Di Rumah Sakit

1443 Words
“Saskia!” pekik Abyan ketika melihat Saskia sudah pingsan terbaring di lantai. Abyan langsung membopong tubuh Saskia, dan segera membawanya ke mobil, suara riuh para pegawai kantor terdengar ketika melihat Atasan mereka tak sadarkan diri. “Bu Saskia, kenapa itu?” bisik para pegawai. “Bu Saskia pingsan,” sahut pegawai lainnya. Abyan tak memperdulikan suara riuh para pegawai kantornya, ia terus membawa Saskia ke mobil dan merebahkan tubuh Saskia di bagian belakang. Kemudian dengan cepat melajukan mobilnya menuju ke rumah sakit. “Saskia bertahanlah, sebentar lagi kita sampai di rumah sakit,” guman Abyan sambil sesekali melihat ke belakang mobil, entah kenapa ia merasa cemas dengan keadaan Saskia. Sesampainya di rumah sakit Abyan kembali membopong Saskia dan membawanya ke ruang IGD, untuk segera mendapat penanganan Dokter. “Dokter tolong periksa keadaan istri Saya,” ucap Abyan dengan raut wajah khawatir. Ini adalah pertama kalinya Abyan menganggap Saskia adalah istrinya. “Baiklah, silakan Anda tunggu diluar,” balas Dokter. Abyan mengangguk “Iya, Dok.” Abyan lalu duduk di sebuah kursi di depan IGD, menunggu Dokter memeriksa Saskia. Tak berapa lama Dokter itu pun keluar dari ruang IGD. Abyan langsung bangkit dari duduknya mendekati Dokter. “Bagaimana keadaan istri saya, Dok?” tanya Abyan. “Istri Anda baik-baik saja, hanya perlu istirahat dan jangan di paksa untuk bekerja terlebih dulu,” jawab Dokter. “Baiklah Dok, apa saya bisa melihat istri saya, Dok?” “Tentu saja, istri Anda sudah di pindahkan ke ruang perawatan.” “Terima kasih, Dok.” Abyan lalu bergegas ke ruang perawatan Saskia untuk melihat keadaannya, setibanya disana Abyan terhenyak dan terdiam memandangi wajah cantik Saskia yang pucat. “Ada apa denganku? Kenapa aku sangat mengkhawatirkan keadaan Saskia? Apa aku sudah mulai peduli dengan Saskia?” guman hati Abyan. Abyan menggelengkan kepalanya menepis pikirannya “Enggak-enggak, aku gak mungkin peduli dengan Saskia, mungkin ini hanya perasaan takutku kalau Saskia akan mati, aku yakin itu,” guman Abyan belum menyadari perasaannya. Abyan kemudian mengambil ponsel barunya di dalam saku celana, lalu menekan nomor ibunya dan meneleponnya untuk memberitahu keadaan Saskia. Tut Tut Tut Abyan : Halo Ma? Ini Abyan. Ratna : Abyan ada apa, sayang? Abyan : Mama bisa ke rumah sakit gak sekarang? Ratna : Abyan, mama sekarang lagi di rumah sakit menemani kakekmu. Kenapa mama harus ke rumah sakit lagi? Abyan : Saskia masuk rumah sakit, Ma. Ratna : Apa lagi yang kau lakukan Abyan, mama kan sudah bilang jangan kasar dengan Saskia nanti dia bisa mati. Abyan : Aku tidak melakukan apa-apa Ma, Saskia sakit karena bekerja. Ratna : Ya sudah Mama kesana sekarang juga, kirim alamatnya. Abyan : “Iya Ma.” Abyan lalu mematikan sambungan teleponnya. Sementara Ratna mengambil tasnya bersiap ke rumah sakit dimana Saskia di rawat. “Ha ... Punya menantu selalu merepotkan saja,” umpat Ratna. “Ada apa Ma? Kok kayaknya kesal gitu?” tanya Anton. “Itu Pa, Menantu kita Saskia masuk rumah sakit bikin repot aja,” jawab Ratna. “Sudahlah Ma, lebih baik Mama paksa Saskia menandatangani balik nama semua harta kakek Tirta menjadi atas nama Abyan dengan begitu Mama bisa membuang Saskia,” saran Anton. “Gak bisa Pa, nanti siapa yang mau ngurus perkebunan dan pabrik kalau bukan Saskia. Abyan putra kita gak bisa di harapkan, bisa-bisa kita bangkrut dan jatuh miskin,” sahut Ratna. “Benar juga kata Mama, Saskia adalah mesin uang kita,” ucap Anton sambil mengangguk. “Ya udah, Mama pergi dulu. Papa jaga kakek Tirta disini,” pamit Ratna. “Iya Ma, entah kapan Kakek tua ini mati,” sahut Anton. “Papa sabar aja, pasti lama-lama kakek tua itu juga mati,” balas Ratna kemudian berlalu pergi. Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 05.00 sore, Ratna akhirnya sampai di rumah sakit dimana Saskia dirawat. Ia bergegas menemui Abyan dan Saskia yang masih belum sadarkan diri. “Mama, kenapa lama sekali datangnya?” tanya Abyan begitu melihat ibunya masuk ke dalam ruang perawatan istrinya. “Mama tadi kena macet di jalan. Memangnya kenapa?” tanya Ratna balik. “Aku mau main, Ma. Mama jagain Saskia ya,” pinta Abyan. “Abyan, Saskia itu istrimu seharusnya kau yang menjaganya bukan Mama,” balas Ratna. “Gak bisa Ma, Abyan mau pergi ketemu Axel dan Doni.” “Ya sudah tapi jangan lama-lama,” pesan Ratna. “Siap Ma.” Abyan mengecup pipi Ratna lalu berjalan keluar dari Rumah sakit. Ratna selalu membiarkan sikap Abyan yang suka keluyuran gak jelas bersama teman-temannya, main Game, dan mabuk-mabukan. Ratna tidak pernah menasihati Abyan untuk berubah menjadi lebih dewasa dan bertanggung jawab, Baginya yang terpenting Abyan senang dan bahagia terserah ia melakukan apa pun. Beberapa jam kemudian selepas Abyan pergi, perlahan Saskia mulai tersadar. Saskia merasa heran ketika ia membukanya matanya sudah berada di ruangan serba putih. “Dimana aku,” batin Saskia. Saskia menoleh ke kiri melihat ibu mertuanya sedang duduk di sebelahnya sambil memainkan ponselnya. “Mama!” panggil Saskia lirih. “Saskia, baguslah kau sudah sadar.” “Kenapa Saskia bisa ada disini, Ma?” “Abyan yang membawamu ke rumah sakit.” “Mas Aby sekarang mana, Ma?” “Dia sedang keluar bertemu teman-temannya dan meminta mama untuk menjagamu.” “Makasih ya Ma, sudah menjagaku.” Saskia merasa tak enak sudah merepotkan mertuanya. “Iya, sekarang kau makan setelah itu minum obat biar cepat sembuh,” ucap Ratna seraya memberikan mangkuk bubur yang baru saja di antar oleh seorang Suster. “Tapi Ma, mulut Saskia terasa pahit. Saskia tidak selera makan,” ucap Saskia menolak. “Saskia jangan manja, ingat kau harus cepat sembuh, biaya di rumah sakit ini mahal tidak murah,” ucap Ratna memaksa. Saskia mengangguk, membenarkan apa yang di katakan mertuanya kalau ia harus segera sembuh. Saat ini keadaan keuangan Kantor sedang sulit, Saskia tak ingin menambahnya dengan biaya rumah sakitnya. Saskia mengambil mangkuk bubur itu dan memakannya secara perlahan. Sedangkan Ratna bersiap untuk pulang mengingat langit sudah semakin gelap. “Saskia, Mama pulang dulu sudah mau malam. Mama takut pulang malam sendiri tanpa Papa,” pamit Ratna. “Tapi Ma, Saskia sama siapa disini?” “Sama Abyan, dia akan menemanimu di rumah sakit.” “Tapi Ma, Mas Aby belum datang,” sahut Saskia. “Saskia, kau sabar sedikit Abyan paling sebentar lagi juga datang. Mama pulang sekarang,” ucap Ratna lalu bangkit dari duduknya melenggang keluar dari ruang perawatan Saskia. Saskia hanya diam memandangi punggung ibu mertuanya yang perlahan menghilang dari balik pintu, tak lama suara Azan magrib mulai terdengar tapi Abyan masih belum datang juga. Saskia terus menunggu Abyan, satu jam, dua jam sudah berlalu namun Abyan tak kunjung kembali ke rumah sakit. “Mas Aby ke mana ya? Apa dia tidak akan datang,” batin Saskia. Lelah menunggu di dalam, Saskia memutuskan untuk keluar dari ruang perawatannya menunggu Abyan diluar. Dengan langkah tertatih Saskia berjalan sambil berpegangan tiang botol infus yang terpasang di tangannya. “Mau ke mana Mbak?” tanya salah satu Suster saat melihat Saskia keluar. “Saya mau menunggu suami saya, Sus,” jawab Saskia. “Kenapa tidak tunggu di dalam, Mbak?”. “Tidak Sus, saya mau tunggu diluar aja.” “Baiklah, tapi jangan terlalu lama berada diluar tidak baik untuk kesehatan Mbak,” ujar Suster. “Baik Sus,” ucap Saskia. Saskia lalu mendudukkan tubuhnya di sebuah kursi panjang yang tak jauh dari ruang perawatannya, sambil terus berharap Abyan akan segera datang. Saat tengah menunggu tanpa sengaja Saskia melihat sepasang suami istri yang sedang menghibur anaknya yang sakit dengan bermain bersama, agar anaknya tidak jenuh berada di rumah sakit. Saskia ikut tersenyum manakala melihat anak itu tersenyum, sang ibu yang menyadari Saskia terus memandang ke arahnya lalu dengan sengaja menghampiri Saskia. “Mbak sedang apa? Kok duduk disini sendirian?” tanyanya. “Saya sedang menunggu suami saya,” jawab Saskia tersenyum. “Memang suaminya ke mana, Mbak?” “Dia sedang pergi, kumpul bersama teman-temannya.” “Ow yang sabar ya Mbak, suami saya dulu juga seperti itu sering main bersama teman-temannya tapi semenjak kami punya anak, kebiasaan suami saya berubah menjadi lebih bertanggung jawab. “Iya makasih.” Saskia kembali menarik kedua sudut bibirnya. “Mbak, sudah punya anak?” “Belum.” Saskia menggelengkan kepalanya. “Saran saya, Mbak harus cepat punya anak siapa tahu suami mbak bisa berubah lebih mementingkan istrinya.” Saskia menganggukkan kepalanya sambil tersenyum. “Ya sudah, saya kembali bersama suami dan anak saya dulu. Semoga mbak cepat sembuh ya!” “Iya, Makasih sudah menemani saya,” sahut Saskia. “Sama-sama, Mbak,” balas wanita itu kemudian berlalu pergi. Saskia lalu bangkit dari duduknya, berjalan kembali ke ruang perawatannya tak ingin terlalu lama berada di luar.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD