21

1357 Words
' Hari demi hari berlalu, dan aku masih terus merasa kupu - kupuku masih betah di dalam toples kaca itu. Aku selalu mengurusnya dan memastikan dia tidak kekurangan apapun di dalam sana'- Ares Pratama . . . Setelah berdiskusi soal beberapa hal dengan Helios, kini Ares melakukan beberapa pekerjaannya. Dia tetap Ares yang selalu menjadikan pekerjaan sebagai bagian terpenting dalam hidupnya. Tanpa terasa, hari sudah berganti menjadi malam. Pria itu meletakkan beberapa dokumennya di meja kerjanya karena dia sudah mulai merasa agak lapar. Seketika, dia teringat kalau Mikaela juga belum makan sejak siang dan sekarang sudah mulai malam. “Astaga! Aku yang membawanya ke sini, tapi malah aku yang sama sekali kelupaan!” Pria itu langsung beranjak ke kamarnya untuk membangunkan Mikaela. Wanita itu masih terlalu lemah bahkan hanya untuk berdiri saja. Dia juga lupa memerintahkan para maid yang banyak jumlahnya itu untuk mengurus Mikaela. Dia sudah terlalu senang dengan apa yang dia dapatkan sampai lupa dengan apa yang harusnya dia lakukan. Namanya juga terbiasa hidup sendiri dan melakukan semuanya sendiri. Agak sulit mengubah sikap individualisnya itu. Sesampainya di kamar, Ares langsung menghampiri Mikaela. Pria itu duduk di sebelah wanita yang sedang tertidur pulas itu. Dia sedikit mengguncang wanita itu untuk membangunkannya. Dia berlaku selembut mungkin kepada wanita ini. Karena dia merasa wanita ini sangat berharga buatnya. “Mikaela, bangunlah!” Dia membangunkannya dengan suaranya yang sedemikian lembut. Kalau orang-orang mendengar dia berbicara seperti ini, mereka akan tertawa sejadi-jadinya. Suara Ares selalu membuat orang merinding, tetapi kali ini sangat hangat dan lembut. Tak lama, Mikaela melenguh kala merasa dia dibangunkan seseorang. Wanita itu perlahan membuka matanya dan tersenyum kala melihat seorang pria membangunkannya. Pria yang dia anggap suaminya dan dia pikir sangat dia cintai selama ini. Kala melihat Mikaela terbangun, Ares tersenyum lembut sambil menatap mata cantik wanita itu. “Sudah malam! Ayo kita makan!” ajak Ares dengan lembut. “Eummhh… Aku juga merasa agak lapar. Ini jam berapa?” Mikaela menyadari kalau dia sedang keroncongan. Ya iyalah, udah seharian tidur dan belum makan. Lucu juga kalau dibayangkan orang yang tinggal dalam istana semegah ini tidur dalam keadaan lapar. “Ini jam tujuh malam,” jawab Ares. “Kenapa tidak membangunkanku, hm? Biasanya kamu sangat teliti soal ini! Kamu bilang, jangan sampai asam lambungku kambuh!” kesalnya membuat Ares terbelalak. Dia sangat terkejut kalau Mikaela memiliki gangguan asam lambung. “Kalau begitu, ayo cepat! Jangan sampai asam lambung kamu kambuh!” Pria itu langsung membantu Mikaela untuk duduk di kursi roda. Wanita itu mengikuti saja, tapi pertanyaan jadi timbul lagi di pikirannya. Jelas dong, apalagi Willy tidak pernah bolos mengingatkannya makan. Waktu pacaran dulu, pria itu selalu mengirim pesan hanya untuk mengingatkannya soal makan. Dia merasa kalau pria yang ada di dekatnya ini sama sekali berbeda dengan Willy. Seakan, pria ini tak mengenalnya dengan baik. Sejak awal dia sudah merasa aneh, hanya saja dia berpikir lagi kalau tak mungkin Willy membohonginya. Atau mungkin saja orang ini bukan Willy? Secepat mungkin, Mikaela menggelengkan kepalanya membuang jauh-jauh pemikiran itu. “Ada apa?” tanya Ares ketika mendapati Mikaela menggelengkan kepalanya. “Kamu… benar adalah Willy? William Simon yang aku kenal?” tanya Mikaela dengan nada ragu sambil berbalik menatap pria itu. Tak ada ekspresi yang mencurigakan dari Ares meski dia terkejut dengan pertanyaan itu. “Memangya, William Simon yang kamu kenal ada berapa?” Ares malah bertanya balik untuk meredam keraguan wanita ini. “Entahlah, pikiranku mulai aneh-aneh belakangan ini! Kamu gak mungkin punya kembaran kan?” jawab Mikaela diakhiri tanya dengan nada yang tak serius. Seketika, Ares berhenti mendorong kursi roda itu karna mendengar pertanyaan Mikaela. “Ada apa?” Mikaela heran karena Ares berhenti tiba-tiba. “Bukan apa-apa! Maaf ya, sudah sampai lupa mengingatkan kamu soal makan. Soalnya terlalu banyak pekerjaan yang aku urus. Aku sangat menyesal, Baby!” Ares meminta maaf soal kelalaiannya sembari menutupi keterkejutannya soal Mikaela yang bertanya kembarannya Willy. Soalnya, dia adalah kembaran Willy, bukan Willy yang sebenarnya. Sejak awal, mereka tidak pernah se-persis itu. “Jangan seperti itu, Wil! Aku mengerti semua hal ada alasannya. Aku tidak marah! Maafkan aku yang sering berpikir aneh-aneh ya?” Mikaela menerima permintaan maaf Ares dengan mudah sambil tersenyum semanis mungkin kepada pria itu. Pria yang sudah menipunya. Pria yang memisahkan dirinya dari suami dan anaknya. Pria yang sudah menghancurkan keluarganya. Sungguh baji.ngan yang beruntung kau Ares Pratama. “Bukan masalah, ayo kita makan malam!” Ares sangat senang karena Mikaela memaafkannya dengan mudah. Sampailah mereka di ruang makan. Para pelayan sudah menyiapkan menu-menu terbaik untuk Tuan dan mungkin sebentar lagi mereka memiliki Nyonya rumah. Mikaela yang melihat makanan yang sangat banyak berjejer di meja makan yang besar merasa semua ini agak berlebihan. Kenapa? Karena mereka hanya berdua! Kenapa makanannya sebanyak ini! “Wil, kenapa ini banyak sekali?” tanya Mikaela bingung. “Supaya kamu bisa mencicipi yang paling kamu sukai. Kalau tidak mau, pilih yang lain aja.” Ares dengan santai menjawab malah membuat Mikaela bertambah bingung. ‘Willy… tidak pernah berlebihan soal ini!’ bingungnya dalam hati. “Kamu… mau makan apa? Kalau orang yang sedang masa pemulihan, harus banyak sayur! Juga su.su dan buah! Aku buatkan ya!” Ares dengan sigap membuatkan makanan Mikaela. Kalau Mikaela sih, bukan tipikal orang yang suka pilih-pilih makanan. Dia memerhatikan bagaimana usaha pria itu membuatkan makanan untuknya. Dia tersenyum kala melihat Willy (palsu) sedang berusaha memanjakannya. ‘Dia tak berubah! Selalu berusaha memanjakanku, kalau begini, aku akan menjadi istri yang sangat manja!’ batin Mikaela. Seusai membuatkan makanan untuk Mikaela, pria itu langsung duduk dengan wanita itu dan menyendokkan makanan itu untuk menyuapi Mikaela. Saat melihat itu, Mikaela lagi- lagi mendelik bingung dan menghetikan suapan dari Ares. “Kamu lupa sesuatu?” tanya Mikaela membuat Ares ikut bingung pula. “Apa? Kamu gak suka ya?” Ares bertanya balik karena berpikir makanan yang dia buatkan tak sesuai dengan selera Mikaela. “Kok kamu yang lupa? Kamu selalu ingatkan aku untuk berdoa sebelum makan! Kenapa jadi malah kamu yang lupa, sih?” jawab Mikaela membuat Ares tercengo. Apa tadi kata Mikaela? Berdoa? Ares saja sudah lupa caranya berdoa. Bukan itu saja, dia bahkan lupa kapan terakhir kali berdoa. Dan sekarang, Mikaela menyuruhnya berdoa? Dia merasa agak dipermainkan di sini. ‘Kenapa kau bisa se-religius itu, Simon? Kau sangat menyulitkanku!’ rutuk Ares karena dia merasa melakukan hal-hal yang berbau rohani hanya dilakukan oleh orang kolot. Bisa dibilang, pria ini agak ateis karena lebih mempercayai diri sendiri daripada Yang Di Atas. “Wil? Kamu kenapa diam?” Mikaela menyadarkan pria yang sedang berpikir keras itu. “Kita… berdoa masing- masing dalam hati ya?” Ares agak sedikit menawar. “Kamu yang pimpin doanya! Aku sudah rindu mendengarmu berdoa! Hehehe,” jawab Mikaela dengan sedikit cengiran dan hal itu malah menjadi malapetaka buat Ares. Kalau sudah begini, dia harus bagaimana? Apa yang harus dia katakan? Apa dia harus benar- benar berdoa? Tapi kepada siapa? Memangnya dia percaya pada Tuhan? Ares benar- benar bingung bukan main. “Willy? Aku sudah lapar, lho!” Mikaela malah semakin memaksanya. Pria itu tersenyum sambil melipat tangannya. ‘Berdoa itu begini kan?’ batinnya berusaha mengingat bagaimana cara berdoa. Pria itu akhirnya terpaksa berdoa dan berharap tak ada kata- katanya tidak salah. Dia hanya mengatakan,” Terima kasih atas makanannya, Ya Tuhan! Amin!”. “Ayo makan!” Ares menyuapi Mikaela lagi tapi wanita itu malah terkikik melihatnya. “Hihihihi! Kok doamu lucu sekali! Biasanya, kamu memulainya dengan ucapan syukur, bla-bla-bla tapi sekarang singkat, padat dan jelas! Kayak bukan kamu aja!” Perkataan Mikaela itu sangat menohoknya. Oh ayolah Mikaela, niat untuk berdoa bahkan sampai berkata-kata sudah sangat sulit buatnya. Wanita itu malah semakin bingung karena mendengar doanya. “Iya… karena kamu harus cepat makan dan supaya asam lambung kamu gak kumat,” jawab Ares hanya diangguki oleh Mikaela. Wanita itu menerima suapan Ares dengan senang hati. Sementara, para pelayan di situ malah kebingungan melihat Ares yang berdoa. Mereka bahkan mendengar suara pria itu berdoa. Mereka berpikir, ‘Apa dunia akan segera kiamat?’. Jelas saja mereka berpikir begitu, bukan? Mana pernah Tuan mereka itu berdoa sebelum makan. Sampai bersuara lagi! Mereka merasa majikan mereka ini sangat aneh di depan wanitanya itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD