Miko sudah berada di rumah sejak pukul tiga sore lalu. Ia sengaja pulang lebih awal karena tidak ada lagi pekerjaan. Sebagai bos ia bebas menentukan jam kerjanya.
Pria berdarah Jepang itu duduk di taman depan rumah, merenung sambil menyusun rencana untuk mendekatkan Dimas dan Ida. Ia tidak akan langsung menyampaikan maksudnya kepada Dimas karena ia yakin seratus persen jika suami tercintanya itu akan menolaknya mentah-mentah. Begitu pun kepada Ida, Miko tak akan menyampaikan maksudnya. Ia tak ingin membuat sekretarisnya terkejut. Kalau Ida menolak bisa-bisa ia kehilangan sekretarisnya. Miko masih punya cara lain untuk mendekatkan keduanya.
Beberapa hari ini ia selalu memikirkan percakapan sekretarisnya itu, pernyataan dirinya rela menjadi istri kedua ustadz. Suaminya itu kan bukan Ustadz.
Pikirannya buyar saat ada sosok wanita muda berjalan ke arahnya.
Tampak sosok seorang gadis cantik jelita dengan tubuh semampay bak model,kira-kira berusia 20
tahun datang di kediaman Dimas dan Miko.
Kehadirannya cukup mengejutkan karena Miko sama sekali tak mengenalnya, melihatnya pun rasanya tak pernah. Mungkin tetangga baru. Pikirnya.
"Cari siapa ya, Dek?" Miko berdiri menyambut kedatangannya, bertanya penuh selidik. Menatapnya dari ujung rambut sampai ujung kaki.
"Apa benar ini rumah Bang Dimas?" Gadis di hadapan Miko bertanya ragu.
"Iya. Benar," jawab wanita bermata sipit itu dengan debaran jantung yang tak karuan. Perasaan hatinya mendadak tak karuan.
Miko mengerutkan keningnya. Untuk keperluan apa gadis itu mencari suaminya. Pake sok akrab memanggil Dimas dengan sebutan Abang. Itu kan panggilan sayang di keluarga. Apa jangan-jangan...
Pikiran buruk seketika memenuhi isi kepalanya.
"Mbak istrinya?" tanyanya lagi dengan tampang menerka-nerka.
"Kalau boleh tahu kamu siapa?" tanya Miko. Ia tidak langsung menjawab dua pertanyaan gadis itu. Pikiran Miko jadi tidak enak. Ada hubungan apa antara gadis itu dengan suaminya. Lagi-lagi perasaan khawatir jika sang suami selingkuh semakin besar.
"Perkenalkan, nama saya, Devi." Gadis cantik itu memperkenalkan dirinya.
"Oh..." Lagi-lagi Miko menatapnya penuh selidik. Ada yang tidak beres dari raut wajahnya. Devi sepertinya senang menahan emosi. Percampuran sedih dan kesal.
"Saya mau bertemu dengan Dany," ucapnya lagi to the point. Ia menghela nafas panjang di akhir kalimatnya.
"Dany?" Miko semakin heran. Ternyata orang yang dicari Devi bukan suaminya, Dimas. Melainkan adik iparnya yang bernama Danu Hadiwijaya. Lantas mengapa gadis itu bisa tahu jika Dany sedang berada disini. Ada hubungan apa ia dengan adik iparnya.
"Iya. Saya mencari Dany, Mbak." Ia mengangguk. Matanya langsung berembun.
"Kamu siapanya Dany?"Miko bertanya penuh selidik. Ia semakin penasaran dengan hubungan antara Dany dan Devi.
Pikiran buruk langsung hinggap di kepala Miko apa mungkin ini partner ONS nya Dany. Tapi dilihat dari penampilannya seperti dia gadis baik. Lagian masa iya sih adik iparnya yang baru keluar SMA itu melakukan perbuatan asusila.
Hening beberapa waktu. Miko menunggu si gadis berbicara lagi.
"Saya pacarnya Dany, Mbak. Hiks...hiks..." tiba-tiba si gadis malah menangis terisak.
Miko semakin penasaran, ada apa gerangan.
Jangan-jangan Dany sudah memerawaninya atau lebih buruknya lagi gadis ini hamil karena perbuatan adik iparnya. Ia datang ke Bali itu hanya pelarian lantaran ingin melarikan diri dari tanggung jawab. Miko tak habis pikir dengan masalah ini. Di saat sedang kalut ia butuh kehadiran suami tercintanya.
Dimas mana ya? Miko panik. Semoga suaminya cepat pulang. Ia butuh sandaran untuk berlindung.
"Duduk dulu Dek, nanti kita bicarakan lagi!" Miko mempersilahkan tamunya duduk agar lebih santai. Ia harus bicara dengan kepala dingin.
"Sudah lama pacaran dengan Dany?" Miko mulai mewawancara Devi. Tadi dirinya sampai lupa mengajaknya masuk ke dalam rumah karena saking terkejut.
Gadis itu mengangguk. Terlihat gurat kelelahan dan kesedihan di wajah ayunya. Seolah ada beban berat yang tengah dipikulnya.
Miko tidak pernah tahu urusan pribadi Dany, karena pemuda itu tidak pernah memperkenalkan pacarnya kepada keluarga. Beda dengan Diki dan Deri yang sering pamer pacar-pacar mereka.
"Kamu sudah lama kenal Dany?" Miko mengajukan pertanyaan lagi. Entah mengapa dirinya mendadak kepo.
"Sejak Dany kelas 1 SMA dan saya semester satu. Kami telah tiga tahun pacaran." Ia memberikan info penting tentang hubungannya dengan Dany.
"Hah?!!" Miko kaget mendengar pengakuan lawan bicaranya.
Ternyata benar adik iparnya itu senang berhubungan dengan gadis yang usianya lebih tua darinya. Lihat saja kali ini Dany yang berusia 19 tahun pacaran dengan gadis berumur 22 tahun. Beda 3 tahun. Hebatnya lagi masa pacaran mereka bertahan cukup lama.
"Danynya ada?" Gadis itu kembali menanyakan keberadaan Dany. Dari tadi ia memang ingin segera menemui Dany. Ada hal penting yang harus segera diselesaikan dengan sang kekasih yang telah berhari-hari tak ditemuinya.
"Dia memang sudah lebih dari seminggu ada di Bali, namun dua hari yang lalu belum kembali ke sini padahal barang-barangnya masih ada." Miko memberikan informasi tentang keberadaan adik iparnya.
Usai berlibur dengan teman-temannya Dany kembali ke rumah abangnya, sementara rombongan lainnya melanjutkan perjalanan pulang. Alasannya Dany ada urusan penting. Entah apa itu. Dany merahasiakannya. Baik Miko maupun Dimas tak memperdulikannya selama Dany tak brrulah.
"Dany dan saya...
Ada jeda beberapa menit. Sementara Miko memasang telinganya dengan baik. Jantungnya mendadak berdetak lebih kencang.
"Saya mau minta pertaggungjawaban Dany," ucap gadis cantik yang berstatus mahasiswa itu. Ia kembali menangis. Kali ini tangisannya lebih keras.
Deg...
Miko semakin kaget. Detak kantungnya makin bertalu-talu. Wajahnya memucat. Dugaannya benar Dany sudah berbuat hal yang tidak-tidak. Pasti gadis ini tengah hamil anak Dany. Pergaulan zaman sekarang memang benar-benar kacau. Ia dan suaminya harus segera bertindak.
Terdengar suara langkah kaki memasuki ruangan tamu tempat mereka berada.
"Dimas...." Miko berlari seraya menghambur ke dalam pelukan suaminya yang baru saja tiba.
"Ada apa?" Dimas menatap Miko lalu berganti ke arah Devi.
Pria itu menatap Devi penuh selidik. Gadis itu benar-benar asing baginya.
"Dia pacarnya Dany, adik kamu sudah bikin masalah besar." Miko menjawab rasa penasaran Dimas.
Mata Dimas langsung melotot tajam.
"Katakan apa yang terjadi!" Dimas penasaran. Pasti ada yang tidak beres.
"Devi hendak minta pertanggung jawaban Dany." Miko mengadu.
Seketika Dimas lunglai.
Ia bersumpah akan menghajar adiknya jika berbuat hal yang tidak-tidak.
"Kamu ga hamil kan?" Tiba-tiba Dimas mempertanyakan hal buruk.
***
Dimas, Miko dan Devi kini duduk dan bicara.
Gadis itu pun kembali menjelaskan semua tentang hubungannya dengan Dany.
"Saya sengaja datang ke Bali. Dany memberikan tiket gratis, dia juga ngasih fasilitas menginap di kamar hotel mewah,..." ucap gadis itu dengan nada sendu. Kemudian ia terdiam.
"Kalian,__
Miko menutup mulut dengan kedua tangannya. Ia menduga adiknya berbuat m***m. Sungguh sebuah hal yang tak terpuji. Jika Mami Ratih tahu entah apa yang akan terjadi.
"Dany memberikan bunga dan hadiah juga makan malam istimewa, surprise. Namun ada hal yang mengejutkan tiba-tiba dia mutusin saya. Padahal saya...." Gadis bernama Devi itu menangis lagi.
Miko dan Dimas tercengang, tak sabar menunggu kelanjutan ceritanya namun saat itu datanglah Dany. Pemuda yang menjadi tersangka utama pembuat rusuh di kediaman mereka itu mendekat ke arah mereka bertiga.
"Ngapain kamu kesini? Bukankah diantara kita sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi?" Dany menatap Devi santai. Ia melipat kedua tangan di dadanya dengan pongah. Ada rasa tak suka dengan kehadiran mantannya.
Setelah menerima panggilan dari abangnya, pemuda itu segera pulang ke rumah. Selama dua hari ini ia berada di salah satu kamar hotel milik Dimas. Entah apa yang dilakukanya. Ia berlaga seperti turis.
"Please Dan, sebenarnya ada apa ini? Kamu ga berbuat yang aneh-aneh kan?" Dimas menatap adiknya penuh rasa khawatir. Sebagai seorang kakak tentu ia turut bertanggung jawab dengan tingkah laku adiknya, terlebih sang adik tengah berada di Bali dalam pengawasannya. Saat ini Dimas benar-benar butuh penjelasan adiknya.
"Devi itu mantan pacar aku. Dua hari yang lalu aku baru saja mutusin dia," ucapnya santai menunjukkan wajah tanpa dosanya.
Sementara Miko dan Dimas tak puas dengan penjelasan adiknya yang seolah meremehkan permasalahan.
"Devi, mending kamu pulang ke Jakarta, Aku udah kasih tiketnya, kan. Sekali lagi aku tegaskan kita itu sudah PUTUS!! tak ada lagi hubungan apapun di antara kita. Kamu bebas menjalin hubungan lagi dengan pemuda manapun." Dany malah mengusir sang mantan dengan kejam, tepat di hadapan abang serta kakak iparnya.
Gadis bernama Devi itu menangis. Ia merasa dipermalukan oleh sang mantan. Miko pun turun tangan menenangkannya. Sebagai seorang wanita ia dapat merasakan apa yang menimpa Devi.
Dany lalu pergi meninggalkannya, sebelum kembali lagi beberapa menit kemudian mendekat ke arah Devi.
"Aku lupa ngasih ini, itu surat-surat cinta dan album foto kita. Terserah kamu mau bawa buat kenang-kenangan atau kalau ga mau, nanti aku bakar. Aku ga mau nyimpan masa lalu, " ucap Dany sombong bukan kepalang.
Dimas sejak tadi hanya terdiam melihat drama cinta ala ABG labil mirip mereka. Mereka tampak lucu.
Dany memiliki prinsip kenangan masa lalu harus dimusnahkan biar tak jadi masalah di masa depan.
"Dasar cowok brengsek." Devi melemparkan kantung plastik itu. Tanpa pamit gadis yang sedang patah hati itu meninggalkan kediaman Dimas membawa luka hatinya.
Dimas tercengang, ia menggelengkan kepalanya dan menahan tawanya melihat drama antara adik dan gadis itu. Ia tak bisa mencegah Devi apalagi terlihat adik lelakinya itu serius ingin putus.
Begitupun Miko. Dari tadi ia menahan tawa. Perasaan kesal, sebal dan lucu bercampur menjadi satu. Ia dan suaminya seolah sedang menonton sebuah drama teater.
"Kalian itu saling cinta terus ga ada masalah apapun tiba-tiba putus, tolong jelaskan alasannya kenapa?" Dimas memberikan kesempatan kepada adiknya untuk menjelaskan sekali lagi akar permasalahannya.
"Aku kan mau pergi ke LN. Jadi aku putusin Devi. Tapi dianya ga mau putus. Aku kan ingin punya pacar baru disana. Ga mau LDRan. Lagian aku sudah bosan pacaran sama dia, " Dany memberikan alasan.
Dimas dan Miko saling berpandangan.
"Mutusin gadis bukan begitu caranya, pake acara romantis segala. Mengajak nonton dan dinner, lalu ujung-ujungnya kamu bikin dia menangis berdarah-darah. Kaya mau ngelamar saja. Pantas saja dia tak terima. Itu lebih menyakitkan." Miko mengomeli Dany . Devi sudah cerita banyak tentang kelakuan Dany beberapa waktu lalu.
"Ya, niat aku ingin memberi kesan baik sebelum perpisahan." Dany masih membela diri. Seolah apa yang diperbuatnya adalah benar.
Ingin rasanya Dimas memberikan tonjokan kepada adiknya itu.
"Salah besar. Mending bikin masalah saja." Dimas memberikan saran yang lebih buruk. Pria berkemeja ungu tua itu tak berpengalaman banyak dalam masalah percintaan.
"Kasihan dia, Kamu belum ngapa-ngapain dia kan. Tapi kalau sekedar kiss kissan pasti sudah ya," Miko malah menggoda adik iparnya. Mustahil berpacaran lama tak pernah menyentuhnya sama sekali.
"Enak saja, aku belum ngapa-ngapain dia. Tiga tahun pacaran bibir dia masih aman kok. Dia seratus persen perawan." Dany membeberkan rahasia hubungan percintaannya dengan Devi.
"Yakin?" Miko tak percaya.
"Karena bibir botol Martini lebih menggoda dan enak dicium," ucap Dany sambil kabur dan tertawa terbahak-bahak.
Dasar Dany sialan. Maki Dimas dalam hati.
"Astaghfirullahaladzim, ampuni adikku ya Allah." Seru Dimas lagi. Adiknya itu sulit diperingati, begitu seringnya ia melarang adiknya minum minuman keras namun apa yang terjadi nasihatnya itu seolah masuk telinga kanan dan keluar telinga kiri.
****
Miko dan Dimas masih membicarakan Dany. Topik tentang Dany memang tidak ada habisnya. Adiknya benar-benar menyebalkan.
"Si Dany emang kebangetan mempermainkan perasaan wanita." Dimas mengomel. Ia masih ingin membahas urusan asmara pemuda itu.
"Aku jadi ingin tertawa." Miko pun terbahak-bahak.Tertawa lepas mengingat peristiwa tadi sore.
"Besok lusa jadi ya ke Ambon. Dua minggu tertunda gara-gara si bocah nakal," Dimas kembali membahas perjalanan mereka yang tertunda gara-gara gangguan adiknya selama dua pekan.
"Oke. Aku pun tak sabar pergi ke sana melihat panorama yang indah." Miko setuju. Ia pun tak sabar menghabiskan waktu berdua bersama suaminya.
"Ngomong-ngomong aku perhatikan Dany tadi di halaman belakang lagi bakar-bakar foto," Miko memberikan informasi terkini tentang adik iparnya.
"Iya, katanya ingin melenyapkan jejak masa lalunya bersama si Devi Devi itu." Dimas sudah tahu.
"Sayang, tidur yuk..gak usah ngomongin Dany terus. Ga akan selesai." Dimas menarik tubuh istrinya ke dalam pelukannya.
"Ih..siapa yang mulai. Kamu kan." Miko tak terima.
"He..he.., Mudah-mudahan nanti jadi ya," Dimas tersenyum penuh harap.
Dimas mengelus perut istrinya. Pria itu masih berharap datangnya keajaiban, istrinya bisa mengandung anaknya.
Miko terdiam, kembali teringat akan ketidaksempurnaannya. Pulang dari Ambon ia harus segera menjalankan misinya.
****
Dimas dan Miko bersiap untuk berangkat. Mereka tidak perlu repot untuk berkemas karena semua barang sudah dimasukan ke dalam koper beberapa waktu lalu.
"Bang, Mbak...aku pamit ya." Dany mendahului pamit, sebelum Miko dan Dimas pamit duluan.
"Pamit kemana?" Dimas keheranan.
"Mau ke Solo ke rumah Eyang" ucap Dany. Di punggungnya ia menggendong ransel berukuran besar.
"Katanya mau di sini seminggu lagi." Miko menatap Dany.
"Ya udah hati-hati kalau mau ke Solo, kami juga mau ke Ambon." Dimas tak ambil pusing.
"Minta ongkos dong!" ucapnya tanpa rasa malu.
"Ntar Abang transfer." kata Dimas.
"Mau cash aja." Sang Adik malah mengajukan penawaran.
"Ya Allah, gaya kamu kaya preman aja." Dimas mendengus kesal.
Ia pun mengabulkan keinginan adiknya, mengambil sejumlah uang dan menyerahkan kepada adiknya yang oibby malak, bukan tanpa tujuan. Dimas ingin adiknya segera pergi.
Setelah mendapatkan apa yang diinginkannya pemuda itu pamit.
"Thanks ya Bang, i love you so much. Semoga rezekinya ditambah," ujarnya sambil cengengesan.
"Assalamualaikum"
"Waalaikumsalam, hati-hati ya dan salam buat keluarga di Solo." ucap Miko.
"Alhamdulillah, kita bisa bepergian dengan santai." Dimas tersenyum bahagia. Dimas dan istrinya ingin segera berlibur.
***
TBC.