Tentang Hati

1129 Words
Esha merasa suasana berubah menjadi canggung,terutama saat semua mata tertuju pada Diana. "Papa itu apaan sih, lihat tuh Diana jadi merasa tidak enak sama Esha. " Tuan Pandu melirik Diana dan Esha bergantian. "Hahaha ... maaf nak Esha, om tidak tahu, karena om tahunya Willy itu dekat dari kecil dengan Diana. " "I-ya om, tak apa .... " Tante Sinta, ibu Diana mendekati Esha."Apa kabarmu Esha? Lama tidak main ke rumah?" Tanyanya. "Iya tante, sibuk persiapan ujian kemarin sama bantu bunda buat pesanan kue. " "Ah ya ... bagaimana kabar bundamu?" "Baik tente." Mereka semua akhirnya menuju meja makan untuk menikmati makan malam yang sudah tante Sekar,mama Willy persiapkan. Setelah makan malam, mereka semua duduk di taman belakang sambil berbincang. Memisahkan diri dari orang tua, Willy,Esha dan Diana lebih memilih duduk di pinggiran kolam renang dengan kaki mereka yang masuk ke air. "Kamu ingat Di, aku pernah mendorongmu ke kolam waktu TK. " "Ingat, kamu nakal sekali waktu itu, kamu tahu Sha, Willy saat kecil dia suka sekali memakai rok milikku." Esha membulatkan matanya tak percaya,"Benarkah? " "Please Di, jangan ceritakan soal itu." "No.. Dengar Sha, setiap kita berenang bersama,dia akan naik lebih dulu lalu mencuri rok atau gaunku dan memakainya..hahaha.. Lucu sekali. " "Owh sayang,jangan percaya itu. " Ujar Willy pada Esha. "Tapi sepertinya aku lebih percaya pada Diana Will... " "Kau lihat Will, pacarmu lebih mempercayai ku, makanya kamu jangan pernah berani padaku atau aku bongkar semua rahasiamu padanya. " Ujar Diana percaya diri lalu menggapit lengan Esha. "Oh sayang... " Rajuk Willy pada kekasihnya. Esha melirik jam di tangannya,"Will, ini sudah hampir jam 10.Aku harus pulang. " "Ah ya aku antar, Di kamu ikut ya. " Ajak Willy tapi Diana terlihat ragu. "Oh ayolah Di, aku tidak enak jika pulang malam hanya dengan Willy, apa kata tetanggaku. " "Ya baiklah." Esha pov Dia adalah Diana, sahabat masa kecil Willy, keluarga mereka juga cukup dekat. Jujur itu sedikit membuatku menjadi tidak percaya diri. Aku merasa mama Willy sangat menyukai Diana. Itulah kenapa aku menjadi merasa sangat kesulitan tiap kali kami bertemu. Mama Willy memang tak pernah mengucapkan kalimat pedas atau menentang hubunganku dengan putranya, tapi wanita cantik itu tak pernah mengajakku bicara seperti ia berbicara dengan Diana. Setelah berpamitan dengan yang lain, kini aku duduk di kursi penumpang samping Willy di dalam mobilnya, sedangkan Diana duduk di kursi belakang. Sepanjang perjalanan kami isi dengan obrolan seputar rencana kuliah kami. Willy dan Diana kuliah di kampus yang sama. Mengambil jurusan yang sama. Mereka memang mempersiapkan masa depan mereka sebagai pewaris perusahaan ternama.Lain dengan diriku. Jujur aku ingin sekali menjadi seorang Desainer. Seperti bunda yang dulu kuliah Desain,tapi beliau harus mengurungkan cita-citanya karena sebuah kecelakaan membuatnya kesulitan menggerakan jari-jarinya. Tapi sekarang bunda masih bisa sedikit menjahit meski sedikit kesulitan .Seperti dress yang ku pakai malam ini,Dress hadiah ulang tahun ku beberapa bulan lalu, yang di jahit sendiri oleh bunda dengan keterbatasannya. Tapi,aku tetap tak bisa menggantikan cita-cita bunda. Karena rencana masa depan yang sudah di rancang Willy untuk masa depan kami. Aku akan kuliah komunikasi dan sekretary. Kelak aku sendiri yang akan menjadi sekretaris Willy, seperti mama Willy yang menjadi sekretaris papa Willy dulu. Sepertinya om Pandu sangat mencintai tante Sekar. Bisa aku lihat bagaimana interaksi keduanya. Maka tak heran Willy begitu mengagumi kehidupan rumah tangga orang tuanya. Lalu apakah aku terima rencana yang Willy rancang untuk kami?Jawaban adalah Ya.. Aku rela melepas cita-citaku karena sejauh ini Willy begitu baik padaku, dia sangat tulus mencintaiku. Maka aku percaya impian yang ia bangun adalah untuk kebaikan kami kelak dan juga karena akupun mencintainya. Tak terasa mobil Willy sudah berhenti tepat di jalan depan rumahku. "Sayang,langsung istirahat ya. " Ujar Willy,kini kami berdiri di depan mobil Willy, aku tak memintanya mampir karena lampu di rumahku sudah padam. Sementara Diana sudah pindah duduk di kursi penumpang samping kemudi. "Iya, kamu hati-hati ya.. " Willy tersenyum sambil membelai rambutku. "Apa boleh? " Tanya Willy yang ku mengerti apa maunya. Dengan wajah bersemu aku pun menganggukkan kepalaku. Dengan lembut Willy mengecup keningku. Ah rasanya ini sangat romantis.Dia tak pernah meminta lebih. Bahkan kecupan di kening sangat jarang kami lakukan. Aku yakin kini pipiku sudah semerah tomat. Terlebih saat ku lihat Diana memalingkan wajahnya ke arah lain. Ah aku malu sekali. "Mimpiin aku ya.. " Aku hanya mengangguk kecil seraya melambaikan tanganku. "Aku akan pergi setelah kamu masuk rumah. " Ujar Willy. Lagi aku mengangguk lalu berbalik untuk masuk ke dalam rumah. Ku intip kepergian mobil Willy dari balik tirai jendela ruang tamu. Setelah di pastikan mobil Willy sudah pergi,aku berbalik dan bersandar di pintu sambil memegang dadaku. Dia Willy, laki-laki yang sangat baik, sopan dan tampan. Aku mencintainya. .................. Waktu terus berlalu,hingga tak terasa kuliahku sudah masuk semester 5.jika tak ada halangan maka tinggal menunggu 3 semester lagi untukku lulus. Sejauh ini hubunganku dengan Willy masih berjalan lancar,begitupun kuliah kami. Saat ini Willy tengah mengikuti pertukaran mahasiswa ke London dan sudah sebulan kami tak bertemu. Rasanya aku sangat merindukannya. Selama menjalin hubungan kasih dengannya, kami tak pernah berpisah sejauh dan selama ini. Tapi kami tetap harus bersabar. "Sha... " Panggil bunda membuyarkan lamunanku di dalam kamar. "Ya bun.." Aku langsung keluar. Betapa kagetnya aku mendapati bunda bersimbah air mata. "Bunda kenapa? " Setahuku ibu tadi pergi untuk berkeliling kampung menjajakan kue buatannya seperti biasanya. "Ayahmu Sha... Ayahmu... " Lirih bunda Maryam. "Ayah kenapa bun?" Tanya ku bingung, terlebih melihat kondisi bunda yang makin melemah. Tak lama datang seorang polisi dan juga seorang petugas desa ke rumahku. "Apa benar ini kediaman bapak Rama Farzoni? " "Benar pak, ada apa ya? " Kulirik bunda yang makin melemah duduk di kursi kayu ruang tamu kami. "Sha.. Sabar ya.. Ayah kamu mengalami kecelakaan,sekarang jenazahnya masih di rumah sakit. " Ujar pak Junari seorang perangkat Desa. Aku langsung terhunyung ke belakang hingga punggungku membentur dinding. Kakiku lemas hingga tak kuat menopang tubuhku. Aku luruh ke lantai. Ku tatap bunda yang terdiam tanpa tangis, tapi jelas kulihat tatapannya kosong. Sementara ku lihat ke dua adikku yang berdiri mematung, Asha yang masih terlalu kecil,juga Denias yang sangat dekat dengan Ayah. Entah mereka mengerti apa tidak dengan apa yang baru saja mereka dengar tadi. Aku tak boleh lemah, mereka membutuhkanku. Belum adikku Reza, dia sebentar lagi akan menghadapi Ujian SMPnya. Bagaimana caraku menguatkan mereka jika aku ikut lemah seperti bunda. Aku tahu bunda pasti lebih merasa kehilangan dari pada kami. Ayah yang ia harapkan menjadi teman hidupnya hingga renta, nyatanya harus pergi meninggalkan dirinya lebih cepat. Bunda sangat mencintai ayah. Dia pasti sangat terpukul, aku harus kuat demi mereka. Ku hapus airmataku,kuatkan hatiku, ku tarik nafas dengan dalam lalu ku hembuskan perlahan.Ku paksakan kakiku untuk berdiri,aku tak boleh lemah saat ini. "Baik pak, mohon bantuannya untuk mengurus segala sesuatunya." Pintaku  pada pak Junari agar membantuku mengurus prosesi pemakaman ayah. . . myAmymy
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD