Bab 7

2186 Words
  HAPPY READING ***   Anya memandang penampilannya, off shoulder dress berwarna hitam menjadi pilihannya kali ini. Ia adalah salah satu wanita yang selalu menjaga penampilan di manapun berada. Meskipun inner beauty lebih penting dari pada penampilan fisik namun banyak wanita diluar sana berlomba-lomba mengubah penampilannya menjadi lebih cantik. Ada banyak pernyataan konyol yang sering ia dengar dari wanita minder yang menjunjung tinggi inner beauty. “Penampilan luar itu nggak penting, sayang. Yang penting itu kecantikan hati kita. someday bakal ada cowok tulus yang bisa liat betapa cantiknya hati kamu…” Atau banyak yang berkata seperti ini, “Nggak apa-apa deh nggak cantik, yang penting kan saya punya inner beauty yang bagus. Pasti cowok yang tulus bisa lihat itu.” “gapapa nggak cantik yang penting hati kita baik” Anya paham betul banyak wanita-wanita jelek menghibur dirinya berkata seperti itu. Ia secara gamblang mengatakan kecantikan fisik itu sangat penting untuk wanita. Biasa orang yang mensupport seperti itu bernasib sama. Untuk para wanita yang ingin jalan percintaanya mulus dan sukses, maka berpenampilanlah menarik. Bagaimanapun di mata pria, kecantikan fisik wanita itu sangat penting. Di mata pria, kecantikan fisik seorang wanita  itu amat sangat penting. Karena pada dasarnya pria tidak bisa tertarik tiba-tiba jatuh hati jika dari awal pertemuan, jika penampilan luar saja tidak menarik. Jadi kecantikan fisik itu akan sangat berpengaruh besar terhadap daya tarik wanita  di mata pria. Cantik itu bukan berarti berwajah seperti Emma Stone, atau Shopie Turner. Anya juga menyerah jika dibandingkan dengan mereka. Ia hanya beranggapan cantik itu menjadi cantik versi terbaik. Semua wanita akan menjadi cantik dengan versinya sendiri. Misalnya jika wanita memiliki wajah yang kusam, maka belilah skincare, perawatan, atau setidakknya belajar makeup. Banyak makeup yang harganya bisa dibeli seharga nasi padang dipasaran. Jika hidung tidak mancung, bisa belajar shading agar memperindah hidung. Harus diingat bahwa kecantikan itu dimulai dari diri sendiri. Dan harus mencintai diri sendiri. Sayangi tubuh, dari ujung rambut hingga ujung kaki. Kalau misalnya gemuk, maka belajar untuk diet. Banyak hal yang dilakukan untuk menjadi cantik dimulai dari diri sendiri. Semua wanita itu cantik, hanya saja malas untuk menghargainya. Pagi ini ia akan ke caffe Aroma, padahal ia masih ngantuk. Anya menarik nafas, ia membuat pintu kamar, ia melihat Silvi  tidur di depan TV dengan leptop menyala. Ia yakin Silvi tadi malam lembur. Anya sebenarnya tidak suka jika bertemu dengan owner Aroma Kopi. Andai ownernya bukan pria itu, ia yakin rasa malasnya menjadi bahagia. Karena sejak awal hubungan ia dan pria itu tidak baik. Anya menuju basement, ia terpaksa menggunakan mobil sendiri. Semoga saja acara coffee test food tidak terlalu lama. Beberapa menit kemudian mobil meninggalkan area basement, menuju Aroma kopi. Ia sudah membayangkan tatapan tajam Bimo memandangnya intens, penuh kemarahan setiap kali berhadapannya. Dan itu sangat membekas dalam ingatannya. Anya melirik jam melingkar ditangannya menunjukkan pukul 07.01 menit. Ia masih bersikap professional dalam bekerja, karena ia tidak ingin citranya sebagai selebgram yang professional tercoreng hanya karena telat. Mobil Anya membelah jalan, ia menghidupkan radio favorite nya. Alunan music Jason Derulo – Lifestyle (Feat. Adam Levine). Anya bernyanyi mengikuti alunan lagu, karena ini adalah salah satu lagu kesukaanya.   ***   Beberapa saat kemudian Anya tiba Aroma Kopi, ia memarkir mobil dihalaman depan. Anya menatap ke arah kaca dasbor, melihat penampilannya sekali lagi, ia merasa cukup baik. Setelah itu ia keluar dari mobil. Ia melihat ada beberapa pengunjung datang. Namun tidak seramai saat malam tiba. Anya melangkah menuju lobby, ia memandang pria berambut gondrong mengenakan pakaian berwarna seperti dirinya. Oh God, harusnya ia tidak memilih warna ini untuk outfit nya hari ini, karena penampilan mereka sangat kontras seperti pasangan coupel, hanya ia dan Bimo mengenakan pakaian hitam di caffee. Anya tersenyum ramah kepada orang-orang di sana. Ia melihat pria yang mengenakan apron berwarna coklat bertulisan “Aroma Kopi”, beserta kopi baret yang dipakai. Untuk seragam Aroma Kopi terlihat keren menurutnya. Yang mereka kenakan hanyalah apron dan topi baret. Untuk pakaian bebas asal rapi dan modis. “Selamat pagi ibu Anya” ucap Renata, menyapa Anya. “Pagi juga ibu Renata” Anya membalas senyuman itu. “Silahkan duduk bu” ucapnya ramah mempersilahkan Anya duduk. Anya lalu duduk di kursi kosong, tepatnya di depan pria berambut gondrong itu. “Oiya, ibu. Untuk Minggu depan, kita sedang opening cabang baru Aroma Kopi di Singapore. Saya berharap atas kehadiran ibu” Alis Anya terangkat, ia tidak menyangka bahwa Aroma Kopi memiliki cabang hingga Singapore. Secepat itu kah Aroma Kopi berkembang. “Owh ya, tanggal berapa?” “Tanggal 20 nanti” “I see” “Untuk itu ibu berkenan menghadiri soft opening Aroma. Keberangkatan kita yang urus, ibu tenang saja saya juga ikut kok” “Apa ibu Anya ada passport?” “Iya ada” Anya mengangguk paham, lalu tersenyum, “Terima kasih” Anya melirik pria berambut gondrong, yang memperhatikannya. Oke, hari ini ia tidak akan bersuara, ia tidak akan menjawab jika tidak ditanya. Setelah itu Anya melihat chef berada di meja counter, mempresentasikan minumannya. Minuman tersaji di maja, Anya, Bimo dan pejabat tinggi di perusahaan menyicipi hasil test food itu. Tidak ada kekurangan dalam minuman itu, sudah layak untuk dijual. Jujur Anya lebih suka minuman seperti ini dari pada menyesap Aroma kopi long black buatan Aroma. Warna-warna minuman itu juga beragam dan cantik menurutnya, setidaknya lebih fresh sesuai dengan namanya. Anya merekam minuman itu melalui ponselnya. Anya memandang tamu caffee berdatangan, dan memadati meja counter. Exspetasinya salah, ia pikir Aroma akan sepi karena ini masih pagi. Ternyata sama saja, namun kebanyakan ake away. Ada beberapa tamu meminta foto kepada Anya, tidak lupa beberapa karyawan juga ingin berfoto kepadanya.  Anya dengan senang hati memberinnya, namun lambat laun pengunjung caffee mulai tidak terkendali dan ia juga mulai tidak nyaman. Namun di sisi lain ada tangan hangat dan pemukaan sedikit kasar menyentuh kulitnya. Anya memandang ternyata pria berambut gondrong itulah yang menariknya dari keramaian tamu. Kini Anya masuk ke meja counter agar ada sepace antara ia dan tamu. Dan Anya merasa lega, lalu memandang Bimo. Pria itu mendekatinya dan mencondongkan wajah ketelinga Anya. “Kamu tidak perlu melayani mereka semua, jika tidak nyaman menghindarlah” Suara berat itu seakan mengecup cupingnya dan membuat merinding. Anya hanya diam, lalu menatap iris mata elang itu, tatapan yang sulit ia artikan. Anya  melihat tamu mulai antusias, lalu meminta foto kepadanya dibalik  meja counter. Pria berambut gondrong itu lalu pergi begitu saja. Sejam kemudian Anya memutuskan untuk pulang tepatnya lewat pintu samping khusus karyawan. Suara ponselnya bergetar, ia melihat nama “Silvi Calling” Anya menghentikan langkahnya dan ia lalu berdiri di samping tangga. Ia menggeser tombol hijau pada layar, “Iya Sil” ucap Anya. “Gimana testfood nya?” “Udah kelar kok, ini  udah selesai” “Rame nggak?” “Rame banget lah, gue nggak tau ternyata gue seketerkenal itu. Apa mungkin gue nggak pernah keluar kali ya” Anya terkekeh. “Iya sih kayaknya. Lo langsung pulang?” “Kayaknya balik rumah mama deh bentar, kangen masakan mama” Anya melirik jam melingkar di tangannya menunjukkan pukul 10.01 menit. “Yaudah lo hati-hati ya” “Iya” “Bu Anya” Otomatis ia menoleh ke arah belakang, ia memandang Renata mendekatinya. Anya memasukan ponsel di tas nya kembali. “Ini lunch box dan Aroma kopi untuk bu Anya” ucap Renata memperlihatkan paperbag bertulisan Aroma Kopi dan Lunch box Helth kepada Anya. “Dari pak Bimo” ucapnya lagi dan tersenyum. Anya nelangsa dalam hati, ternyata dari pria berambut gondrong itu. Ia tidak menyangka bahwa makanan ini merupakan bentuk sogokan dirinya untuk berdamai. “Ini beneran dari pak Bimo” Anya memastikan. Renata mengangguk, “Iya bu” “Tumben baik” “Sebenernya baik kok bu, mungkin ibu belum kenal pak Bimo” “Terima kasih” Anya mengambil paperbag itu dari tangan Renata. Anya lalu melangkah menuju parkiran, ia menghidupkan mesin mobil dan  menekan kopling menjalankan mobilnya. Terdengar gesekan benda dari arah samping. “Mampus” umpat Anya. Anya lalu menghentikan mobilnya. Ia mendengar suara ketokan dari arah balik jendela. Anya melihat pria berambut gondrong sudah di samping jendelanya. “Oh God, kenapa ia selalu berhubungan dengan pria ini” umpat Anya dalam hati. Anya lalu membuka jendela, ia memandang Bimo tepat di sampingnya. “Turun” ucap Bimo, menatap Anya. Anya nelangsa dalam hati, ia lalu turun. Ia akan tanggung jawab apa yang telah ia lakukan. Anya lalu berdiri di samping Bimo. “Bisa pakek mobil nggak?” tanya Bimo. “Bisa lah” timpal Anya, ia lalu menelan ludah. Anya lalu memandang body mobil BMW hitam itu penyok sedikit dan terdapat goresan. “Nggak sengaja” ucap Anya lagi. Bimo menarik nafas, baru saja ia akan berdamai keadaan dengan sang artis, dan masalah terjadi lagi. Sepertinya ia dan Anya tidak akan pernah ada kata damai. “Walau kamu BA saya, bukan berarti saya melepaskan kamu dari tanggung jawab” “Iya saya tahu, saya akan tanggung jawab” timpal Anya. Ia kesal jika berhadapan pria berambut gondrong itu. Ia dan Bimo memang sejak awal tidak akur. “Ya kali gue lari” umpat Anya kesal. “Makanya bawa mobil itu hati-hati. Kalau masih belajar mobil bilang aja” “Ih enak aja, dari SMA gue udah pakek mobil kali” dengus Anya. “Dasar” “Kita bisa ke bengkel bmw resmi terdekat sekarang, kalau nggak salah jalan Dr. Soepomo Tebet ada bengkel resmi BMW kita ke sana aja sekarang deket kok. Ini dipoles lagi sih kayaknya. Itu goresan dalam soalnya” ucap Anya. Karena ia tahu sang pemilik mobil pasti tidak akan ke bengkel sembarangan. Mobil ia dan  Bimo hampir sama, hanya saja Bimo series lebih baru dan harganya lebih mahal di banding mobilnya. ia tidak ingin memperpanjang masalah. “Oke” ucap Bimo, karena kemungkinan besar sang pemilik mobil memiliki kecintaan yang sama dengan mobil buatan Jerman ini, karena tipe mobil mereka hampir sama dengannya. Dan wanita itu mengerti soal mobil. Anya masuk ke dalam mobilnya kembali, begitu juga dengan Bimo. Sepertinya ia selalu memiliki hubungan tidak baik pada pria itu. Ia selalu mendapat kesialan, padahal tadi ia memarkir mobilnya dengan benar. *** Mereka kini tiba di bengkel, Anya memandang Bimo mengikat rambutnya kebelakang seperti ekor kuda. Pria itu berbicara kepada mekanik prihal mobilnya. Aksi ingin makan di rumah mama sepertinya telat, karena urusan ia dan Bimo belum selesai. Anya memandang body mobil Bimo yang terkena goresan dalam dan sedikit penyok. Ini merupakan pertama kalinya ia melakukan itu, sialnya itu mobil Bimo. Padahal ia termasuk wanita yang piawai dalam membawa mobil, bahkan di tol ia berani memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi. Anya menarik nafas, mendekati Bimo, ia melihat para montir segera memperbaiki kerusakan mobil Bimo. Mungkin sekitar 1-2 jam selesai memoles mobil Bimo. Anya memilih duduk di ruang tunggu, begitu juga dengan Bimo, pria duduk di ujung sana, sambil berkutat dengan ponselnya. Jujur ia tidak suka berhadapan dengan Bimo, apalagi berlama-lama dengan pria itu. Selama di bengkel mereka tidak bertegur sapa, karena masih emosi dan kesal. Anya menatap ponselnya, “Armand Calling” Anya menggeser tombol hijau pada layar, ia letakan ponsel ditelinganya, “Iya halo” ucap Anya. “Hai, apa kabar” “Baik, kamu?” tanya Anya, dengan Armand menelfonya setidaknya ia tidak terlalu bosan. “Baik juga, kamu di mana?” tanya Armand, karena ia mendengar suara berisik. “Aku di bengkel, tadi aku habis mepet mobil orang, nggak sengaja sih” “Ya ampun, tapi kamu nggak apa-apa kan?” “Enggak apa-apa kok, cuma ada baret dikit aja sih. Ini aku lagi tanggung jawab” “Mau aku susul ke sana?” “Enggak usah, bentar lagi selesai kok” Anya menyandarkan punggungnya di kursi. “Rencana kamu hari ini ke mana?” tanya Armand. “Pulang ke rumah mama, lagi kangen masakan mama” “Boleh nggak, aku ke sana juga?” “Buat apa?” “Kenalan sama orang tua kamu, kemarin katanya janji mau ngajak aku ke sana” ucap Armand. Anya lalu tertawa, “Iya boleh” “Aku bisa balik ke rumah orang tua aku juga sih, siapa tau kamu mau main ke rumah orang tua aku juga” “Iya, Kamu baru bangun?” Armand tertawa, “Iya” Anya juga ikut tertawa, “Yaudah mandi sana, see you” Anya mematikan ponselnya, ia memandang Bimo yang berbicara dengan montir sementara ia hanya memperhatikan. Satu jam berlalu akhirnya selesai, ia melakukan transaksi p********n dan hubungannya dengan Bimo selesai. “Lain kali kamu hati-hati. Perhatikan jarak kalau parkir mobil” Anya menarik nafas, ia memandang Bimo dengan berani, “Oke” “Kamu sudah berbuat salah, tapi nggak minta maaf loh. Nggak ngerti sopan santun? Pernah belajar etika?” ucap Bimo sakartis. “Tolong, maaf, terima kasih itu wajib kamu ucapkan, dan kamu tanamkan pada diri kamu. Agar kamu mengerti namanya tata krama” Anya ingin sekali membenturkan kepala Bimo saat ini juga. Bisa-bisanya pria itu masih membuatnya kesal dalam keadaan seperti ini. Padahal ia sudah tanggung jawab penuh. Anya tidak ingin berhadapan terlalu lama dengan pria gondrong itu lalu meninggalkannya begitu saja. Sementara Bimo memandang Anya dari kejauhan dan tersenyum culas. “Dasar sombong !” ucapnya kesal.   ***                    
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD