu. Marcel tentu saja senang dan membalas pelukan istrinya itu. ‘Aku ingin memelukmu lebih lama, Marcel. Entah kenapa, tapi hatiku begitu takut. Aku merasa, ini akan menjadi pelukan terakhir kita. Aishh! Apa yang sebenarnya aku pikirkan dan takutkan?’ batin Mikaela yang kini dirundung ketakutan luar biasa.             Setelah beberapa menit berpelukan, mereka kemudian melepas pelukan itu. Marcel langsung meraih wajah istrinya dan menghapus air matanya. Pria itu berusaha menghibur istrinya. “Apa yang kamu takutkan takkan pernah terjadi! Percayalah!”. “Aku hanya takut! Padahal cuma mimpi, kenapa aku kepikiran sejauh ini, ya! Aku memang bodoh!” Mikaela menyalahkan dirinya sendiri karena merasa dirinya bodoh karena sebegitu terpengaruhnya dengan mimpi yang hanyalah bunga tidur. “Aku tahu kalau masa lalu di antara kita membuat kamu jadi mudah takut. Tapi, bagiku masa lalu yang buruk itu akan kujadikan pelajaran, sayang! Jatuh ke lubang yang sama adalah mimpi buruk buatku. Membahagiakanmu adalah tujuan hidupku saat ini!” kata Marcel sambil mengecup tangan Mikaela. Melihat itu, Mikaela tersenyum bahagia. Dia yakin, kalau mimpi buruk itu hanyalah bunga tidur belaka. “Oh iya, kamu bisa serahkan ini ke Michael sementara pergi ke Gama Tower.” Mikaela mengingatkan soal Marcel yang tadi ingin pergi untuk urusan pekerjaan.             Mendengar itu, Marcel mengangguk dengan cepat lalu menelpon Michael untuk menitipkan beberapa pekerjaan. Tidak salah juga kalau dia menitipkan sedikit pekerjaan lain yang tidak ada hubungannya dengan Ares. Dan tentu saja, Michael menerima tugas dari kakaknya dengan senang hati.  Ya, Marcel cukup senang karena adiknya dengan senang hati melakukan pekerjaan sang kakak. “Ya, sudah selesai! Besok aku akan ke Jakarta Selatan, karena hari ini aku ingin mengistirahatkan tubuh dan otakku.” Ujar Marcel membuat Mikaela memberengut kesal. Wanita itu lalu berkata,”Marcel, aku ikut, ya! Kita sudah lama tidak berduaan saja! Walau cuma urusan kerja, kita bisa keliling Jakarta berdua. Aku mau ikut! Please!”             Marcel terkejut dengan permintaan istrinya. Dia tidak tahu apa yang akan terjadi disana. Entah Ares ingin berencana menghabisinya atau bagaimana, Marcel sama sekali tak ingin melibatkan istrinya. Lagian, disana mau lihat apa? Tetap aja masih Jakarta. “Kenapa diam? Ikut, ya! Pleaseee!” Mikaela masih merengek. ‘Aku bisa melindunginya!’ pikir Marcel lalu mengangguk sambil tersenyum menatap istrinya. “Baiklah sayang! Kalau begitu, kita bisa langsung pulang sekarang.”             Mikaela sangat senang mendengar itu. Dia memeluk Marcel singkat lalu berbisik kepada suaminya. Mendengar bisikan istrinya, Marcel agak terkejut. Mikaela masih menatapnya penuh harap sambil berkata,”Masih sempat, kan?” “Kamu nakal juga, ya! Baiklah, kita akan membayar semua waktu yang terlewat dari sore sampai malam. Kita titip Selena dulu, kalau begitu.” Marcel menyetujui permintaan istrinya. Mikaela mengangguk senang saat suaminya mau diajak untuk melakukan ‘itu’ setelah beberapa waktu tidak melakukannya. Bukan masalah juga kalau Selena dititip sehari saja. Tidak diragukan lagi, kalau pasangan ini benar-benar saling mencintai dan saling membutuhkan satu sama lainnya. Keduanya yakin bahwa mereka tidak akan terpisahkan oleh ombak sederas apapun. Tapi, biarlah waktu yang menjawab semuanya. Karena ombak sebesar tsunami sedang berjalan untuk menyongsong mereka.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD