Bab 5

2016 Words
Langit kota Denpasar di hari Jum'at sore ini tampak mendung, meskipun diselimuti kabut hitam namun hujan belum juga turun. Dimas dan Miko pun memilih bersantai di ruang tamu untuk menikmati secangkir teh hijau jepang daripada di halaman belakang. Miko merupakan pecinta teh sejati. Ratusan merek teh, produksi dari berbagai perusahan teh lokal dan internasional tersimpan rapi di lemari kaca yang terletak di dapur lengkap dengan cangkir-cangkir teh antik koleksinya yang ia dapat dari berbagai penjuru dunia. Ia selalu menyempatkan diri untuk berburu teh di supermarket ataupun pasar tradisional setiap ada kesempatan. Saat ini dirinya pun tergabung dalam komunitas pecinta teh indonesia. Ia sering ikut tea gathering. Hobi wanita jepang itu adalah mengkoleksi teh. Selain senang mencicipi aneka teh ia tertarik dengan design kemasan teh yang menurutnya sangat menarik. Hobi yang terbilang cukup unik bagi kebanyakan. Sejak kecil dirinya terbiasa minum teh hijau jepang, selain baik untuk kesehatan juga karena tradisi keluarga,  kebiasaan yang diturunkan oleh leluhurnya. "Teh baru?" Dimas menghirup aroma teh dalam cangkir keramik yang dipegangnya. Aroma dan rasanya terasa asing di lidahnya. Pria itu boleh dibilang akhir-akhir lebih sering minum teh daripada kopi. Kebiasaan Miko sudah menular sejak mereka menikah, sehingga Dimas pun mulai hafal jenis dan merek teh yang mereka konsumsi. "Iya, buah tangan dari Viny, " beritahu Miko tentang teh yang sedang dinikmati mereka. Dalam beberapa kesempatan jika ditawari oleh-oleh, biasanya Miko memilih teh. Tak heran kebiasaannya itu telah dikenal secara luas. Maka dari itu teman dan orang di sekitarnya akan mencarikan salah satu merek teh untuk Miko. "Aku berencana membuka kedai teh." Miko mengungkapkan niatnya. Sejak lama ia bercita-cita ingin membangun kedai teh. Sayangnya, saat ini ia terlalu fokus dengan usaha travelnya, sehingga melupakan untuk mewujudkan mimpinya. "Ide bagus. Aku pasti dukung. Lokasinya bisa di area hotel kita." Dimas setuju. Tidak ada salahnya membuka usaha baru yang dimulai dari hobi, selain mendapatkan kesenangan juga keuntungan. Biasanya segala sesuatu yang berkenaan dengan hobi akan lebih mudah dalam proses pengerjaannya.  "Sekarang masih bingung, butuh partner buat ngurusnya. Lagian aku juga sibuk. Masih perlu waktu untuk merealisasikannya." Miko berujar seraya meneguk cangkir berisi tehnya. "Mau ala mana? Aku bisa bantu." Dimas menanggapi serius niat istrinya. Ide usaha baru sang istri layak untuk dipikirkan. Mungkin ke depannya akan menjadi usaha iseng-isengnya. "Tradisional saja," Miko tersenyum. Ia masih tampak ragu. Pikirannya masih terfokus pada Beauty Travel yang kini membuka beberapa cabang baru. "Indonesia atau Jepang?" Dimas penasaran. Terkadang istrinya harus ditekan. "Perpaduan budaya Jepang dan jawa," jawab Miko mantap. Ia memang jatuh hati pada angkringan-angkringan di daerah Jawa Tengah dan Yogya. Saat keduanya tengah asyik berbincang topik kedai teh, tiba-tiba pasangan suami istri itu dikejutkan dengan kedatangan seorang tamu. "Assalamualaikum!" Terdengar suara keras yang  tak asing lagi di telinga. "Waalaikumsalam." Miko menjawab seraya memperhatikan sosok di hadapannya. "Dany...." Deri kaget. Di hadapannya ada sosok pemuda tampan bertubuh jangkung, adik nomor duanya yang terkenal paling badung. Dimas kaget, untuk apa adiknya itu datang tanpa kabar. "Bang Dimas...." Dany cengar cengir tak jelas lalu memeluk tubuh abangnya dengan erat. Entah itu pelukan rindu atau sekedar basa basi. Hanya pemuda bernama Dany itulah yang tahu jawabannya.  Selama ini ia selalu cuek, jangankan menanyakan kabar, Dimas sakit saja tak pernah jenguk ia hanya merindukan transferan Dimas di kartu debetnya. Makanya Dimas paling malas mengurusi adiknya yang satu ini. Beruntung ia tak hidup serumah atau pun satu kota.  "Mbak Miko..." Dany pun menyapa kakak iparnya dengan senyuman manisnya yang dibuat-buat sebagai pemikat hati nyonya rumah, namun ia tak berani memeluk atau cipika cipiki, hanya menundukkan kepala memberi hormat ala-ala Jepang, lalu mengulurkan lengannya mencium punggung telapak tangan kakak ipar tersayangnya, sebagai tanda ia adalah adik ipar yang hormat dan berbakti. "Kamu ke sini sama siapa, tidak ada kabar berita sebelumnya?" Miko melayangkan sebuah pertanyaan. Kedatangan adik iparnya merupakan kejutan besar yang tak terkira. "Aku kemari dengan teman-teman SMA," jawab Dany seraya mengarahkan jari telunjuknya ke arah halaman rumah yang berukuran cukup luas. Di sana terparkir dua buah mobil kijang. Kawanan anak muda itu terlihat keluar dari pintu mobil menampilkan wajah lelah karena perjalanan jauh dari Jakarta yang memakan waktu berhari-hari lamanya. Ada 10 orang teman Dany berjenis kelamin laki-laki. Dalam rangka perpisahan mereka sengaja berlibur ke Bali dengan menggunakan transfortasi darat melintasi kota-kota di sepanjang pulau Jawa sebelum melintasi selat Bali dan tiba di Denpasar. Teman-teman Dany masih berdiri bergerombol menampilkan wajah lelah akibat perjalanan jauh. "Suruh masuk!" Perintah Dimas. Ia tak mau menjadi tuan rumah yang sombong dan tak beradab. Tanpa menunggu perintah lagi, Dany memanggil temannya. Memberi kode agar mereka mendekat. "Izin nginap ya. Besok kita mau camping." Dany mengutarakan maksudnya tanpa basa basi. Sikapnya memang demikian, terkadang  sebagian urat malunya seolah telah putus. "Boleh" Dimas mengiyakan. Tentu Dimas akan mengizinkan. Tak mungkin ia mengusir adiknya. Jika hal itu terjadi ia bisa dicap sebagai kakak yang tak bertanggung jawab dan tak peduli terhadap adiknya. Teman-teman Dany satu persatu menyalami Dimas dan istrinya dengan hormat. Ia ingat pesan dan wejangan Dany selama di perjalanan agar bisa meraih hati sang tuan rumah. Dimas itu sosok yang baik dan tak tegaan namun jika dikhianati dan perintahnya tak ditaati dia tak akan sudi lagi membantu. "Apa kabar Bang Dimas?" Salah satu teman Dany menyapa Dimas dengan hormat. "Alhamdulillah sehat, Sandy," jawab Dimas sambil tersenyum. Pemuda  bernama Sandy itu, memiliki kakak perempuan yang  dulunya teman satu kelas Dimas, bahkan pernah mengejarnya. Sayangnya Dimas tak suka dengan tipe wanita kecentilan seperti kakaknya Sandy. "Ayo masuk!" Dimas memberikan perintah. Tanpa menunggu perintah untuk ke dua kalinya, mereka pun segera masuk. Semua teman Dany kini duduk memenuhi ruang tamu yang cukup luas untuk menampung mereka. "Mami tahu kamu ke sini?" Dimas mulai mengintrogasi adiknya. Ia tak ingin kena marah ibu kandungnya yang terkenal super bawel dan cerewet. "Tahu lah Bang, aku izin sama Mami, kalau enggak pamit ya ga punya ongkos lah." Pemuda bernama Dany itu menampilkan senyuman liciknya.  "Baguslah." Dimas bernafas lega. Ia tak ingin disalahkan jika terjadi hal yang tak diinginkan. "Terus kalian izin ortu ga?" Dimas menatap teman- teman Dany satu per satu, memastikan izin dari orang tua masing-masing. Meskipun mereka rata-rata telah berusia lebih dari delapan belas tahun, namun tetap saja di hadapan Dimas mereka adalah anak-anak yang labil. Tidak menutup kemungkinan jika mereka bertindak hal yang melanggar. "Izin," serempak mereka menjawab seperti paduan suara. Sebenarnya diantara mereka ada juga yang pergi tanpa izin. Sementara Miko beranjak ke dapur untuk mengambil minuman untuk para pemuda yang kelelahan itu.  Sepuluh menit kemudian sudah kembali lagi membawa nampan berisi minuman segar. Usai menikmati sajian yang dihidangkan Miko, Teman-teman Dany segera ditempatkan di kamar belakang. Mereka menolak ditempatkan di kamar tamu dengan alasan supaya bisa menikmati pemandangan malam hari. Padahal yang sebenarnya mereka ingin bebas merokok. Dimas menghela nafas panjang, ia harus merelakan rumahnya jadi markas geng nya Dany. Seratus persen dijamin suasana rumah akan bising dan berantakan. Miko pun segera bersiap untuk menyiapkan makan malam guna menjamu mereka. "Aku mau masak dulu. Menyiapkan makan malam untuk mereka." Wanita bernama lengkap Michiko Harada itu beranjak. Sebagai nyonya rumah yang baik tentunya ia wajib memperlakukan tamunya dengan baik, termasuk menjamunya. "Sayang, ga usah masak biar si Dany saja yang menyiapkan semua kebutuhan isi perut teman-temannya." Dimas mencegah istrinya repot menjamu mereka. Biarlah sepuluh anak muda itu melayani dirinya sendiri. "Tenang, aku bantu. Aku yang akan masak. Mbak Miko tidak perlu repot." Dany langsung mengajukan diri. Soal menciptakan masakan dialah ahlinya. Hampir di semua acara dan kegiatan ia sering ditempatkan sebagai seksi konsumsi. Pemuda itu paling senang nongkrong di depan kompor. Duduk depan tungku kayu bakar pun sanggup ia lakoni. Soal mengolah hidangan yang lezat jangan pernah meremehkannya. Waktu SMP dulu, ia selalu mendapatkan nilai 9 untuk mata pelajaran tata boga dalam raportnya. *** "Sayang, gimana nih dengan acara liburan kita ke Ambon?" Miko menanyakan rencana keberangkatan mereka yang seharusnya dilakukan esok hari. Sejak kemarin koper berisi perbekalan telah disiapkan. "Sepertinya acara liburan kita harus dijadwal ulang. Aku ga bisa ninggalin Dany gitu aja di sini. Apalagi ada teman-temannya. Bukan ga mungkin mereka bikin onar. Tahu sendiri kan mereka itu ABG labil." Dimas menatap istrinya dengan pandangan waswas. Rencana liburan Miko dan Dimas ke Ambon selama empat hari ke depan yang sudah dijadwalkan terpaksa ditunda, Dimas sengaja ingin memantau acara liburan Dany. Ia tak mau adiknya berbuat onar. Sudah menjadi rahasia umum jika banyak anak ibukota yang sengaja datang ke Bali untuk mengadakan acara atau party yang di dalamnya tak bisa dipisahkan dari alkohol dan s*x. Dimas tak mau adiknya sampai terlibat skandal memalukan yang akan mencoreng nama baik keluarga Hadiwijaya. "Aku setuju, itu keputusan yang tepat." Miko pun sependapat. Apapun keputusan suaminya ia akan mendukungnya. Ia yakin jika Dimas melakukan semua ini demi kebaikan bersama. "Ga apa-apa kan?" Dimas khawatir istrinya kecewa sebab acara ini telah dinantikan sejak mereka kembali dari Singapura beberapa waktu yang lalu. "Santai saja." Miko tertawa kecil. Ia tak masalah. Suaminya saja yang berlebihan. Suasana malam sabtu ini terasa ramai bahkan gaduh karena terdengar suara tawa para pemuda di luar. Sesekali Dimas mengontrol mereka untuk memastikan situasi dan kondisi aman terkendali. Diam-diam Dimas juga menggeledah barang bawaan mereka, khawatir ada yang menyimpan narkoba dan miras. Ia tak ingin rumahnya digrebek polisi.  Syukurlah, apa yang dikhawatirkannya tak terbukti. Mereka tak menyelundupkan apapun.  *** Pukul enam pagi waktu setempat Miko memasuki dapurnya, disana Dany dan gengnya sudah sibuk di dapur untuk mengolah makanan. Mereka menyiapkan sarapan paginya. Dimas dan Miko memang telah mengizinkan mereka mengambil dan mengolah makanan sendiri. "Sarapan, Mbak" terdengar suara adik iparnya yamg sedang menata sandwich buatannya. Teman-temannya sibuk memotong buah dan membuat minuman. "Wow, kalian mahir juga di dapur." Miko memberikan pujiannya. Wanita itu lantas menarik kursi dan duduk di sana.  "Biasa saja, Mbak." Dany terkekeh. Beberapa menit kemudian datang Dimas dan duduk di samping istrinya. Ia mencomot roti di hadapannya. Rasanya lumayan enak. Mereka pun sarapan bersama. Usai sarapan mereka bersiap pergi membawa ransel-ranselnya. "Mbak, aku tadi ngambil mie instan dan makanan ringan di kulkas." Dany memberikan kabar tentang aksinya. Ia tak mau dituduh sebagai pencuri di rumah kakaknya sendiri. "Iya, ambil saja apa yang kalian butuhkan." Miko tak mempermasalahkannya. "Ya sudah, kami berangkat sekarang ya Bang, Mbak." Pemuda itu berpamitan. Diikuti oleh teman-yemannya mereka mengucapkan terima kasih dan bersalaman. "Terima kasih banyak atas tumpanganya." Salah satu teman Dany berkata. "Kalian hati-hati di jalan, jaga sikap dan jangan berbuat hal yang terpuji selama liburan. Abang ga mau dengar di antara kalian ada yang main cewek dan mabuk-mabukan." Dimas memberikan wejangannya. "Siap Bang!" Semua menjawab serempak sesuai arahan Dany. Sepeninggal Dany dan kawan-kawannya, Dimas dan Miko tetap berada di dapur untuk membersihkan sisa-sisa kotoran yang tersisa. Mereka memang mencuci peralatan makan sendiri namun tetap saja Miko harus memastikan dapurnya kembali bersih. "Sepertinya kamu lagi kesal ya?" Miko menatap suaminya sambil tersenyum. Sejak semalam Dimas kurang tidur. "Siapa yang tidak kesal kalau habis kena rampok." Dimas menggerutu. Dany adik nomor 2 nya itu dengan entengnya minta sejumlah uang dengan nominal cukup besar katanya untuk biaya hidup selama di Bali bukan untuk dirinya saja melainkan semua temannya. Siapa yang tidak kesal. Dany si pembuat onar belaga seperti bos. Sok banget ingin mentraktir teman-temannya. Dimas tentu keberatan, namun tetap memberi apa yang diinginkan adiknya, tanpa sepengetahuan Miko. "Ha ..ha...anggap saja sedekah. Lagian uang kita tidak akan habis hanya karena diberikan kepada seorang Dany." Miko mengingatkan suaminya. Ia tak ingin bersikap pelit karena apa yang dimilikinya pada hakekatnya milik Tuhan. "Tiap bulan juga sedekah." Dimas menghela nafas. Adiknya yang satu itu kebangetan. Hobinya memeras kakak-kakaknya dengan sejuta alas "Hmm, Kulkasku juga habis disapu bersih mereka." Miko pun mengalami hal yang sama. Dengan santainya Dany minta isi kulkasnya untuk bekal. Bukan itu saja dari kemarin dapur bersih nan kinclongnya dibajak pemuda yang hobby masak itu. Alhasil dapurnya berubah seperti kapal pecah. Kedatangan Dany dengan teman-temannya cukup membuat Dimas mengurut d**a. Namun ia selalu ingat kata -kata Deri. Si Dany minta duit ya kasih aja Bang, daripada dia jadi maling lagian ga kan bikin bangkrut kok. Kalau bukan kita yang ngasih siapa lagi. Dimas dan Miko harus ikhlas. Ucapan adiknya yang saat ini tengah bermukim di Paris itu seratus persen benar. Pencurian yang dilakukan anak-anak muda bisa saja dipicu oleh kebutuhan mereka yang tak terpenuhi oleh orang tuanya.  Setelah semalam menginap Dany dan kawan -kawan pergi ke Ubud. Katanya seminggu mereka akan menjelajah Bali. Dimas berharap mereka tidak membuat ulah. "Sayang, ayo siap-siap kita kan sudah ada janji dengan Viny dan suaminya," Miko mengingatkan suaminya tentang agenda mereka hari ini, membahas masalah adik iparnya tidak akan ada habisnya. "Iya, aku ganti baju dulu. Eh sepertinya kita harus menelpon Mami memberi kabar tentang kedatangan Dany." Dimas kembali berkata sebelum meninggalkan istrinya. **** TBC
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD