PERASAAN PALIVA DAN TEMPAT DUDUK

1036 Words
Cukup lama juga ku terdiam dan duduk-duduk di sebelahnya Pak Mar pada saat ini, walaupun ku senang karena baru saja pulang dari beribadah, akan tetapi perasaanku tidaklah merasakan senang. Bahkan sungguh jauh dari apa yang kupikirkan dan kudambakan. Namun sepertinya keinginan si Paliv mungkin berbeda denganku, sehingga jadinya ku tidak bisa berbuat apa-apa. Apalagi memikirkannya lagi, karena pada saat ini pikiran dan hatiku pun telah kosong, bagaikan ruangan yang ramai namun hambar saja dan tiadanya berselera. Suara hiruk pikuk mahasiswa dan mahasiswi diluaran pun seperti tiada terdengarkan Lagi. Lagi pula diriku pada saat ini telah berpikir jauh kedepan, walau ku tak tahu kedepannya nanti akan seperti apa. Mungkin saja ku bisa melalui ini semua karena pada saat ini perasaanku telah begitu kosong, apapun yang kulihat dan kudengarkan dari mereka-mereka seperti biasa saja. Namun ku tidak ingin tahu apalagi mengusiknya, maka dari itu kuanggap dirinya si Paliv telah berlalu dari pikiranku dan juga perasaanku pada saat itu juga. "Lalu bagaimanakah dengan kamu Ker, Apa selanjutnya rencanamu,?" tanya beliau Pak Mar dengan cukup senang karena diberi oleh-oleh. "Tidak ada Pak, seorang yang saya sukai sudah menikah, nanti saya pikirkan dahulu," ujarku padanya sembari membayang. Tentu ku memikirkan apa yang akan kulakukan berikutnya, sembari duduk-duduk kemudian ada seorang dosen yang menyuruhku untuk pindah tempat duduk ke meja lainnya. Sebagaimana yang ku ketahui meja dan tempat duduk ini selalu saja menjadi problema walaupun tidak begitu terlihatkan. Namun perasaanku pada saat ini cukuplah panas terlebih lagi mendengar berita dari Pak Mar tadinya. Sehingga ku menjadi sedikit emosi, walau bagaimanapun diriku hanyalah dosen keren biasa dan tentu ku tidak mempermasalahkan itu. Akan tetapi si dosen lainnya itu mengatakan dengan cukup tegas dan seperti tidak bersahabat. Karena dia baru saja datang dan lalu dirinya menyapa dan langsung menyuruhku untuk pindah ke meja lainnya. "Halo, salam, selamat pagi," ujar sapaannya si dosen itu. Kemudian dirinya berlalu berjalan menuju mejaku seraya mengatakan. "Permisi, itu meja saya Pak," ujarnya. "Wah, Anda siapa ya,?" tanyaku heran namun ku beranjak berdiri. Dirinya tidak menjawab ketika ku tanyakan dan lalu ku berdiri mencari meja-meja lainnya. Akan tetapi dirinya menatapku dengan sinis seperti apa saja. Pak Mar pun mengetahui namun dirinya tetap diam saja dan tak banyak kata-kata. Kemudian ku duduk-duduk lagi yang tak jauh dari meja mereka tadinya. Namun baru saja ku duduk dan ternyata ada seorang dosen lagi yang masuk dan menyapa. Namun lagi-lagi juga si dosen yang baru datang itu menyuruhku untuk pindah lagi ke meja lainnya, karena dirinya bilang itu adalah mejanya. Tentu perasaanku menjadi semakin emosi saja kurasakan. Terlebih lagi wanita yang kusukai telah menikah dan kini tempat dudukku pun menjadi tak beraturan, begitu jugalah dengan perasaan dudukku. Namun ku cukup senang karena Pak Mar sedikit membelaku dengan menanyakan kepada mereka-mereka. Mengapa kursi dan tempat duduk itu selalu saja dipermasalahkan, tentu dirinya pun jugalah heran kepada mereka-mereka. Sampai-sampai dosen-dosen lain yang ada di ruangan pun menjadi menatap kami semua dengan heran juga. Lalu Pak Mar berkata kepada dua orang dosen yang baru saja hadir itu. "Mengapa Pak meja itu selalu saja dipermasalahkan, biarkan saja Pak Keri duduk-duduk disana,!" ujar dan seruannya Pak Mar. Namun nampaknya si dua orang dosen yang baru hadir tadi sepertinya tidak begitu menyenangi suara dan ujaran dari Pak Mar tadinya, sehingga mereka pun menjadi cukup emosi. Mungkin karena sudah dua kali diriku pindah duduknya pada saat ini, sehingga membuat Pak Mar menjadi tidak enakkan kepadaku. Lantas kemudian dua orang dosen tadi pun menjawab ujaran Pak Mar dengan keras. "Kenapa ya Pak, ini kan meja saya," ujar si dosen yang satunya. "Iya, kenapa Pak, ada yang tak suka apa,?" tanya dosen yang satunya terdengar cukup keras. "Bukan begitu, santai sajalah dan tak usah seperti mengusir begitu jika menyuruh pindah," ujarnya Pak Mar. Sepertinya Pak Mar cukup perduli dan diriku pun jugalah mengerti kepadanya, karena beliau dahulunya juga pernah bercerita jikalau dirinya pernah juga merasakan seperti yang ku alami pada saat ini. Namun kedua dosen itu tampaknya seperti tidak suka mendengar ucapan dari Pak Mar tadinya, sehingga mereka tertampak kesal. Karena ku tidak ingin mereka-mereka berdebat dan kemudian ku mencari lagi meja-meja lainnya, lalu ku katakan kepadanya. "Biar, tidak apa-apa Pak Mar, saya duduk di meja lainnya saja,!" ujar dan seruanku padanya. Akan tetapi dosen-dosen yang baru saja hadir itu tampaknya tidak begitu perduli dan bahkan mereka berkata kepadaku dengan keras. Tentu ku jawab saja seadanya karena ku tidak ingin menjadi pelik dan rumit hanya karena tempat duduk saja, padahal hari ini saja diriku sudah cukup rumit perasaanku ketika mendengar si Paliv yang tiba-tiba saja menikah. Ditambah lagi dengan adanya permasalahan tempat duduk ini yang membuatku menjadi tak tentu menentu, namun Pak Mar nampaknya juga cukup panas mendengar mereka yang berkata seperti itu. "Tak apa-apa Ker, santai saja, di ruangan ini kan mejanya banyak dan tidak tertulis mejanya siapa," ujarnya menjelaskan. "Tidak apa-apa Pak, saya juga baru disini, jadi saya tidak mengetahui jikalau begini," ujarku. Diriku tidak mengetahui jikalau begini jadinya sehingga ku tidak dapat menebak-nebak, bahkan terkadang diriku cukup kaget sampai-sampai syok bilamana ku sedang duduk dan langsung berpindah ke meja-meja lainnya. Karena mendengar kami-kami cukup keras dalam berkata pada saat ini, dosen-dosen yang lainnya pun juga ikut bersuara dan menyuarakan pendapat mereka. Ada yang mengatakan bahwasanya hal ini tidak mesti dipermasalahkan dan ada juga yang mengatakan bahwa hal ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Jadinya ku mendengarkan saja mereka-mereka mengoceh dan mengomel-ngomel tatkala meja dan kursi mereka di duduki oleh si dosen keren, mungkin bukan hanya diriku saja namun yang lainnya pun jugalah begitu. Begitu merasakan bahkan sampai-sampai ada yang bersengketa mungkin namun ku tak tahu tepatnya seperti apa, karena diriku baru saja pulang dari beribadah, sebelas dan dua belas hari itu rasanya sudah cukup lama. Sehingga ku tak tahu apa saja perkembangan yang ada selama hari-hari itu. "Iya, saya juga sering seperti itu," ujar dosen-dosen keren lainnya. "Iya, saya juga pernah Pak, bahkan saya sampai disuruh mencari kursi lain diruangan lainnya," ujar dosen keren lainnya. "Ah, sudah-sudah, kalian ini, kenapa membahas ini," ujar dosen lainnya yang berkata dan tak ingin membahas tempat duduk ini. Diriku diam saja mendengarkan mereka-mereka saling berkonflik satu sama lainnya, namun pada saat ini hal itu tidak begitu kuhiraukan karena perasaanku terasakan seperti kosong, dan si Paliv pun telah menikah sehingga ku terdiam, dalam diam ku terbayang-bayang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD