Bab 22

2088 Words
Ketidakhadiran Dimas di sampingnya membuat Miko merasa kesepian. Terbesit di pikirannya untuk meminta Ida tidur di kamarnya agar ia punya teman bicara. Ia meraih ponselnya untuk memerintahkan Ami memanggil Ida. "Mi, tolong panggil Ida ke kamar saya!" Demikian bunyi pesan yang dikirimkan Miko kepada Ami, perawat barunya. Miko sengaja ingin agar Ami dan Ida terlibat banyak interaksi. Ia lihat keduanya seolah menjaga jarak. Miko tak ingin itu terjadi. Ia mau semua yang bekerja dengannya saling akrab. Selang lima menit, tak ada balasan apapun dari Ami. Kemunculan Ida yang dinanti pun tak kunjung hadir. Miko pun melakukan panggilan suara sayangnya tak terhubung. Entah sedang apa gadis itu. Akhirnya Miko sendiri yang melakukan panggilan kepada Ida memerintahkannya untuk segera ke kamarnya. Tak lama kemudian terdengar suara ketukan pintu yang diyakini Miko itu adalah Ida. "Masuk!" Tampak Ida masuk ke dalam kamar dengan ragu. Meskipun sudah sering keluar masuk kamar Miko namun ia tetap merasa canggung. Gadis berkacamata tebal itu mendekat ke arah Miko yang telah terbaring dengan selimut menutupi setengah badannya. "Ada yang bisa saya bantu, Mbak?" Ida langsung bertanya. Sesibuk apapun ia menjadikan Miko prioritasnya. "Barusan aku nyuruh Ami manggil kamu, sayangnya dia tidak menjawab." Miko berujar dengan nada kecewa sebab perawatnya abai terhadap panggilan darinya. "Ami sepertinya sudah tidur, Mbak." Ida memberikan dugaannya. Ia tahu persis jam tidur Ami kala Dimas ada di rumah. Gadis itu tergolong spesies tukang tidur. Miko melirik arah jam dinding. Tampak jarum jam menunjuk ke angka sembilan. Ami sungguh berbeda dengan Salwa yang rajin dan cekatan. Miko mulai merasa kesal dan jengkel akan perilaku Ami. Ia harus segera diberi peringatan. Seharusnya perawat ini siaga dua puluh empat jam penuh. Terlebih suaminya yang biasa mendampingi dan melayani dirinya di malam hari ketika membutuhkan sesuatu, sedang tak di rumah. Beruntung sekarang ia sudah dapat melangkah dari kursi roda menuju tempat tidur. "Ida, bagaimana kalau malam ini kamu tidur di sini!" Miko minta ditemani oleh Ida. Ia butuh seseorang untuk menjaganya malam hari dan membantunya ke kamar mandi. Orang diminta bantuan diam sejenak. Ida merasa bimbang.  Berada di kamar Miko rasanya cukup aneh apalagi sampai tidur bersama. Namun Ida tak mungkin menolak. "Kamu tidak sedang sibuk, kan?"Miko tak akan memaksa jika Ida tak mau. Ia hanya ingin ada teman sebab dirinya sedang mengalami insomnia. Sejak kemarin ia tak bisa tidur nyenyak. Penyakit yang sering dideritanya ketika Dimas jauh darinya, padahal dua jam yang lalu ia dan suaminya berbincang di telepon cukup lama. "Urusan pekerjaan alhamdulillah sudah selesai. Saya santai kok, Mbak. Dari tadi saya baca n****+ online." Ida tersipu malu mengatakan kebiasaannya di waktu senggang. Bagi sebagian orang membaca cerita fiksi seperti n****+ itu seringkali dianggap buang-buang waktu dan terkesan malas. Padahal di dalam cerita itu banyak sekali nilai yang dapat diambil. "Kamu baca n****+ di mana? Aku juga baca di aplikasi D." Miko pun tersenyum. Rupanya ia dan Ida memiliki kesamaan sering menghabiskan waktu membaca n****+. "Wah sama, Mbak." Ida tak menyangka Miko yang pekerja keras dan terkesan sibuk urusan kerja masih sempat membuka platform berwarna ungu itu. Ida sendiri sudah setahun belakang tergabung di sana sebagai reader. Ia rel membeli banyak coin untuk menyelesaikan n****+ yang sedang dibacanya. "Aku senang baca cerita fiksi buat hiburan biar tidak jenuh. Apalagi saat ini aku ga bisa kemana-mana." Miko pun tersenyum mengingat kesibukannya di dunia maya. "Aku baru selesai baca n****+ Sekretaris Papi karya Reinenura. Cerita tentang sekretaris yang menikah kontrak dengan anak bosnya. Suaminya lebih muda sepuluh tahun. Coba baca deh ceritanya konyol. Tapi suka banget karena berakhir happy." Miko memberikan rekomendasi bacaan kepada sekretarisnya. "Iya, mbak nanti saya baca." Ida tersenyum. Bacaan tentang CEO memang selalu jadi favorit di berbagai platform baca online. Mengingat dirinya berprofesi sebagai sekretaris ia selalu penasaran dengan cerita-cerita tentang sekretaris. "Eh, bagaimana kamu mau menemani saya tidur?" Miko kembali menatap Ida. "Baik, Mbak." Ida tak mungkin memberikan penolakan kepada wanita yang cukup banyak berjasa dalam kehidupannya. Ida langsung mengalihkan pandangan ke arah sofa panjang. "Saya tidur di sana ya, Mbak." Ida meminta izin. "Kamu tidur di sini sekasur sama aku." Miko menunjuk ke arah sisi ranjang yang masih kosong tempat yang biasa diisi oleh suami tercintanya. Ida kembali terkejut. Ia tak berpikir sejauh itu tidur seranjang dengan atasannya. Ia merasa malu mengingat itu kasur milik Miko dan suaminya artinya di sana mereka sering melakukan... Ida menggeleng pelan. Miko menahan tawanya agar tak meledak. "Kamu jangan berpikiran yang aneh-aneh. Aku wanita normal yang suka lawan jenis. Kamu tidak perlu takut aku perkosa. Lagian kalaupun aku ga normal bisa apa aku dalam kondisi seperti ini. Suamiku saja sudah lama dicuekin." Miko tersenyum. "Bukan begitu, Mbak. Saya merasa malu saja." Ida berkata lirih. "Ya sudah kalau begitu sini! Aku ingin curhat sama kamu." Miko sekali lagi memerintah Ida yang masih berada di tepi ranjang. Akhirnya ia pun menurut. Percuma saja membantah Miko. Sekarang keduanya telah duduk setengah terbaring menunggu kantuk menyerang. "Ada satu hal yang belum kamu ketahui tentang aku." Miko memulai pembicaraannya. Sudah saatnya Ida tahu banyak mengenai dirinya. Ida memasang telinganya, bersiap menyimak. Dengan lirikan matanya ke arah Miko, seolah Ida meminta penjelasan. "Aku tak bisa punya anak." Wanita bermata sipit itu membuka rahasia pribadinya yang selalu disembunyikan olehnya. Tak banyak yang tahu tentang kondisi kesehatannya kecuali keluarga besar Hadiwijaya. "Maksud Mbak Miko?" Ida masih penasaran. "Kandunganku tak subur, aku dan suamiku sudah berusaha keras kesana kemari melakukan pengobatan. Hingga melakukan program bayi tabung. Sayang semuanya tak membuahkan hasil." Miko meneteskan air matanya. Nasibnya memang malang. Mendengar penjelasan Miko, Ida turut prihatin. Ia tak menyangka jika atasannya memiliki masalah yang berat. Ida pikir Miko dan Dimas menunda untuk memiliki punya anak. "Saat aku mengalami kecelakaan dan duduk di kursi roda aku merasa lemah, menjadi wanita yang paling malang di dunia ini. Mandul dan cacat. Aku merasa tak berguna. Aku tak bisa menjadi istri yang tak sempurna. Beruntung Dimas selalu memberikan semangat. Ia tak pernah berpaling. Ia selalu ada untukku walaupun aku seperti ini. Itu yang membuatku kuat dan berjuang untuk bisa sembuh kembali. Aku sangat mencintai suamiku. Miko mengungkapkan perasaan hatinya." Miko menahan tangisnya. Ida tercengang mendengar semua penuturan Ida. Ia iba dengan kondisi yang dialami oleh Miko. Seandainya dirinya yang berada di posisi Miko pasti akan merasakan hal yang sama. "Mbak Miko yang sabar. Urusan anak serahkan kepada Allah yang maha pemberi. Jika sudah waktu ya Allah akan memberi. Tak ada yang mustahil jika Allah berkehendak." Ida berusaha menenangkan perasaan hati Miko. Dirinya pernah mengalami kondisi yang sama, bahkan lebih buruk lagi. Ia hancur dan terpuruk saat kematian calon suaminya yang bernama Putu. Miko tak memiliki anak namun ia memiliki suami. Setidaknya ia lebih beruntung dibanding dirinya yang tak memiliki siapapun . "Mbak Miko beruntung memiliki suami yang baik, setia dan perhatian seperti Pak Dimas. Ada mertua juga yang baik serta keluarga suami yang menyayangi mbak. Hidup Mbak tidak terlalu kesepian. Lihatlah saya yang tak memiliki siapapun. Mbak jangan khawatir kalaupun Allah tak mengizinkan mbak melahirkan anak sendiri, Mbak dapat mengadopsi." Ida mengingatkan Miko. "Kamu benar Ida, saya harus mensyukuri semuanya. Soal mengadopsi anak saya ragu untuk melakukannya." Miko menggelengkan kepalanya. "Memangnya kenapa Mbak? Banyak yang merawat anak saudara atau mengambil dari panti asuhan setelah itu hamil. Istilahnya mancing." Ida tak paham dengan keengganan Miko untuk mengadopsi anak. Bukankah Miko terkenal dermawan karena ia menjadi donatur tetap dari beberapa yayasan panti asuhan. Merawat dan membesarkan anak yatim piatu adalah perbuatan mulia. "Bibi saya pernah melakukannya. Ia tak bisa memiliki anak dan memutuskan untuk mengambil anak perempuan dari sebuah panti asuhan. Ia membesarkan dan merawatnya dengan penuh kasih sayang seperti anaknya sendiri. Ia tumbuh menjadi gadis cantik. Setelah berusia dua puluh tahun, bibiku dikejutkan dengan kabar tak sedap. Suaminya menjalin hubungan dengannya dan menghamilinya. Bibiku terpukul hingga tewas bunuh diri. Itu merupakan hal buruk yang paling aku takutkan." Miko menceritakan hal buruk yang pernah dialami oleh keluarganya sendiri, sehingga ia enggan mengadopsi anak. Ia takut mengalami hal yang sama. Ida pun turut bergidik ngeri membayangkan peristiwa itu. "Intinya aku tak siap untuk mengadopsi anak." Miko menegaskan. Mendengar penuturan Miko, Ida langsung terdiam. Trauma terhadap suatu hal memang menyisakan luka. Seperti dirinya yang trauma dalam menjalin hubungan dengan lawan jenis. Kematian Putu, calon suaminya menyisakan kenangan pahit yang sulit untuk dihapus dalam memorinya. "Oh, iya bagaimana dengan kamu. Umur  kamu sudah dua puluh tujuh. Kamu sudah punya calon?" Tiba-tiba Miko mengalihkan pembicaraan dengan menanyakan status dirinya. Tak lama lagi Ida akan menginjak kepala tiga namun belum ada seorang pria pun yang dekat dengannya. Deg Hatinya mendadak dag dig dug, Apa mungkin Miko mencurigai dirinya menyukai Dimas. Ia memang mengagumi Dimas, namun tak sedikit pun terbesit dalam pikirannya untuk menjadi perebut suami orang. "Emm...belum, Mbak, doakan saja saya segera melepas masa lajang." Ida gelagapan menjawab pertanyaan paling sensitif yang sebenarnya selalu dihindari olehnya. Ida tak yakin akan ada yang melirik dirinya. Bukan hanya dirinya yang memiliki kekurangan fisik, melainkan ia gadis dengan masa lalu kelam. Selain pernah depresi hingga akan bunuh diri ia pun menyimpan sebuah rahasia besar. "Saya mendoakan yang terbaik untuk kamu. Kamu gadis yang berkelakuan baik pasti akan ada yang mau sama kamu. Lamu harus percaya diri." Jika tadi Ida yang memberi semangat kepadanya agar bersabar dalam menunggu diberi seorang anak, sekarang giliran Ida yang diberi motivasi jodoh oleh Miko. Meskipun demikian Miko tak sampai mengungkapkan niatnya untuk meminta Ida agar mau menjadi madunya. Miko masih butuh waktu yang telat. Ia harus mempersiapkan segalanya. "Amin. Terima kasih banyak, Mbak!" Ida sangat berterima kasih. Miko sangat perhatian kepadanya. "Ayo, kita tidur" sudah jam sepuluh lewat. Lain kali kita mengobrol lagi. Terima kasih kamu sudah mau menjadi teman curhat saya." Miko mengakhiri percakapannya. Ia mulai mengantuk. Begitu pun dengan Ida, ia segera melepaskan kacamata dan meletakkannya di meja dekat tempat tidur. Ia pun berbaring dengan ditopang bantal yang biasa dipakai oleh Dimas. Sisa aroma parfum menyeruak memenuhi indera penciumannya, terasa menenangkan seperti aroma terapi. Ida pun langsung memejamkan matanya. Tak lama kemudian menyusul Miko yang telah lebih dulu pergi ke alam mimpi. *** Seperti biasa subuh ini, Ami akan mengecek Miko untuk membantunya ke kamar mandi. Sebenarnya ini pekerjaan yang kurang disukainya. Membantunya ke toilet dan ia juga harus memandikannya. Tak lupa juga menyiapkan pakaiannya. Bagian terakhir itu yang ia sukai. Sebab dirinya bisa mengintip koleksi pakaian Miko yang cukup banyak dan bermerek. Siapa tahu dirinya beruntung. Ami segera mendorong Miko ke arah kamar mandi. "Bu Miko semalam tidur dengan Mbak Ida ya?" Ami bertanya penuh selidik. Meskipun tangannya sibuk menopang badan Miko yang akan naik ke toilet, ia masih saja penasaran mengajukan pertanyaan tidak penting yang bukan urusan pribadinya. Sebelum adzan subuh perawat itu sempat melihat Ida keluar dari kamar Miko. Sebenarnya semalam ia tahu Ida masuk ke dalam kamar majikannya. Ia bahkan sempat mengikutinya dan hendak menguping. Sayangnya kamar yang dihuni Miko itu kedap suara sehingga ia tak mendapatkan apapun. "Iya, saya tidur ditemani oleh Ida. Semalam saya terserang insomnia jadi mengajak Ida menemani saya." Miko menatap Ami dengan pandangan kurang suka. Semakin hari perawat itu semakin usil dan selalu ingin tahu urusan Miko juga penghuni lainnya. Padahal perawat itu baru bekerja seminggu. Miko bertahan dengan tak segera memecatnya. Miko berusaha bijaksana. Bukan sekali dua kali ia memiliki karyawan kantor sejenis Ami yang pada akhirnya mereka berubah setelah berulangkali mendapatkan peringatan. Siapa tahu Ami pun bisa berubah. "Padahal Bu Miko bisa panggil saya kalau ibu butuh teman. Saya pasti akan menemani ibu dengan sukarela. Kapan-kapan tak usah manggil Mbak Ida lagi." Ami berkata dengan nada iri yang dapat terbaca oleh Miko. Tentu saja Miko lebih memilih Ida karena keduanya telah lama saling mengenal. Lagipula dirinya tak mungkin bercerita banyak hal kepada Ami yang belum dikenalnya. "Semalam saja saya panggil kamu lewat WA tapi tidak ada jawaban. Seharusnya kamu siaga dua puluh empat jam. Saya di kamar sendirian kalau ada apa-apa kan repot.  Saya minta kamu perbaiki kinerja kamu. Itu pun kalau kamu mau terus bekerja di sini! Kalau tidak, masih banyak perawat lain yang bisa saya datangkan kemari." Miko memberikan ancamannya. Ia sudah tak tahan lagi dengan sikap Ami. "Maaf, Bu semalam ponsel saya lagi dicharge jadi saya matikan. Saya tidak tahu kalau Ibu memangg saya." Ami beralasan. Mendengar ancaman Miko ia pun takut. Bisa gawat kalau dipecat lebih awal sementara ia sedang memiliki misi. Nih majikan cacat main ancam saja, awas saja aku bakal bikin Bu Miko menyesal. Saya bakalan rebut Pak Dimas. Kasihan sekali dia punya istri ga berguna. Meskipun demikian batinnya mengeluarkan sumpah serapah yang tentu tak diketahui oleh Miko. "Sudah kamu tidak perlu beralasan. Kamu tunggu di luar. Kalau sudah nanti saya panggil kamu." Miko mengusir Ami. Suaranya sedikit meninggi. Miko harus mulai tegas kepadanya. Mendengar perintah Miko, Ami pun menurut. Ia menunggu panggilan Miko di kamar. Dengan kesal ia pun mulai memikirkan rencana jahatnya untuk bisa menyingkirkan wanita lemah seperti Miko. Sejak menginjakkan kaki di rumah tempat ia bekerja, ia langsung terpesona kepada Dimas dan berkhayal jika yang berada di posisi Miko itu adalah dirinya. *** TBC
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD