Wanita Yang Suka Menggoda

1133 Words
Irisa tengah berbaring di tempat tidurnya, menatap langit-langit kamar yang sudah dia lakukan sejak beberapa menit yang lalu. Karena tidak berangkat kerja, wanita itu merasa bosan hingga tidak tahu harus melakukan apa. Jika sekarang dia sedang berada di rumah sakit, mungkin akan ada banyak pekerjaan yang membuatnya sibuk hingga tidak ada waktu untuk beristirahat. Namun, itu adalah pekerjaannya yang sangat dia sukai. Beranjak dari posisinya, Irisa mengambil blazer di dalam lemari yang hendak dia pakai untuk menutupi baju tanpa lengan. Bahunya masih terasa sakit meski sudah diobati, namun warna memarnya sudah lebih pudar dari sebelumnya. Wanita itu melangkahkan kaki menuju pintu, keluar dari kamar berukuran besar tersebut. Saat menuruni tangga, dia berpapasan dengan Robert yang di belakangnya diikuti dua orang pria berpakaian pelayan. Mereka membungkukkan setengah badannya, sebelum akhirnya kembali berjalan menuju ruangan kerja Allen. “Bukankah di sini ada rumah kaca?” Meski Irisa sudah lama tinggal di kediaman Allen, dia belum pernah berkeliling rumah atau sekadar berjalan-jalan untuk melihat betapa megahnya rumah milik pria itu. Mengetahui ada rumah kaca pun, itu karena Allen yang pernah memberitahunya. Setelah berjalan cukup jauh, akhirnya dia menemukan rumah kaca tersebut. Kedua pupilnya melebar, terperangah dengan keindahan rumah kaca yang terdapat banyak jenis bunga di dalamnya. Wanita itu duduk di kursi yang sudah tersedia, di samping bunga mawar merah yang menyebarkan semerbak harum. Inginnya memetik bunga mawar tersebut, namun dia takut jika jarinya terluka karena duri yang ada di sekitar tangkainya. Kedua matanya menutup, menikmati suasana nyaman yang tercipta di sekelilingnya. Bibirnya terangkat hingga membentuk senyuman, kepalanya bergerak seirama dengan mulutnya yang bersenandung kecil. Irisa merasa bebas, hingga kemudian mendengar suara pelayan yang membicarakannya, membuatnya memasang telinga tajam. “Kau lihat yang tadi pagi? Tuan Allen mencengkeram bahu Nyonya Irisa hingga menangis.” “Ah, itu. Salah Nyonya Irisa yang ingin pergi ke rumah sakit untuk bekerja, padahal hidupnya sudah nyaman setelah menikah dengan Tuan Allen. Seharusnya, Nyonya Irisa diam saja di dalam rumah.” Irisa hanya diam ketika dua orang pelayan di luar rumah kaca sedang membicarakannya. Mereka tepat di sampingnya, namun keberadaan Irisa seperti tidak terlihat. Pikir Irisa, mungkin rumah kaca tersebut dibuat dengan kaca satu arah yang bisa melihat dari dalam, namun tidak bisa dilihat dari luar. “Menurutmu, bagaimana dengan pernikahan mereka? Bukankah Tuan Allen terlihat sangat peduli dengan Nyonya Irisa?” “Peduli? Menurutku, Tuan Allen hanya menginginkan tubuh Nyonya Irisa saja. Nyonya Irisa ‘kan cantik dan tubuhnya bagus, pria mana yang tidak tergoda olehnya?” Sontak Irisa menyeringai kecil. Ternyata semua orang di luar sana selalu beranggapan seperti itu, tanpa mengetahui kejadian sebenarnya. “Asal kau tahu, Nyonya Irisa yang menggoda Tuan Allen terlebih dahulu. Jangan percaya dengan wajah lugunya, wanita seperti itu biasanya sangat pandai menggoda pria.” Menggoda Allen? Untuk apa Irisa melakukan hal menjijikkan seperti itu? Dia justru tidak ingin menampakkan diri di hadapan pria itu. Menghilang ke tempat yang jauh hingga keberadaannya sulit ditemukan mungkin akan jauh lebih baik untuknya. “Sstt. Jangan berbicara sembarangan! Bagaimana jika ada yang mendengarmu?” “Memangnya kenapa? Bukankah perkataanku benar? Jika aku cantik dan memiliki tubuh yang bagus, Tuan Allen pasti tergoda olehku dan mengajakku tidur bersama.” Tanpa sadar Irisa meremas ujung bajunya, kesal dengan pelayan berambut keriting yang terus berbicara buruk tentangnya sejak tadi. Teguran dari temannya pun tidak dihiraukan dan justru semakin berani dalam berbicara. Sejurus kemudian, tanpa diduga, Anne tiba-tiba datang dan melayangkan sebuah tamparan kepada pelayan berambut keriting tersebut. “Apa kau sadar dengan perkataanmu, Bella?! Nyonya Irisa tidak seperti itu!” Bukannya merasa bersalah, pelayan yang diketahui bernama Bella tersebut justru tersenyum dan bahkan membusungkan dadanya ke depan. “Ternyata ada seorang penjilat di sini. Bagaimana dengan Nyonya Irisa yang kau layani, Anne? Apa kau menjadi lebih berani karena ada yang melindungimu?” “Apa maksudmu, hah?!” Anne menjambak rambut keriting Bella dengan sekuat tenaga sembari melemparkan tatapan tajam. Merasa tak mau kalah, Bella pun melakukan hal yang sama hingga mereka berguling di tanah. Pelayan yang satunya mulai panik, hingga akhirnya berlari ke dalam rumah untuk meminta bantuan. Pemandangan kacau tersebut disaksikan oleh Irisa yang masih di dalam rumah kaca, membuatnya menghela napas panjang. Irisa bergegas menghampiri Anne dan Bella, berdiri di hadapan mereka sembari melipat kedua tangan di depan d**a. “Apa kalian akan terus seperti ini?” Perkataan Irisa sontak membuat keduanya berhenti saling menjambak, memisahkan diri dari pertikaian yang baru saja terjadi, dan berdiri sembari menundukkan kepala. Irisa berjalan mendekati Bella yang tampak berantakan seperti halnya Anne. Tangannya meraih dagu Bella yang menunduk ke bawah, lalu tersenyum tipis. “Siapa namamu?” Meski Irisa sudah mengetahui nama pelayan keriting tersebut dari Anne yang memanggilnya, namun dia ingin mengetahuinya sendiri dari mulut pelayan yang terus berkata buruk tentangnya. “Nama saya Bella, Nyonya.” Bella tampak tenang meski Irisa menatapnya secara terang-terangan. Pelayan tersebut tampaknya sama sekali tidak takut kepada Irisa. “Aku mendengar semua perkataanmu tadi. Apa menurutmu ... aku terlihat seperti wanita yang suka menggoda pria?” “Nyonya, saya hanya mengatakan yang sejujurnya.” Irisa menggelengkan kepala. Tampaknya pelayan baru dan pelayan lama tidak ada bedanya, mereka sama-sama tidak menghargai keberadaan Irisa sebagai Nyonya rumah mereka. Hanya ada beberapa orang yang benar-benar memperlakukan Irisa dengan baik, Anne salah satunya. “Bella, aku bisa saja menamparmu dengan keras, tapi aku tidak mau jika tanganku kotor. Lagi pula, Anne sudah melakukannya menggantikanku.” Irisa mengusap pipi kiri Bella yang tampak sedikit memerah. Kemunculan Anne yang tiba-tiba dan aksinya yang menampar Bella, membuat Irisa tertegun selama beberapa saat. Namun, wanita itu merasa senang karena ada yang membelanya. “Aku ingin tahu, kenapa kau sangat berani berkata buruk tentangku? Apa kau tidak takut jika aku memecatmu?” “Anda tidak berhak memecat saya, Nyonya. Saya diperkerjakan oleh Tuan Allen maka dipecatnya saya atau tidak, Tuan Allen yang akan memutuskan.” Irisa nyaris tidak bisa berkata-kata dengan jawaban yang disuguhkan Bella. Tadinya dia hanya akan mengancam Bella agar tidak berkata buruk atau menyebar gosip yang tidak benar lagi di kemudian hari, namun sepertinya tidak berhasil. “Aku adalah Nyonya di rumah ini, tentu saja aku bisa memecatmu.” Tanpa menoleh sedikit pun, Irisa sontak menepuk bahu kanan Anne yang membuatnya sedikit terlonjak. “Anne, tolong bereskan semua barang milik Bella. Mulai hari ini, Bella sudah bukan pelayan di rumah ini lagi.” “Baik, Nyonya.” Anne segera pergi setelah mendapat perintah dari Irisa. Sementara Bella, dia membelalakkan matanya dengan mulut yang sedikit terbuka. Pandangannya beralih ke belakang Irisa, lalu berlari kecil dengan tergesa-gesa. Irisa yang penasaran dengan sikap aneh Bella sontak memutar tubuhnya ke belakang, melihat ke mana tujuan pelayan itu berlari. Seketika wanita itu mendengus, tampak Allen yang tengah berdiri tegak di depan pintu belakang sembari memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana. “Tuan ... tolong saya. Nyonya Irisa tiba-tiba memecat saya yang bahkan tidak melakukan kesalahan.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD