KONFLIK SUPERISTIS IMAJINASI CINTA

1045 Words
Karena ku melihat si dosen keren lainnya ada juga yang menyuarakan pendapatnya serta bersuara, dan tidak lama kemudian seluruh isi ruangan dosen DKM pun menjadi penuh, baik yang sudah ada di ruangan maupun yang baru datang. Terutamanya dosen-dosen yang baru datang tadi, dan tentu mereka-mereka tidak mengetahui jikalau pada saat ini tempat duduk dan meja kami-kami pun menjadi berkonflik. Ada yang menatap dengan begitu sinis dan ada juga yang bertingkah seperti mencari sekutu saja terlihatkan. Padahal ruangan ini adalah ruangan untuk bersantai sembari mempersiapkan pengajaran, namun dengan adanya konflik ini, maka tentu fokus mengajar pun menjadi berkurang. Entah berkurang karena apa diriku tak tahu, namun yang jelas perasaanku pada Paliv tadinya seperti telah menghilang secara tiba-tiba saja. Maka beratku pun tidak begitu terasakan lagi. Kemudian para dosen-dosen lainnya pun masuk dan menyapa kami-kami semua yang ada di ruangan. Ada dosen baru dan keren namun ada juga dosen yang telah senior. Dengan ramah mereka-mereka menyapa kami semuanya. "Tok tok tok, salam, selamat pagi semuanya," ujar dan sapaan dosen-dosen keren yang ada dan baru saja tiba, lalu yang lainnya pun mulai masuk juga secara bergantian. "Ya, salam juga, silakan masuk dan apa kabarnya,?" ujar dan tanya salah seorang dosen keren lainnya yang ada di ruangan pada saat ini. "Alhamdulillah ya Dosen, min ayna anta,?" tanya seorang dosen keren di ruangan dengan menggunakan Bahasa Arab kepada dosen yang baru saja masuk itu. "Evet, merhaba salam günaydın," ujar dosen keren lainnya yang masuk dan menyalam secara bergantian. "Saludos, Buenos Dias a todos," ujar dan salam dosen lainnya dan berlalu masuk. "Guten Morgen allerseits," ujar dan sapa dosen lainnya dan bergantian masuk ke dalam ruangan. "Good morning everyone, how are you,?" ujar dosen lainnya dan berlalu masuk juga. "Salam, Selamat pagi apa Khabar,?" ujar dosen lainnya menggunakan Bahasa Melayu, dan bahkan ada juga yang menggunakan Bahasa Jawa, Padang dan lainnya. "Доброе утро, всё как дела сегодня,?" ujar dosen lainnya sembari berlalu masuk. "Joheun Achimimnida, Annyeong haseyo," ujar dan sapa dosen lainnya dan mereka pun berlalu masuk serta duduk. "Ohayou gozaimasu," ujar sapaan dosen lainnya juga. "Weleh-weleh, selamat Pagi semuanya, apa kabare sampeyan semua e," ujar dan sapa dosen lainnya. "Selamat pagi semuanya," ujar dosen lainnya dan biasa saja. "Ondeh Mandeh, salamaik pagi samua, apa kabanyo," ujar dan sapa dosen lainnya menggunakan Bahasa Padang lalu berlalu masuk dan duduk. Mereka-mereka tentu tidak mengetahui bahwa sekarang ini sedang ada konflik tempat duduk, namun dengan kehadiran mereka-mereka yang beragam, tentulah membuat suasana ruangan menjadi lebih terasakan. Diriku mengucapkan salam juga namun dalam hati saja, karena kupikir tempat duduk saja sudah cukup pelik, maka lebih baik diriku menyimak dan mendengarkan saja mereka-mereka masuk dan menyapa. Ada yang tertampak senang dan ada juga yang biasa-biasa saja, sehingga cukup komplit di pagi hari yang beranjak meninggi ini. Diriku tidak begitu tahu dan mengenal mereka-mereka semuanya, karena memang beragam-ragam dan jadinya ku dengarkan saja. Baru saja mereka menyapa masuk dan kemudian duduk di meja-mejanya masing-masing, lalu tidak berapa lama setelah itu ada juga dosen lainnya yang mengatakan cukup keras mengenai masalah meja dan tempat duduk tadinya. Padahal kupikir dengan hadirnya mereka-mereka akan membuat suasana menjadi mencair namun tidak sepertinya, malahan membuat suasana menjadi bertambah pelik saja kurasakan dan kulihat. Karena mereka baru saja masuk dan duduk, lalu ada seorang dosen yang menyindir dengan begitu keras, sehingga membuat dosen lainnya pun menjadi menatap langsung sejenak. "Wah-wah, selamat pagi semua Pak, awas nanti di suruh pindah juga ke kursi dan meja-meja lainnya," ujar dan seruan seorang dosen yang menyindir karena suasananya masih sangat panas. "Loh, kenapa Pak, memangnya kenapa, apa tidak boleh duduk-duduk disini,?" ujar dan tanya salah seorang dosen yang baru saja masuk tadinya dengan heran. Lalu si dosen yang menyindir tadi malah diam ketika sindirannya ditanggapi, akan tetapi ku tidak menghiraukan dan ku melihat saja handphoneku sembari berselancar di internet. Mereka ada yang berdiskusi dan ada juga yang tertampak keheranan. Ada yang berbisik-bisik dan ada juga yang terlihat sibuk. Ruangan dosen DKM ini memang dikenal fleksibel sampai-sampai tempat duduk pun juga menjadi ikut bandel. Namun walaupun begitu ruangan ini telah banyak menghadirkan kenangan dan juga kesan-kesan. Walau tidak semuanya senang dan bahagia, akan tetapi ada juga sedihnya dan bahkan dukanya. Lalu tidak lama kemudian masuk lagi seorang dosen lainnya kedalam ruangan dan menyapa. Namun kali ini cukup berbeda karena dirinya tertampak sangar dan juga pendiam. Karena dirinya tertampak sangar dan begitu juga dengan sapaan dan seruannya. Ternyata si dosen sangar menyeru kepada salah satu dosen yang baru saja hadir tadi dan menyuruh juga untuk pindah ke meja lainnya, ternyata yang disuruh tadi adalah dosen yang baru hadir tadinya. Tidak hanya diriku saja akan tetapi yang lainnya pun jugalah begitu, begitu merasakan juga seruan untuk pindah ke meja-meja lainnya, diriku melihat dan mendengarkan saja apa-apa yang mereka perbincangkan. "Bukannya tidak boleh, tetapi itu meja saya," ujar dan seruan dosen sangar tadi menyeru dosen baru itu. "Oh begitu, kalau memang meja Bapak, ya silakan Pak," ujar dosen yang baru hadir itu dan kemudian dirinya beranjak berdiri mencari meja-meja lainnya. Disaat ini kuingin rasanya tersenyum namun telah bercampur dengan sedih maupun juga gundah gulana, manakala mereka-mereka merasakan seperti itu dan hampir sama seperti diriku ini. Bahkan dosen-dosen yang baru hadir tadi pun terasakan cukup emosi mendengar seruan si dosen sangar tadi dengan keras seraya mengatakan untuk pindah ke meja lainnya. Pak Mar pun sampai-sampai keheranan ketika kulihat matanya melirik-lirik jikalau saja mereka cek-cok ataupun semacamnya. Walaupun ruangan ini ramai akan tetapi ku menjadi gelisah karena tempat duduk. Seharusnya mengajar dan belajar itu menjadi menyenangkan akan tetapi dengan keadaan ini, semuanya seperti berubah menjadi lebih egois dari pada biasanya. Menjadi lebih dramatis dan juga superistis dari kejadian sebelumnya. Sebelumnya memang ada yang cek-cok bahkan sampai-sampai saling tonjok, mungkin saja dalam bayanganku. Sebagaimana yang namanya konflik, mendengar ceritanya saja sudah membuat diri ini cemas dan bahkan sampai merinding. Karena Pak Mar dan mereka-mereka yang lainnya pun pernah bercerita jikalau tempat duduk ini sungguhlah rentan, bahkan saking rentannya, mejanya bisa sampai retak dan kursinya pun jugalah begitu. Begitu keras sampai-sampai si dosen sangar tadi membalas lagi celetukan si dosen baru yang disuruh pindah tadinya. "Apa kamu bilang, tak usah menceletuk begitu kamu, saya dengar ini,!!" ujarnya si dosen sangar. Kemudian si dosen baru tidak menghiraukan dan mencari meja baru lainnya. Namun tentu dirinya mungkin terasakan tidak enak mendengarnya, karena ini adalah konflik superistis.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD