Bangkit

1105 Words
Esha menatap rumahnya yang kini terasa kosong. Jenazah sang ayah sudah di kebumikan, tetangga dan sanak saudara sudah pulang ke rumahnya masing-masing. "Kak.. " Panggil Reza mendekati kakaknya. Esha berusaha tetap terlihat kuat di mata adik-adiknya. Tak ingin melihat ketidakberdayaan di mata adik-adiknya. Beruntung Reza dan Denias sudah mengerti dan terlibat ikhlas, tapi tidak dengan Asha,si bungsu yang baru mulai merasa kehilangan sosok ayah yang selalu mencarinya tiap pulang bekerja. "Ya Za.. " "Kak.. Bunda belum makan dari pagi, tadi bini Ina membawakan kita makanan. " Esha mendesah lalu memaksa senyummya pada sang adik, " Kamu ajak adik-adik makan ya, biar kakak yang bujuk bunda. " "Iya kak,bunda ada di kamarnya. " Esha mengangguk lalu bangkit menuju kamar bunda. Membuka tirai pintu kamar bunda yang tak tertutup pintunya,di lihat sang bunda duduk di tepi ranjang sambil memeluk pigura foto sang ayah. "Bun... " Lirih Esha. Buru-buru bunda Maryam menghapus air matanya. Lalu membenarkan posisi duduknya. "Ya sha.. " "Bunda belum makan dari pagi. " "Apa adik-adik sudah makan? " Tanya bunda Maryam. "Bun... " Lirih Esha, dia sangat tahu bagaimana perasaan bundanya, dan Esha yakin saat ini bundalah yang paling terpukul. "Sha... Ayah sha.. " Menghela nafasnya, " Bun.. Tuhan lebih sayang ayah. Dia ingin ayah berada lebih dekat dengannya. " "Tapi adik-adikmu masih membutuhkan ayah Sha.." Esha menggeleng," Sekarang tidak lagi, adik-adik, Esha, dan bunda lebih membutuhkan Tuhan." "Mereka masih terlalu kecil.. Bagaimana nanti kita ke depan." "Bun.. Jangan seperti ini, percayalah semua akan baik-baik saja. Kita pasti bisa melewati ini bersama. " Bunda Maryam menangkup pipi putri sulungnya lalu membawanya ke dalam pelukanya. "Iya sayang,kita pasti bisa... " Esha sedikit lega setelah mendengar jawaban bundanya. Ia yakin pasti mereka bisa melewati cobaan ini bersama. "Kak,bunda..." Panggil Reza. Esha dan bunda Maryam menoleh ke arah pintu. "Ya Za..." "Di luar ada kak Diana dan om juga tante. " Esha mengangguk,Maryam segera membenahi sedikit penampilannya. "Kita temui mereka bun... " Bunda Maryam mengangguk setuju. . . Esha dan Diana kini duduk di teras. Sementara bunda Maryam dan kedua orang tua Diana duduk di dalam ruang tamu. "Sha.. Aku turut berduka cita ya." "Terimakasih Di.. " "Maaf baru bisa datang,papa sama mama baru pulang dari Singapura. " Esha tersenyum, "Terimakasih ya Di." "Apa kamu sudah memberi tahu Willy?" Tanya Diana. Esha menggeleng, " Lebih baik jangan Di... Dan aku harap kamu tak memberitahunya. " "Kenapa? " Esha menghela nafasnya lalu berjalan ke anak tangga dan menerawang jauh ke depan. "Aku sangat tahu dia Di, jika dia tahu pasti dia akan segera pulang saat ini juga. " "Tapi jika dia tahu nanti pasti dia akan merasa.." "Itu lebih baik Di, paling tidak di saat itu aku sudah benar-benar kuat, bukan berpura-pura seperti saat ini.Jika dia kembali saat ini, aku takut jika aku gagal untuk menjadi kuat di depan bunda dan adik-adikku. " Diana mendekat lalu memeluk sahabatnya itu. "Itu karena Willy benar-benar menyayangimu Sha.. " "Aku juga menyayanginya Di, maka dari itu aku ingin dia tak terbebani dengan apa yang terjadi padaku. " "Sha... " Lirih Diana mengeratkan pelukannya kepada sahabatnya itu. .................. Sudah satu bulan berlalu sejak kepergian sang ayah. Kini Esha dan sang bunda sudah mulai menata hidup mereka. "Sha... " "Ya bun..." Bunda Maryam mendesah, " Tabungan bunda makin menipis. Bunda harus cari kerja untuk biaya hidup kita ke depan, mau berapa lama kita bertahan dengan tabungan ini,Reza dan Denias sebentar lagi ujian.Kamu juga... " "Bun.. Bunda fokus saja ke adik-adik, jangan fikirkan Esha... " "Sha.. Bagaimana jika bunda dan adik-adik pindah ke kampung,paling tidak biaya hidup dan sekolah di sana tak semahal di kota." "Apa adik-adik akan setuju bun... " "Nanti bunda coba bicara sama mereka, kita ada rumah nenek di sana, rumah ini bisa kita kontrakan untuk tambahan modal untuk bunda usaha di kampung,bunda ingat nenek masih ada kios di pasar, bunda mau jualan di pasar nanti." Bunda Maryam membelai rambut panjang putrinya, " Kamu tak apakan jika kost dekat kampusmu? " Esha tersenyum," Iya bun.. Itu lebih baik, Esha juga akan sambil cari kerja sampingan sambil nunggu lulus, setelahnya Esha akan cari kerja dan bantu bunda untuk sekolah adik-adik." Sungguh bunda Maryam merasa beruntung memiliki putri seperti Esha, dia begitu dewasa dan bijaksana. "Terimakasih ya Sha,kamu sudah menguatkan bunda." Esha langsung memeluk bundanya penuh sayang, " Kita pasti bisa bun." "Iya sayang... " . . Seminggu kemudian Esha mendengar suara ketukan pintu yang sangat terburu-buru. Di lihatya jam di dinding menunjukan pukul 10 malam. Esha keluar kamar bersamaan dengan sang bunda. "Siapa Sha? " Esha memastikan pendengarannya, ini suara yang sangat ia kenali. Buru-buru Esha segera membuka pintu. "Sayang... " Tubuh Esha sedikit terhuyung ke belakang saat tiba-tiba seseorang memeluknya. Ragu-ragu Esha membalas pelukan itu sebentar sebelum ia melepasnya. "Kapan kamu pulang?" "Maafkan amu Sha, aku tidak tahu jika ayah.. " "Sha, ajak nak Willy masuk, jangan di depan pintu tak enak di lihat tetangga. " Tegur bunda Maryam pada keduanya. "Ah iya bun... " Melirik ke Willy, " Duduk dulu Will.." Willy mengangguk, segera ia duduk di kursi tanpa melepas genggaman tangannya pada tangan Esha. "Kenapa kamu tidak memberi tahuku soal ayah. "Tanya Willy. "Apa yang harus ke ceritakan Will, jika aku memberi tahukan padamu aku yakin kamu akan segera kemari, seperti saat ini, aku yakin bahkan kamu belum pulang ke rumahmu iya kan? " "Jelas,Sha..kenapa kamu tidak memberi tahuku?" Esha menggeleng, "Kamu harus fokus pada kuliahmu di sana, begitupun aku harus fokus dengan bunda dan adik-adikku." Willy mendesah,ternyata ia belum cukup di percayai untuk berbagi duka oleh kekasihnya ini. "Sekarang apa rencanamu? " Tanya Willy. "Apa? Tetap melanjutkan hidup, aku juga akan mencari kerja sampingan,aku harus membantu bunda membesarkan adik-adik. " Willy mengambil tangan kekasihnya untuk ia genggam. "Aku bisa membatumu untuk itu, tidak usah bekerja,kau fokus saja pada kuliahmu, aku bisa membantu biaya sekolah adik-adikmu. " Esha menatap lekat mata kekasihnya, " Apa maksudmu Will, jangan lakukan itu, kau tak perlu, mereka tanggung jawabku. " "Mereka juga tanggung jawabku,kamu kekasihku jadi sudah seharusnya aku... " "Kita hanya kekasih Will, apa yang terjadi di hidupku sekarang bukan tanggung jawabmu." Willy menggeleng, " Tidak aku tetap akan membantumu. " Esha melepas genggaman tangan Willy," Lebih baik kamu fokus pada kuliahmu, bukankah kamu berencana ambil S2 di Newyork? " Willy mendesah, " Ya tentu aku akan tetap fokus pada impian kita, maka ijinkan aku membantumu. Supaya kamu juga bisa fokus pada impian kita. " "Will, sudah aku bilang aku belum menjadi tanggung jawabmu, apa lagi adik-adikku. Mereka adalah tanggung jawabku. " Willy menunduk lalu menatap Esha penuh keyakinan. " Kalau begitu kita menikah. " Esha menatap tak percaya dengan apa yang Willy katakan, " M ... menikah? " . . myAmymy
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD