“Amarah hanya akan memunculkan dendam baru.” Zeroun terus melayangkan tatapan penuh intimidasinya padaku. Aku tidak peduli banyak pasang mata menatap aneh pada kami saat ini. Aliran air mata ini tidak bisa kuhentikan. "Habiskan oatmealnya," titahnya pelan namun menekan. Mangkuk berisi oatmeal yang berada di hadapanku ini tiba-tiba menjadi satu-satunya hal yang membuatku mual. Namun, aku tidak mau memulai perdebatan dengan Zeroun. Dengan sangat terpaksa dan dalam kekalutan emosi yang berkuasa, aku menyuapkan sesendok demi sesendok oatmeal ini ke mulutku. Demi Tuhan, aku ingin sekali muntah. Berusaha menelannya seperti sedang berperang dengan dewa maut. Bebeberapa kali tenggorokanku tidak mau menerima makanan kaya serat ini dan ingin kembali mengeluarkannya. Beberapa kali pula aku har