Di hari pertama masuk pesantren, Sinar menjaga diri agar tidak bersikap berlebihan. Ia khawatir jika teman-teman barunya akan berpikir negatif tentang dirinya.
Sinar dan santri asrama Muhammad Al-Fatih lainnya pun duduk melingkar untuk mengakrabkan diri. Santri baru itu masih merasa bingung dan belum tahu banyak tentang Pondok Pesantren Al-Hasan Akmad yang menjadi tempat belajarnya sekarang.
"Berarti yang ada di kamar ini udah mau dua tahunan nya jadi santri? Kecuali Herlan yang baru mau masuk setahun," ujar Sinar memastikan, dan teman-temannya pun mengangguk.
"Oh iya, jadwal kita teh sekarang ngapain? Perasaan, kok, pada di kamar semua?" tanya Sinar.
"Enya, A. Ayeuna pan lagi jadwalna anak-anak Ibtidaiah yang lagi sekolah Diniah. Jam empat nanti baru selesai, habis itu kita sholat jamaah di masjid," tutur Gofur.
"Biasana santri baru mah di suru istirahat dulu, besoknya baru mulai aktivitas belajar seperti santri lainnya," ujar Sadi.
"Oh, tapi saya mah mau langsung ikut kegiatan aja atuh. Setidaknya bisa lihat-lihat santri lain dulu," tutur Sinar. "Oh iya, ari aula teh di mana? Perasaan tadi keliling belum lihat aula," imbuhnya.
"Alah iya. Eta majelis teh sebenarnya aula. Cuma bangunannya sengaja dibuat seperti masjid, jadi santri AHNU teh nyebutnya majelis, padahal itu aula," ungkap Gofur.
"Santri AHNU teh saha?" tanya Sinar.
"Santri Al-Husan Akmad atuh, A. Saha deui?" ujar Herlan.
"Oh, iya iya, disingkat gitu nya, hehe," ujar Sinar.
"Nya ngges atuh, A. Abdi rek nyeseuh, ngagoler heula wae. Habis sholat jamaah teh aya kegiatan bersih-bersih lingkungan pesantren, semua santri wajib ikut. Nah, beres itu baru makan sama persiapan sholat magrib," tutur Gofur.
"Oh iya, atuh, aku rebahan dulu," ujar Sinar. "Eh tapi kasur anu mana?" imbuh Sinar.
"Di situ, wae." Gofur menunjukan ranjang yang kosong di pojok sebelah kanan dan berdekatan dengan tempat tidurnya.
Sebelum Sinar melemaskan badannya di atas kasur, tak lupa pemuda itu merapikan baju-baju dalam ransel hitamnya dan meletakan pada lemari yang sudah disiapkan tepat di samping tempat tidurnya.
Sinar sekamar dengan Gofur pemuda asli Garut, Sadi asal Kuningan dan Herlan dari Cikampek. Belum satu hari bersama mereka, Sinar sudah merasa nyaman karena disambut dengan hangat oleh teman-teman sekamarnya.
Selesai membereskan baju-bajunya Sinar merebahkan badan dan meluruskan punggagungnya di atas kasur. Hati kecilnya masih terpikirkan tentang beasiswa kuliah di Universitas Al-ahzar Kairoh - Mesir, yang baru saja ia lepaskan.
Namun, pemuda itu berusaha untuk menerima dan menikmati lingkungan barunya di Pondok Pesanteen Al-Hasan Akmad. Awalnya Sinar berpikir abahnya akan mengirimnya ke pesantren yang tak jauh berbeda dengan tempatnya belajar dulu saat di Purwakarta. Ternyata pesantren yang akan menjadi tempatnya menuntut ilmu selama beberapa tahun ke depan ini jauh lebih baik dari yang ia bayangkan.
Mulai hari ini Sinar bertekad untuk belajar menerima takdir dan ketetapan Allah. Ia berpikir, mungkin beasiswa dan nilai tertinggi yang ia dapatkan semata-mata hanyalah ujian dari Allah Subhanahu Wa Ta'la agar dirinya bisa menjadi pribadi yang lebih sabar.
***
Bersambung....