Keputusan

1182 Words
Esha masih terpaku dengan apa yang Willy katakan padanya.Sementara Willy setia menanti jawaban dari kekasihnya. Memandang wajah Esha, mengambil tangannya untuk ia genggam Willy menanyakan kembali pada kekasihnya itu yang jelas sekali terlihat bimbang. "Sha... menikahlah denganku agar aku bisa menjagamu dan adik-adikmu. Kamu fokus saja dengan pendidikanmu agar segala impian kita nanti berjalan sesuai rencana." Ujar Willy membujuk sang kekasih hatinya. Esha melepas genggaman tangan Willy lalu menatap ke depan,"Menikah itu tak semudah yang kita bayangkan Will,Menikah itu bukan hanya menyatukan sepasang kekasih ke dalam ikatan resmi bernama pernikahan,tapi juga keluarganya. " Ujar Esha yang sebenarnya dia masih meragukan restu dari mama Willy. "Apa yang kamu fikirkan sayang, Bundamu merestui hubungan kita selama ini, begitu pula papa dan mamaku. " Ucap Willy yakin. Esha menatap mata Willy yang jelas sekali terlihat yakin tapi Esha tidak, dia tak yakin akan itu. Kedua orang Diana saja sudah datang untuk mengucap bela sungkawa pada keluarganya tapi tidak dengan Tuan dan Nyonya Pradana. Esha tak yakin jika mereka tak mengetahuinya. "Maaf Will,aku belum bisa, lebih baik kamu fokus dengan pendidikanmu itu lebih baik. Soal adik-adikku kamu tak perlu khawatir,kami memiliki rencana sendiri. " Willy kembali mengambil tangan kekasihnya,"Apa kamu tak mencintaiku Sha, kenapa kamu menolak lamaranku? " "Tidak, bukan seperti itu. Aku mencintaimu tapi untuk menikah sekarang ini bukan waktu yang tepat,mengertilah dan aku mohon percayalah padaku aku dan adik-adikku akan baik-baik saja. " "Kamu tak percaya padaku Sha?" "Tidak bukan seperti itu.Aku..." Willy berdiri, " Aku serius denganmu, besok aku akan datang kembali dengan papa dan mama, aku pulang dulu." Tanpa menunggu jawaban Esha, Willy berlalu meninggalkan rumah Esha. Sementara Esha memegang kepalanya,ia merasa bingung,Willy terdengar serius dengan ucapannya. Menikah, dia ingin itu impian mereka berdua. Bersama selamanya tapi kalau untuk saat ini, Esha rasa belum waktunya. Pertama,dia ingin fokus pada keluarganya.Mereka harus bangkit setelah terpuruk karena kepergian ayah.Dan untuk itu dia ingin berdiri di kaki sendiri. Kedua,Esha merasa masih mengganjal di restu mama Willy.Dan jika Esha menerima lamaran Willy,Esha takut orang akan menganggap jika Esha memanfaatkan Willy untuk hidup lebih baik. Jelas terlihat kesenjangan sosial di antara mereka, untuk itu Esha belajar begitu sungguh-sungguh ia ingin mendapatkan nilai terbaik agar dia memiliki nilai plus,Esha menyetujui permintaan Willy untuk mengambil jurusan sekretaris agar mama Willy menyetujui hubungan mereka karena latar belakang mama Willy yang juga adalah sekretaris papa Willy. Tapi untuk sekarang Esha rasa ini bukan waktu yang tepat. Ia harap Willy mau mempertimbangkannya kembali. ..... "APA... " Kaget Sekar,mama Willy. Pagi ini, di saat sarapan, putranya mengutarakan keinginannya untuk melamar kekasihnya Esha. Putranya ingin menikahinya. "Iya ma, pa.. kalian setujukan? Willy mau menikahi Esha sekarang, tidak maksudku secepatnya." Ujar Willy lagi. "Kenapa tiba-tiba? " Tanya Pandu. Sementara Sekar istrinya masih dilema. Jujur ia tak menyukai Esha, ia sabar selama ini karena ia sangat sayang pada putranya dan tak ingin membuatnya kecewa. Ia pikir biarlah namanya anak muda, toh nanti suatu hati akan putus di tengah jalan, tapi apa yang putranya katakan barusan sungguh membuatnya kaget bukan main. Apakah pada akhirnya dia harus menyerah dan menerima Esha sebagai menantunya? "Iya pah, harus. Pa, Esha baru kehilangan ayahnya,dan sekarang hidup adik-adiknya hanya bergantung pada bunda Maryam." "Ya, papa mengerti itu pasti berat membesarkan 4 orang anak, terlebih katamu bundanya hanya ibu rumah tangga biasa." Willy mengangguk, " Maka dari itu Esha berniat mencari pekerjaan dan Willy tidak mau itu.Itu pasti akan mempengaruhi kuliah Esha. " "Ya sudah kita bisa membantu keuangan mereka.Jadi kalian tidak perlu buru-buru menikah, iya kan pa? " Bujuk Sekar. "Iya mama benar,papa tidak masalah mengeluarkan uang untuk sekolah mereka, anggap saja kita beramal seperti biasanya." "Tapi Esha tidak mau ma, pa.. pokoknya Willy mau lamar Esha dan nikahi Esha secepatnya.Papa sama mama nanti malam ikut Willy ke rumah Esha untuk melamar Esha." "Willy sayang, kamu fikirkan baik-baik sekali lagi, kalian masih muda,menikah itu berbeda dengan pacaran, ada banyak tanggung jawab di dalamnya. " Bujuk Sekar sekali lagi. "Tidak ma,pokoknya Willy mau menikah secepatnya." Putus Willy. "Ya sudah ma, kita ikuti saja kemauan mereka." Putus Pandu pada akhirnya juga.Pandu adalah orang yang paling tidak suka berdebat karena menurutnya itu buang-buang waktu. Karena pada saat berdebat semua orang ingin pendapatnya lah yang paling benar,dan mereka sama-sama kekeh mau orang lain harus menerimanya. "Wih, papa emang the best.. sohib kita pa.. " Sekar mendesah pasrah jika kedua lelakinya sudah kompak seperti itu ia tak punya pilihan lain selain setuju. Sekar melihat raut bahagia di wajah putranya membuatnya mau tidak mau ikut mengangguk saja. Bagi Sekar yang paling penting adalah kebahagiaan putra semata wayangnya itu. ......... Esha baru saja pulang dari berkeliling mencari kerja sampingan.Rupanya mencari pekerjaan di saat dirinya belum lulus kuliah itu bukan pekerjaan yang mudah. Yang perusahaan lihat adalah ijazah terakhirnya. Esha menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi kayu di ruang tamunya. Tanganya mulai menyeka keringat yang keluar dari keningnya. Demi menghemat uang Esha memilih memakai angkutan umum dan itu artinya Esha harus berjalan cukup jauh dari ia turun di jalan raya. Sementara komplek perumahanya berada cukup jauh dari jalan utama. "Sudah pulang nak. " Sapa Maryam melihat putrinya sulungnya. Eaha mencium tangan sang bunda, " Iya bun.. adik-adik mana? kok sepi? " "Asha sedang mandi, Denias seperti biasa main bola, kalau nanda sedang les privat. " Esha mengangguk, " Esha makan dulu ya bu baru mandi nanti,lapar sekali nih. " "Ya sudah sana, nanti gantian sama Asha mandinya. " "Iya bun... " Esha bangkit ke kamarnya untuk meletakkan tasnya lalu menuju meja makan di mana sang bunda sudah menyiapkan makan untuknya. "Terimakasih bunda.. " "Iya sayang. " Maryam duduk di depan Esha seraya memperhatikan putrinya yang terlihat sekali lelahnya. "Bagaimana Sha?Sudah dapat pekerjaan sampingannya? " Tanya Maryam. "Belum bun,besok Esha coba lagi. " "Ya sudah jangan terlalu memaksakan diri. " "Iya bun, bunda tidak usah khawatir gitu. " "Kak Esha sudah pulang?" Tanya Asha yang baru saja selesai mandi. Esha menggeleng"Asha sudah berapa kali kakak bilang, kalau mandi bawa baju ganti sekalian. Kamu itu perempuan harus berhati-hati. " "Iya kak, Asha lupa. " "Ya sudah Esha langsung mandi ya bun, keburu malam. " Maryam mengangguk sambil membereskan piring bekas putrinya. "Eit bun, sini piringnya.. Esha bisa sendiri." "Sudah mandi saja sana, keburu malam. " . . Jam menunjukan pukul 7.30 malam. Esha menatap bingung pada 3 orang yang berada di depannya. Rupanya Willy tidak main-main dengan ucapannya kemarin.Dia benar-benar membawa orang tuanya datang kemari untuk melamarnya. "Jadi bagaimana jawabannya nyonya Maryam atas lamaran putra kami, seperti yang kita tahu mereka sudah berpacaran cukup lama. " "Maaf tuan Pradana, saya tidak bisa memutuskan,saya tahu nak Willy pemuda yang baik, tentu saya akan sangat senang jika dia berjodoh dengan putri saya,tapi kembali lagi keputusan ada di tangan putri saya karena dia yang akan menjalaninya." Semua menatap penuh harap pada Esha yang kini masih menunduk. Willy memandang kekasihnya.Ia sangat tahu jika kekasihnya itu masih ada keraguan. Tapi Willy tak ingin Esha sampai menolaknya. "Sha... " Lirih Willy membuat Esha mendongak menatapnya. "Bagaimana? " Tanya Willy sekali lagi dengan penuh harap. Esha menatapnya ragu-ragu,apa keputusan yang akan dia ambil adalah keputusan yang tepat,bukan hanya untuk saat ini tapi jauh ke depan. "Esha.... " . . myAmymy
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD